Allah SWT menciptakan manusia dimuka bumi tidak dibiarkan
begitu saja. Dia memberi petunjuk berupa kitab-kitab samawi melalui para
Nabi dan Rasul-Nya untuk dijadikan sebagai pegangan hidupnya. Allah
SWT menganugerahkan akal pikiran kepada manusia sebagai kunci untuk
memperoleh petunjuk terhadap segala hal.
1
Manusia sebagai pelakudan sasaran pendidikan memiliki alat yang
dapat di gunakan untuk mencapai kebaikan, dan keburukan.
Alat yang dapat
digunakan untuk mencapai kebaikan adalah hati nurani, akal, ruh dan sirr.
Sedangkan alat yang dapat digunakan untuk mencapai keburukan adalah
hawa nafsu amarah yang berpusat di dada. Dalam konteks ini, Pendidikan
harus berupaya mengarahkan manusia agar memiliki ketrampilan untuk
dapat mempergunakan alat yang dapat membawa kepada kebaikan, yaitu
akal, dan menjauhkannya dari mempergunakan alat yang dapat membawa
kepada keburukan yaitu hawa nafsu.
2
Di dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang telah menganjurkan
dan mendorong umat manusia agar mempergunakan akal pikirannya untuk
menemukan rahasia-rahasia Allah yang ada di alam fana ini.
3
Dengan
menggunakan akal pikiran diharapkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya
tidak diketahui dan masih tersembunyiakan dapat terkuak, yang pada
akhirnya dapat dikembangkan guna kepentingan masyarakat luas.
4
Dengan
potensi akal pikiran manusia, Allah menyuruhmanusia untuk berfikir dan
mengelola alam semesta serta memanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kemaslahatan dan kesejahteraan hidup manusia.
5
Memikirkan segala
sesuatu, baik yang berkenaan dengan alam semesta maupun berkenaan
dengan dzikir kepada Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT yang
disebutkan dalam Q.S. 3/Ali Imran : 190-191:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-
orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S.
Ali Imran : 190-191).
6
Pada ayat tersebut terlihat bahwa orang yang berakal (Ulul al-Bab)
adalah orang yang melakukan dua hal yaitu tadzakkur yakni mengingat
(Allah), dan tafakkur, memikirkan (ciptaan Allah). Dengan melakukan dua
hal tersebut ia sampai kepada hikmahyang berada di balik proses mengingat
(tadzakkur) dan berpikir (tafakkur), yaitu mengetahui, memahami dan
menghayati bahwa dibalik fenomena alamdan segala sesuatu yang ada di
dalamnya menunjukkan adanya Sang Pencipta, Allah SWT.
7
Dari surat Ali Imran ayat 190-191, dapat di pahami bahwa
pendidikan harus mempertimbangkan manusia yang merupakan sasaran dan
pelaku pendidikan. Sebab manusia makhluk yang memiliki akal dengan
berbagai fungsinya yang amat variatif. Pendidikan yang baik adalah
pendidikan yang harus mempertimbangkan potensi akal. Pendidikan harus
membina, mengarahkan dan mengembangkan potensi akal pikirannya
sehingga ia terampil dalam memecahkan berbagai masalah, diisi dengan
berbagai konsep-konsep dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
memiliki pemahaman tentang yang baik dan benar.
Pendidikan juga harus mengarahkan dan mengingatkan manusia agar
tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merangsang dorongan
hawa nafsu, seperti berpakaian miniyang membuka aurat, berjudi, minum-
minuman keras, narkoba, pergaulan bebas dan sebagainya. Pendidikan Islam
harus menekankan larangan terhadap perbuatan-perbuatan yang dapat
mengundang nafsu syahwat tersebut.
8
Akal adalah utusan kebenaran, iaadalah kendaraan pengetahuan,
serta pohon yang membuahkan istiqomahdan konsistensi dalam kebenaran,
karena itu, manusia baru bisa menjadi manusia kalau ada akalnya.
9
“Konon
malaikat Jibril as datang kepada kakek kita Adam as. menyampaikan bahwa
dia diperintahkan Tuhan agar Adam as memilih salah satu dari tiga pilihan
yang di sodorkan; akal; rasa malu dan agama. Maka Adam as memilih akal.
Jibril as pun menyatakan kepada rasa malu dan agama agar kembali. Tetapi
keduannya berkata, “Kami di perintahkan Allah untuk selalu bersama Akal,
di manapun dia berada, karena itu kami tidak akan pergi ”. Demikian
riwayat yang dinisbahkan kepada sayyidina Ali ra. memang “Tiada agama
tanpa akal, dan tiada juga agama tanpa rasa Malu ”.
10
Akal bukan hanya daya pikir, tetapi gabungan dari sekian daya
dalam diri manusia yang menghalanginya terjerumus ke dalam dosa dan
kesalahan, Karena itulah maka ia di namai oleh al-Qur’an ‘aql (akal) yang
secara harfiah berarti tali, yakni yang mengikat hawa nafsu manusia dan
menghalanginya terjerumus kedalam dosa, pelanggaran dan kesalahan.
11
Hal
ini dapat kita lihat dalam Q.S. 30/Ar-Rum: 24:
Dan diantara Tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Ia memperlihatkan
kepadamu kilat untuk ketakutan dan harapan dan ia menurunkan
air (hujan) dari langit, maka ia dengan air hujan itu
menghidupkan (menyuburkan) kamisesudah ia mati (kering).
Sungguh pada yang demikian itu banyak tanda-tanda bagi
mereka yang mempergunakan akal. (Q.S. ar-Rum : 24)
12
Dorongan terhadap akal pikiran juga datang dari Hadits sebagai
sumber kedua dari ajaran Islam.
13
Diantara Hadits yang memberikan
penghargaan tinggi pada akal adalah(artinya): Agama adalah penggunaan
akal, tiada beragama bagi orang yang tak berakal.
Salah satu dari hadits yang menggambarkan betapa tingginya
kedudukan akal dalam ajaran Islam dapat dilihat dalam hadits Qudsi berikut,
yang digambarkan di dalamnya Allah SWT bersabda kepada akal :
Demi kekuasaan dan keagungan-Ku tidaklah kuciptakan makhluk
lebih mulia dari engkau (akal). karena engkaulah Aku mengambil
dan memberi dan karena engkaulah Aku menurunkan pahala dan
menjatuhkan siksa.
Dengan kata lain akallah makhluk Tuhan yang tertinggi dan akallah
yang membedakan manusia dari binatang dan makhluk Tuhan lainnya.
Karena akalnyalah manusia bertanggung jawab atas perbuatan-
perbuatannya.
14
Uraian di atas mengimplikasikan bahwa akal mempunyai posisi yang
begitu penting dalam kehidupan manusia, sehingga dengan akal manusia
mampu menangkap realitas, selanjutnya terjadi proses pemikiran yang lebih
dalam. Manusia dengan akalnya mampu berkreasi lebih dibanding dengan
makhluk lainnya. Begitulah tingginya kedudukan akal dalam ajaran Islam,
tinggi bukan hanya dalam soal-soal keduniaan saja tetapi juga dalam soal-
soal agama. Penghargaan tinggi terhadapakal ini sejalan pula dengan ajaran
Islam lain yang erat hubungannya dengan akal, yaitu menuntut ilmu.
1
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Lantabora Press, 2005), hlm. 76.
2
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawy), (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 129
3
Mohammad Nor Ichwan, Tafsir ‘Ilmiy: Memahami Al-Qur’an melalui Pendekatan
Sains Modern, (Jogyakarta: Menara Kudus Jogja, 2004), hlm. 235.
4
Ibid., hlm. 236.
5
Slamet Wiyono,Manajemen Potensi Diri, (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 40.
6
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang:
PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994), hlm.109.
7
Abuddin Nata, Op.Cit., hlm. 131.
8
Ibid., hlm. 148.
9
Muhammad Quraish Shihab, Dia dimana-mana: Tangan Tuhan Dibalik Setiap
Fenomena, (Jakarta; Lentera Hati, 2004), hlm.135
10
Ibid.
11
Ibid.
12
Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 210.
13
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
1986), hlm. 48.
14
Ibid., hlm. 49.