Telaah Hamann dan Acutt sangat
relevan dengan situasi implementasi CSR di
Indonesia dewasa ini.
Khususnya dalam kondisi
keragaman pengertian konsep CSR dan penjabarannya dalam
program-program yang dikaitkan
dengan upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pengelolaan
lingkungan yang berkelanjutan. Keragaman pengertian konsep CSR adalah
akibat logis dari sifat pelaksanaannya yang berdasarkan prinsip voluntari. Tidak ada konsep baku yang dapat
dianggap sebagai acuan pokok baik di
tingkat global maupun lokal. Secara
internasional, saat ini tercatat sejumlah inisiatif code of conduct implementasi
CSR. Inisiatif itu diusulkan baik oleh organisasi internasional independen
(Sullivan Principles, Global Reporting Initiative), organisasi negara (OECD), juga
organisasi nonpemerintah (Caux Roundtables).
Di Indonesia, acuan pegangan
itu belum ada.
Bahkan peraturan tentang community development
(CD), saat ini
masih dalam bentuk
draf yang diajukan Departemen ESDM. Tak heran jika berbagai korporasi Sebenarnya berada dalam situasi ‘bingung’ dalam
pelaksanaan CSR. Banyak forum diskusi
antarkorporasi atau kegiatan
pelatihan CD bagi korporasi digunakan
untuk mengungkapkan kebingungan
itu. Selain gambaran kebingungan itu, tampak pula kecenderungan
pelaksanaan CSR di Indonesia yang sangat
tergantung pada Chief
Executive Officer (CEO) korporasi. Artinya, kebijakan
CSR tidak otomatis selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika CEO memiliki kesadaran tentang moral bisnis yang berwajah manusiawi, besar kemungkinan korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang layak.
Sebaliknya, jika
orientasi CEOnya hanya pada kepentingan kepuasan shareholders (produktivitas
tinggi, profit besar, nilai saham tinggi)
serta pencapaian prestasi pribadi, maka boleh jadi kebijakan CSR hanya sekedar kosmetik. Sifat CSR yang voluntaristik, absensi produk
hukum yang menunjang dan lemahnyapenegakan hukum telah menjadikan Indonesia
sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR
sebagai kosmetik. Yang penting Annual Social Report tampil glossy, lengkap
dengan tampilan foto berbagai aktivitas
sosial serta dana program ‘CD’ yang telah direalisasi. Di pihak lain, kondisi itu juga membuat frustrasi
korporasi yang berupaya menunjukkan
itikad baik untuk melaksanakan CSR. Celakanya, bagi yang terakhir
ini, walau dana program CSR dalam
jumlah besar sudah dikucurkan,manajemen CSR sudah dibentuk, serta
strategi dan program CSR sudah dibuat, ternyata tuntutan serta demo dari masyarakat dan
aktivis organisasi nonpemerintah
masih tetap berlangsung.
Sementara, sikap Pemerintah
dalam hal CSR sejauh ini masih memprihatinkan.
Dalam mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya, PT Newmont melakukan
kegiatan-kegiatan pembangunan masyarakat. Tujuan dari
pembangunan masyarakat adalah untuk menaikkan kualitas hidup dari masyarakat
yang tinggal di
sekitar area pertambangan. Sasarannya adalah
agar manfaat dari
tambang mengalir kepada masyarakat sekitar,
tidak hanya dari
mempekerjakan mereka secara langsung,
namun juga dari kegiatan lainnya yang bisa didorong dari keberadaan tambang (efek ganda). Yang juga menjadi
tujuan NMR ini adalah agar manfaat ini dapat bertahan lebih
lama dari umur tambang, dan agar segala
industri serta usaha
yang terbentuk karena
adanya tambang akan terus berjalan
biarpun tambang sudah tidak ada. Untuk
mencapai tujuan ini, NMR telah memberikan
sumbangan di berbagai bidang yang penting yaitu : pendidikan, infrastruktur pembangunan, layanan
kesehatan, pendidikan kejuruan, dan pengembangan bisnis.
Tujuan NMR
bukanlah untuk menggantikan peran dan tanggung jawab pemerintah yang bertanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat. Tapi sebagai sebuah
perusahaan dan tetangga, NMR memiliki
dampak positif yang signifikan pada taraf kehidupan masyarakat lokal yang tinggal di sekitar tambang.
Bantuan-bantuan
lain yang diberikan oleh PT NMR selama beroperasi
di Sulawesi Utara termasuk juga dalam bidang:
1.
Pendidikan,
berupa pembangunan sarana pendidikan dan beasiswa
2.
.Infrastruktur, berupa
pengembangan kawasan buyat
pantai sebagaisarana dan objek
wisata.
3.
Perbaikan
Kesehatan, berupa pembangunan pusat kesehatan desa oleh NMR, pemberian suplai peralatan, penyediaan
staff medis dan kendaraan yang
beroperasi memberikan pelayanan ke desa-desa sekitar, termasuk juga
bantuan bulanan juga
diberikan oleh NMR untuk memenuhi kebutuhan
obat-obatan di sarana kesehatan.
4. Pendidikan Kejuruan dan Pengembangan Bisnis,
berupa para kontraktor lokal dalam kegiatan-kegiatan di pertambangan, mendukung
pembangunan dan pelatihan personil, membantu
dalam proyek perluasan pertanian, dan
penggerak lain dari pertumbuhan ekonomi.
5. Program Pertanian dan Perikanan berupa pelatihan dalam teknik
kultur kelautan kepada para nelayan
untuk mengembangkan pengolahan rumput laut, menyediakan pinjaman untuk
perbaikan peralatan nelayan dan mengurangi praktik penangkapan ikan yang
merusak, serta kesempatan
untuk mempelajari teknik
pertanian baru lewat
tempat-tempat demonstrasi pertanian.
6. Program Perbaikan
Habitat Laut Minahasa,
berupa prakarsa dan pendanaan
7. Program Peningkatan
Kelautan Minahasa. Program ini terdiri dari dua komponen, yaitu :
1) Reef
Ball Project, dan
Program Rehabilitasi Hutan
Bakau. Proyek ini
sedemikian suksesnya hingga
dipamerkan di Konferensi
ke-10 PBB mengenai pembangunan yang berkesinambungan pada Tahun 2002,
kemudian di majalah National Geographic bulan
Agustus2006 dan bulan
lalu di panduan menyelam dan wisata Sulawesi Utara yang berjudul “Teluk Buyat dan Sekitarnya”.
2) Yayasan Minahasa
Raya, Sebagai bagian
dari program penutupan,
NMR telah mengalokasikan 1,5
juta USD untuk pendirian
sebuah yayasan yang akan meneruskan pembangunan masyarakat lokal dan pengembangan kegiatan bisnis di masa depan
yang akan berlangsung
dalam jangka waktu
panjang setelah
tambang tak lagi beroperasi.