Salah satu tantangan utama yang dihadapi PT
Newmont pada 2004 adalah meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat dan kesalahan
persepsi yang
muncul akibat tuduhan pencemaran terhadap operasi Newmont Minahasa Raya. Tuduhan bahwa Newmont Minahasa Raya
telah mencemari Teluk Buyat
meningkatkan perhatian masyarakat
terhadap sistem penempatan tailing dasar laut Batu Hijau di
Sumbawa. Batu Hijau mencanangkan sebuah
kampanye sosialisasi yang intensif dan mendidik dengan memberikan informasi
kepada publik mengenai
pengelolaan lingkungan dan
penempatan tailing dasar
laut. Kunjungan ke lokasi
tambang untuk umum, pertemuan dengan berbagai instansi Pemerintah dan penyebaran informasi ke media masa semuanya menekankan
pada perbedaan proses yang digunakan di Batu Hijau, sebuah tambang tembaga, dan Minahasa, sebuah tambang
emas.
PT Newmont
menyampaikan hasil penelitian
ilmiah yang dilakukan oleh pihak ketiga seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
dan Pemerintah Indonesia yang
membuktikan bahwa pembuangan
tailing di Minahasa tidak membahayakan masyarakat setempat
atau pun kehidupan laut di Teluk Buyat. Izin penempatan tailing PT
Newmont, yang mesti diperpanjang pada Tahun 2005, akan tetap
ditentang oleh LSM anti tambang. Kontroversi lain
muncul terkait daerah
eksplorasi Dodo di Kecamatan Ropang
yang melibatkan sembilan
desa. Warga Labangkar mengklaim
nenek moyang mereka dimakamkan di Dodo dan menuntut ganti rugi lahan dan
pemakaman yang ada. Saat ini perusahaan memutuskan untuk menghentikan kegiatan eksplorasi di daerah tersebut.
Tekanan
eksternal mengakibatkan peringkat PROPER lingkungan PT NMR turun dari hijau
menjadi biru pada Tahun 2004 pada saat
audit lingkungan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Biru adalah
peringkat ketiga dari lima
warna kategori dan
menunjukkan, bahwa pengelolaan
lingkungan tambang mematuhi peraturan
yang berlaku di Indonesia. Pada Tahun
2003, PT Newmont termasuk
perusahaan yang memperoleh peringkat tertinggi dari 85 perusahaan
yang ikut serta.
Penilaian meliputi 51 kriteria
seperti pengendalian limbah
cair, polusi udara dan limbah berbahaya; penerapan analisis dampak
lingkungan; pengelolaan sumber daya dan lingkungan; dan pengembangan masyarakat. Penilaian ini diikuti dengan kunjungan
lapangan untuk verifikasi serta wawancara dengan karyawan dan anggota
masyarakat.
Faktor eksternal yang
mengakibatkan turunnya nilai
tersebut adalah tuntutan oleh beberapa nelayan setempat bahwa kegiatan
tambang telah mengurangi hasil tangkapan mereka.
Untuk mengatasi tuduhan ini dan memperbaiki kesalahan
persepsi, PT Newmont
telah menyusun suatu sasaran untuk
melibatkan diri lebih
banyak dalam pengembangan
desa nelayan setempat dan melakukan
survei perikanan pada Tahun 2005 . Kegiatan pertambangan
memiliki daya rusak
bagi lingkungan. Lingkungan yang rusak itu sulit dipulihkan. Daya
rusak ini berkontribusi terhadap
pemiskinan di sekitar kawasan pertambangan. Semakin besar skala kegiatan pertambangan,
potensi terjadinya kerusakan
ekosistem menjadi semakin
besar dan semakin sulit dipulihkan. Seluruh tahap pengembangan tambang
mineral memiliki dampak
merusak lingkungan hidup
dan ekosistem alami
tempatnya beroperasi. Di wilayah
operasi dimana masyarakat setempat
hidup dan penghidupannya bergantung sebagian dan atau sepenuhnya kepada
tanah dan kekayaan alam, seluruh
mata rantai operasi tambang mineral memiliki dampak terhadap
penurunan mutu dan pelenyapan
kehidupan masyarakat. Seluruh aspek penghidupan masyarakat terkena dampak dari seluruh mata rantai operasi
tambang.
Proses pemiskinan terjadi bahkan
sejak awal pertambangan masuk. Hak penguasaan dan kelola
rakyat atas tanah diingkari, sehingga perijinan pertambangan
dikeluarkan secara sepihak tanpa
persetujuan rakyat yang menguasai dan mengelola tanah. Jika
perusahaan tambang beroperasi, rakyat tak punya
pilihan. Mereka menerima ganti rugi tanah yang ditetapkan secara sepihak atau digusur karena menolak ganti rugi. Akibatnya konflik tanah antara pertambangan
dan masyarakat di
awal operasi terjadi
di hampir semua lokasi pertambangan. Seperti misalnya, ganti rugi tanah Rp 30 per meter oleh Perusahaan Beyond Petroleum BP Tangguh di Saengga Papua. Demikian juga sebanyak 444 KK warga di sekitar sungai Kelian (1990) digusur dan dari pemukiman dan kebunnya ketika PT Kelian Equatorial Mining (KEM)
akan beroperasi di Kalimantan Timur. Pembebasan tanah umumnya disertai intimidasi, bentuk kekerasan lainnya, hingga penghilangan
nyawa. Warga Ratatotok
di Minahasa Selatan,
misalnya, dipaksa menerima ganti
rugi hanya Rp 250 per m2 untuk lahan-lahan kebun. Ketika mereka
menolak ganti rugi
itu, warga diintimidasi
oleh aparat pemerintah dan kepolisian
Di hadapan pertambangan,
penduduk lokal seolah tak punya hak untuk
menolak pertambangan yang akan beroperasi di wilayah kelola mereka. Apalagi
memilih model ekonomi yang berkelanjutan, seperti pertanian, kehutanan, pariwisata atau perikanan. Padahal
saat tambang beroperasi, pemiskinan terus berlangsung sejalan
dengan menurunnya kualitas
pelayanan alam dan produktivitas rakyat, khususnya terkait dengan sumberdaya tanah dan air. Untuk mendapatkan 1
gram emas di tambang PT Newmont dihasilkan
2480 gram limbah.
Selain itu, pertambangan
juga dikenal rakus air. Air menjadi
bahan baku kedua setelah batuan dan tanah galian. Di
pertambangan Barisan Tropical
Mining, Sumatera Selatan, misalnya, dibutuhkan setidaknya 104 liter air untuk mendapatkan 1 gr
emas. Krisis air merupakan masalah yang selalu dijumpai di lokasi
pertambangan. Kuantitas dan
kualitas air menurun,
selain karena air disedot untuk kebutuhan
pertambangan, juga karena
pertambangan itu sendiri
juga merusak sistem hidrologi
tanah dan mencemari lingkungan perairan, baik karena rembesan air asam tambang, rembesan logam berat, maupun buangan lumpur
tailing.
Limbah pertambangan
dibuang ke lingkungan
sekitar, yaitu ke lokasi-lokasi
produktif tempat mata pencaharian penduduk: sungai, hutan, rawa, sumber-sumber
air, lahan pertanian, dan laut. Itulah mengapa sektor pertambangan mematikan sektor
lain yang berkelanjutan, seperti
kebun, lahan pertanian, rumah dan pekarangan, hutan
adat, tambang rakyat, wilayah peternakan, penggembalaan
dan perikanan. Sebagaimana dicatat JATAM, pada tahun 2004 Newmont membuang
sekitar 5,8 juta ton tailing ke Teluk Buyat dan 310
juta ton tailing ke Teluk Senunu, Sumbawa. PT Newmont membuat
sedikitnya 5 milyar ton limbah ke sungai, danau, dan hutan-hutan hingga laut. Barisan Tropical Mining (Laverton
Gold) membuang 2,5 ton tailing ke
lingkungan dan mencemari sungai.