Sejak berdirinya pada abad yang sama dengan masuknya Islam
hingga sekarang, pesantren telah berkumpul dengan masyarakat luas.
Pesantren telah berpengalaman menghadapi berbagai corak masyarakat
dalam rentang waktu. Pesantren tumbuh atas dukungan masyarakat,
bahkan menurut Husni Rahim (2001 : 152), pesantren berdiri didorong
permintaan dan kebutuhan masyarakat, sehingga pesantren memiliki
fungsi yang jelas.
Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai sekarang telah
mengalami perkembangan. Visi, posisi dan persepsinya terhadap dunia
luar telah berubah. Pesantren pada masa yang paling awal (masa Syaikh
Maulana Malik Ibrahim) berfungsi sebagai pusat pendidikan dan
penyiaran agama Islam (Qomar, 2002 : 22).
Kedua fungsi ini bergerak
saling menunjang. Pendidikan dapat dijadikan bekal dalam
mengumandangkan dakwah, sedang dakwah bisa dimanfaatkan sebagai
sarana dalam membangun sistem pendidikan. Jika ditelusuri akar sejarah
berdirinya sebagai kelanjutan dari pengembangan dakwah, sebenarnya
fungsi edukatif pesantren adalah sekedar membonceng misi dakwah. Misi
dakwah Islamiyah inilah yang mengakibatkan terbangnya sistem
pendidikan. Pada masa Walisongo, unsur dakwah lebih dominan
dibanding unsur pendidikan. Fungsi pesantren pada kurun Walisongo
adalah sebagai pencetak calon ulama dan mubaligh yang mulai dalam
meyiarkan agama Islam.
Sebagai lembaga dakwah, pesantren berusaha mendekati
masyarakat. Pesantren bekerja sama dengan masyarakat dalam
mewujudkan pembangunan. Sejak semula pesantren terlibat aktif dalam
mobilisasi pembangunan sosial masyarakat desa.
Warga pesantren telah
terlatih melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat
khususnya, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara santri dan
masyrakat, antara kyai dan kepala desa. Oleh karena itu fungsi pesantren
semula mencangkup tiga aspek yaitu fungsi religius (diniyyah),fungsi
sosial(ijtima`iyyah)dan fungsi edukasi (tarbawiyyah).Ketiga fungsi ini
masih berlangsung hingga sekarang. Fungsi lain adalah sebagai lembaga
pendidikan, pesantren juga sebagai lembaga pendidikan moral dan
kultural. Di samping sebagai pendidikan, pesantren juga sebagai lembaga
pembinaan moral dan kultural, baik di kalangan para santri maupun santri
dengan masyarakat. Kedudukan ini memberikan isyarat bahwa
penyelenggaraan keadilan sosial melalui pesantren lebih banyak
menggunakan pendekatan kultural (Qomar, 2002 : 23).
Sedangkan peran paling menonjol di masa penjajahan adalah dalam
menggerakkan, memimpin dan melakukan perjuangan untuk mengusir
penjajahan. Kemudian ikut memprakarsai berdirinya negara Republik
Indonesia yang tercinta ini. Di samping itu pesantren juga berperan dalam
berbagai bidang lainnya secara multidimensional baik berkaitan langsung
dengan aktivitas – aktivitas pendidikan maupun di luar wewenang.
Dimulai dari upaya mencerdaskan bangsa, hasil berbagai observasi
menunjukkan bahwa pesantren tercatat peranan penting dalam sejarah
pendidikan di tanah air dan telah banyak memberikan sumbangan dan
mencerdaskan rakyat.
Pondok pesantren juga terlibat langsung menaggulangi bahaya
narkoba, bahkan pondok pesantren Suryalaya sejak tahun 1972 telah aktif
membantu pemerintah dalam masalah narkotika dengan mendirikan
lembaga khusus untuk penyembuhan, yang disebut Pondok Remaja
Inabah.Dapat disimpulkan pesantren telah terlibat dalam menegakkan
negara dan mengisi pembangunan sebagai pusat perhatian pemerintah.
Hanya saja dalam kaitan dengan peran tradisionalnya, sering di
identifikasikan memiliki tiga peran penting dalam masyarakat Indonesia ;
1) sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu – ilmu Islam tradisional,
2) sebagia penjaga dan pemeliharaan keberlangsungan Islam tradisional,
3) sebagai pusat reproduksi ulama (Qomar, 2002 : 25 – 26).