Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pembinaan adalah “suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara bedaya guna dan behasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik”. Sedangkan menurut Miftah Thoha “pembinaan merupakan suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan menjadi lebih baik”. Pengertian di atas mengandung dua hal, yaitu pertama, bahwa pembinaan itu sendiri bisa berupa tindakan, proses, atau pernyataan dari suatu tujuan; dan kedua, pembinaan bisa menunjukkan kepada perbaikan atas sesuatu.
“
Pembinaan pegawai dapat diartikan sebagai suatu kebijaksanaan agar perusahaan (organsiasi) memiliki pegawai yang handal dan siap menghadapi tantangan” (Saydam Gouzali 1997). Kegiatan yang dilakukan antara lain pembentukan sikap mental yang loyal, peningkatan keterampilan dan kecakapan melaksanakan tugas organisasi. Oleh karena itu, rencana pembinaan harus berkaitan dengan sistem penghargaan agar pegawai bersemangat untuk mengabdi dan setia kepada organisasi.
Sebagai landasan normatif kepegawaian, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tidak secara tegas membedakan pengertian manajemen dan
pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian (Pasal 1 ayat 8). Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasil guna (Pasal 12 ayat 1). Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaain tidak secara tegas dijelaskan pengertian pembinaan Pegawai Negeri Sipil, namun secara tersirat dapat ditafsirkan bahwa pembinaan Pegawai Negeri Sipil merupakan bagian dari manajemen kepegawaian.
Untuk kepentingan penelitian ini, pembinaan pegawai difokuskan pada 3 (tiga) hal, yaitu: pembinaan disiplin kerja, pembinaan karier dan pembinaan etika profesi. Penjelasan dari ketiga hal di atas adalah sebagai berikut:
a. Pembinaan Disiplin Kerja
Saydam Gouzali mendefenisikan disiplin adalah “kemampuan untuk menguasai diri sendiri dan melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bersama”. “Disipilin adalah prosedur mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan dan prosedur, disiplin merupakan bentuk pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan sebuah organisasi” (Henry Simamora: 1999). Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin pada dasarnya adalah ketaatan atau kepatuhan pegawai pada peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, pegawai yang disiplin berarti pegawai yang mampu mematuhi semua peraturan yang berlaku di kantor atau organisasi. Bentuk disiplin kerja yang baik akan tergambar pada suasana:
1. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan;
2. Tingginya semangat dan gairah kerja serta prakarsa para karyawan dalam melakukan pekerjaan;
3. Besarnya tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya;
4. berkembangnya rasa memilik dan kesetiakawanan yang tinggi di kalangan karyawan;
5. meningkatnya efisiensi dan produktivitas para karyawan.
|
Pegawai Negeri Sipil |
Menurut Sondang P. Siagian disiplin pegawai adalah “
suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, dan prilaku pegawai, sehingga para pegawai secara sukarela berusaha dan bekerja keras secara terus-menerus dengan para pegawai yang lain serta meningkatkan prestasi”.
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan di atas, pembinaan disiplin pegawai dapat dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut (Saydam Gauzali: 1996):
1. Penciptaan peraturan-peraturan dan tata tertib yang harus dilaksanakan
2. Menciptakan dan memberi sanksi bagi pelanggar disiplin
3. Melakukan pembinaan disiplin melalui pelatihan kedisplinan yang terus menerus
b. Pembinaan Karier Pegawai
Kata karier pada dasarnya dapat diartikan berbeda-beda, tergantung dipandang dari perspektif yang mana. Dari perspektif objektif, karier adalah urit-urutan posisi yang diduduki oleh seorang selama masa hidup. Dalam perspektif subjektif, karier terdiri atas perubahan-perubahan nilai, sikap dan motivasi yang terjadi karena seorang menjadi semakin tua (Henry Simamora: 1999). Kedua perspektif tersebut, objektif dan subjektif, terfokus pada individu yang menganggap bahwa orang memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasib mereka sehingga dapat memanipulasi peluang agar memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karier mereka. Selanjutnya agar dapat menentukan jalur karier, tujuan karier dan pengembangan karier, para pegawai perlu mempertimbangkan lima fakror sebagai berikut:
(1) Perlakuan yang adil dalam berkarier. Perlakuan yang adil hanya bisa terwujud apabila kriteria promosi didasarkan pada pertimbangan yang objektif, rasional dan diketahui secara luas di kalangan pegawai.
(2) Kepedulian atasan langsung. Para pegawai pada umumnya mendambakan keterlibatan atasan langsung mereka dalam perencanaan karier masing-masing. Salah satu bentuk kepedulian itu adalah memberikan umpan balik pada para pegawai mengetahui potensi perlu dikembangkan dan kelemahan yang perlu diatasi.
(3) Informasi tentang berbagai peluang promosi. Para pegawai umumnya mengharapkan bahwa mereka memiliki akses pada informasi tentang berbagai peluang untuk dipromosikan.
(4) Minat untuk dipromosikan. Pendekatan yang tepat digunakan dalam menumbuhkan minat para pegawai untuk pengembangan karier adalah pendekatan yang fleksibel dan proaktif. Artinya, minat untuk mengembangkan karier sangat individualistik sifatnya. Seorang pegawai memperhitungkan berbagai faktor, seperti: usia, jenis kelamin, jenis dan sifat pekerjaan, pendidikan dan pelatihan yang pernah ditempuh, jumlah tanggungan dan berbagai variabel lainnya. Berbagai faktor tersebut dapat berakibat pada besarnya minat seorang mengembangkan kariernya. Sebaliknya, berbagai faktor tersebut tidak mustahil membagi keinginan mencapai jenjang karier yang lebih tinggi.
(5) Tingkat Kepuasan. Meskipun secara umum dapat dikatakan bhwa setiap orang ingin meraih kemajuan, termasuk dalam meneliti karier, ukuran keberhasilan yang digunakan memang berbeda-beda. Perbedaan tersebut merupakan akibat tingkat kepuasan seseorang berlainan pula. Menarik untuk mencatat bahwa kepuasan dalam konteks karier tidak selalu berarti keberhasilan mencapai posisi tinggi dalam organisasi, melainkan dapat mencapai tingkat tertentu dalam kariernya, meskipun tidak banyak anak tangga karier yang berhasil dinaikinya.