1.
Sabar dan Pengenalan Diri. Sebagaimana telah
diungkapkan menurut Marie Jahoda yang disitir AF. Jaelani bahwa orang yang
sehat mentalnya memiliki ciri-ciri utama yaitu sikap kepribadian yang baik
terhadap diri sendiri dalam arti "dapat mengenal diri sendiri dengan
baik". Pendapat ini sejalan pula dengan M. Quraish Shihab. Menurut M.
Quraish Shihab orang yang sabar akan tahu siapa dirinya. Dengan kesabaran maka
seseorang dapat menarik hikmah setiap peristiwa yang menyenangkan atau
menyakitkan. Orang yang sabar akan mampu menterjemahkan setiap apa yang dia
alami. Mengenal diri tanpa kesabaran tidak akan berhasil dengan baik, hanya
dengan sabar semua peristiwa dapat dilewati sesuai dengan ridla Allah.
2.
Sabar dalam membentuk Perkembangan dan Pertumbuhan Diri
Menurut Marie Jahoda yang disitir AF. Jaelani bahwa orang yang sehat mentalnya
adalah "orang yang dapat membentuk perkembangan dan pertumbuhan diri. Hal
ini sejalan pula dengan konsep M. Quraish Shihab. Menurut M. Quraish Shihab
orang yang sabar akan dapat memahami perkembangan dan pertumbuhan dirinya.
Dengan sabar maka seseorang akan dapat mengetahui kebaikan dan keburukan apa
saja yang ia lakukan selama hidupnya. Apakah ketaatan dalam beribadah sudah
baik dan apakah kemampuan menahan diri dari maksiat sudah baik.
3.
Sabar dan Integritas Diriyang Meliputi Keseimbangan
Mental Menurut M. Quraish Shihab orang yang sabar dapat membentuk integritas
diri sehingga dapat menjaga dan memelihara keseimbangan mental. Orang yang
memiliki keseimbangan mental berarti memiliki mental yang sehat. Keseimbangan
mental tidak terjadi dengan sendirinya melainkan harus diusahakan, di antaranya
dengan sabar.
4.
Sabar dan Otonomi Diri. Menurut M. Quraish Shihab orang
yang sabar akan mengetahui otonomi diri baik berupa haknya maupun kewajiban
sebagai manusia dalam hubungan horizontal (hablum minannas) dan hubungan
vertikal (hablum minallah). Otonomi diri menyangkut sejauhmana manusia memiliki
hak terhadap segala sesuatu yang ada di dunia ini. Dengan memahami haknya maka
manusia akan membatasi diri ketika sesuatu itu bukan haknya. Ia tidak akan
merampas hak orang lain karena hak orang lain harus dihormati.
5.
Sabar dan Persepsi mengenai Realitas Menurut M. Quraish
Shihab orang yang sabar dapat menanggapi apa yang menjadi kenyataan. Banyak
peristiwa yang terjadi dimana manusia merencanakan yang menurut pandangannya
baik, tapi kemudian harapan dan kenyataan tidak bertemu. Hanya orang yang sabar
dapat menerima realitas yang pahit, dan ia tidak sombong ketika mendapat
karunia Allah Swt
6.
Sabar dan Penguasaan Lingkungan dan berintegrasi
Menurut M. Quraish Shihab orang yang sabar dapat menguasai lingkungannya. Ia
mudah beradaptasi dengan apa yang ada di sekitarnya. Meskipun lingkungan itu
bukan sesuatu yang didambakan tapi ia dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
sekitar. Lingkungan tidak selalu sesuai dengan harapan, namun kesabaran dapat
membentuk lingkungan yang berintegrasi dengan dirinya, Menurut Marie Jahoda
yang disitir AF. Jaelani bahwa orang yang sehat mentalnya memiliki ciri-ciri
utama sebagai berikut.
- Sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri
dalam arti dapat mengenal diri sendiri dengan baik.
- Pertumbuhan, perkembangan, dan perwujudan diri yang
baik.
- Integrasi diri yang meliputi keseimbangan mental,
kesatuan pandangan, dan tahan terhadap tekanan- tekanan yang terjadi.
- Otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur
kelakuan dari dalam atau kelakuan-kelakuan bebas.
- Persepsi mengenai realitas, bebas dari penyimpangan
kebutuhan, serta memiliki empati dan kepekaan sosial.
- Kemampuan untuk menguasai lingkungan dan
berintegrasi dengannya secara baik.
Menurut M. Quraish Shihab,
manusia sabar memiliki ciri utama yaitu (1) menerima dengan penuh kerelaan
ketetapan-ketetapan Tuhan yang tidak terelakkan lagi; (2) sabar terhadap
gejolak nafsu; (3) sabar dalam ketaatan; (4) sabar dalam menahan diri dari
berbuat maksiat; (5) sabar dalam menerima
cobaan. Ciri tersebut sebagaimana
dinyatakan M. Quraish Shihab sebagai berikut: Seseorang yang ditimpa malapetaka,
bila mengikuti kehendak nafsunya, akan meronta, menggerutu dalam berbagai
bentuk dan terhadap berbagai pihak: terhadap Tuhan, manusia, atau lngkungannya,
disinilah perlu sabar terhadap gejolak nafsu. Dengan mampu menerima cobaan,
maka dia akan menerima dengan penuh kerelaan malapetaka yang terjadi itu,
mungkin, sambil menghibur hatinya dengan berkata, "Malapetaka tersebut
dapat terjadi melebihi yang telah terjadi" atau, "Pasti ada hikmah di
balik yang telah terjadi itu," dan lain sebagainya, sehingga semuanya itu
diterimanya sambil mengharapkan sesuatu yang lebih baik di kemudian hari. Di
sini sabar diartikan sebagai "menerima dengan penuh kerelaan
ketetapan-ketetapan Tuhan yang tidak terelakkanlagi", dan dia tetap sabar
dalam ketaatan.
1.
Sabar menerima dengan penuh kerelaan
ketetapan-ketetapan Tuhan yang tidak terelakkan lagi Orang yang sabar akan
menerima ketetapan-ketetapan Tuhan tanpa keluh kesah. Ia dengan rela menerima
ketetapan tersebut baik sifatnya manis atau pun pahit. Ia meyakini bahwa
ketetapan Tuhan untuk dirinya itulah yang terbaik.
2.
Sabar terhadap gejolak nafsu Hawa nafsu menginginkan
segala macam kenikmatan hidup, kesenangan dan kemegahan dunia. Untuk
mengendalikan segala keinginan itu diperlukan kesabaran. Jangan sampai semua
kesenangan hidup dunia itu membuat seseorang lupa diri, apalagi lupa Tuhan.
Al-Qur'an mengingatkan, jangan sampai harta benda dan anak-anak (di antara yang
diinginkan oleh hawa nafsu manusia) menyebabkan seseorang lalai dari mengingat
Allah SWT. Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah
harta.-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barangsiapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
" (QS. Al-Munafiqun 63: 9)
3.
Sabar dalam ketaatan Dalam menta'ati perintah Allah,
terutama dalam beribadah kepada-Nya diperlukan kesabaran. Allah berfirman:
Artinya: "Tuhan langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya,
maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?" (QS.
Maryam 19: 65).
4.
Sabar dalam menahan diri dari berbuat maksiat Berbuat
maksiat memang rasanya nikmat tapi cepat atau lambat akan membuat diri orang
itu gelisah. Atas dasar itu maka orang yang sabar tidak akan terpesona dengan
kemaksiatan. Ia berusaha dengan sabar menahan diri dari berbuat maksiat.
5.
Sabar dalam menerima cobaan Cobaan hidup, baik fisik
maupun non fisik, akan menimpa semua orang, baik berupa lapar, haus, sakit,
rasa takut, kehilangan orang-orang yang dicintai, kerugian harta benda dan lain
sebagainya. Cobaan seperti itu bersifat alami, manusiawi, oleh sebab itu tidak
ada seorangpun yang dapat menghindar. Yang diperlukan adalah menerimanya dengan
penuh kesabaran, seraya memulangkan segala sesuatunya kepada Allah SWT. Allah
berfirman: Artinya: "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang
apabila ditimpa. musibah, mereka mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi
raji'un. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari
Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS.
Al-Baqarah2: 155-157).
Pendapat Quraish Shihab apabila
dihubungkan dengan ciri-ciri kesehatan mental, maka sikap sabar selaras dengan
ciri orang yang mentalnya sehat dalam kriteria Marie Jahoda yaitu integrasi
diri yang meliputi keseimbangan mental, kesatuan pandangan, dan tahan terhadap
tekanan- tekanan yang terjadi.
Apabila pendapat Quraish Shihab
dihubungkan dengan kriteria WHO maka orang yang sabar akan memiliki jiwa yang
sehat karena dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan,
meskipun kenyataan itu buruk baginya. Dalam sidang WHO pada Tahun 1959 di
Geneva telah berhasil merumuskan kriteria jiwa yang sehat. Seseorang dikatakan
mempunyai jiwa yang sehat apabila yang bersangkutan itu:
a. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif
pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk baginya.
b. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah
usahanya.
c. Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.
d. Secara relatif bebas dari rasa tegang
(stress), cemas dan depresi.
e. Berhubungan dengan orang lain secara tolong
menolong dan saling memuaskan.
Sesuai dengan ajaran Islam yang
sangat menganjurkan kepada pemeluknya berlaku sabar dalam menjalankan salat,
dalam menghadapi musibah dan cobaan (QS. Al-Baqarah: 153). Dengan bantuan sabar
dan salat orang dapat menghadapi kesulitan hidupnya dengan jiwa tenang dan
lapang. Menurut M. Quraish Shihab, Kesabaran menuntut ketabahan dalam
menghadapi sesuatu yang sulit, berat, dan pahit, yang harus diterima dan
dihadapi dengan penuh tanggung jawab. Berdasar kesimpulan tersebut, para
agamawan merumuskan pengertian sabar sebagai "menahan diri atau membatasi
jiwa dari keinginannya demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik
(luhur)".
Pernyataan M. Quraish Shihab
tersebut sangat positif, namun demikian, meski sabar itu konotasinya positif,
tetapi belum tentu tepat. Oleh karena itu hukum sabar terbagi tiga, yaitu
wajib, sunnat dan makruh. Menyaksikan anggota keluarganya terlibat maksiat
misalnya, bersabar dalam arti tabah had tanpa mengeluh adalah makruh, tetapi
sabar ketika selalu gagal dalam berusaha memperbaiki mereka adalah wajib.
Kembali kepada pengertian sabar: tabah hati tanpa mengeluh dalam menghadapi
rintangan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka mencapai tujuan, maka kunci
kesabaran adalah kesadaran atas tujuan yang ingin dicapai. Orang yang lupa
tujuan biasanya tidak mampu mengendalikan emosi ketika menghadapi keadaan yang
tidak mengenakkan. Tetapi sabar juga ada batasnya, oleh karena itu kesabaran
harus selalu dievaluasi secara dinamis. Kesabaran juga biasanya berhubungan
erat dengan perasaan syukur. Artinya orang yang pandai berterima kasih biasanya
ia penyabar, sedangkan orang yang tidak mengerti berterima kasih (kufr
ni'mat)biasanya emosinya mudah digelitik.
Dalam usaha problem solving
menyangkut berbagai urusan kehidupan, sabar merupakan kekuatan yang sangat
besar dan efektif. Oleh karena itu al-Qur'an secara jelas mengingatkan agar
dalam upaya memohon pertolongan kepada Tuhan, jangan lupa membangun
infrastruktur psikologinya yang terdiri dari kesabaran dan doa (salat). Ya
ayyuhalladzina amanu ista 'inu bis sabri was salat, innallaha ma'a as sobirin
(Q/2:l 53).
Menurut al-Qur'an kesabaran
manusia diuji ketika mengalami rasa takut, ketika lapar, kekurangan atau
kehilangan harta benda, kehilangan atau ditinggal mati keluarga, dan kekurangan
bahan makanan (Q.2:155). Kesabaran diuji baik ketika menghadapi kesulitan yang
datang dari luar dirinya (seperti bencana) atau dari dalam dirinya (sakit
misalnya)(Q:2:177). Kesabaran juga diuji ketika harus mendengar caci maki orang
(Q;73:10), ketika dalam posisi kalah perang dan ketika dalam posisi menang
dalam perang (Q;16:126), dan ketika harus menjalankan secara konsekuen hukum
tuhan (Q:76:24). Ciri orang sabar ialah ketika mengalami musibah ia
mengembalikan persoalannya
kepada Allah Yang Maha Kuasa
dengan mengucap Innalillahiwainnailaihiroji'un(Q:2:156). Kesabaran menempatkan
seseorang pada kedudukan yang tinggi, mengantar pada derajat taqwa. Oleh karena
itu dikatakan bahwa Allah selalu menyertai orang-orang yang sabar dan kita
diperintahkan untuk selalu mengingatkan yang lain agar bersabar dalam kebenaran
dan kasih sayang (Q/90:17 dan Q/103). Ujian
paling berat dalam sabar adalah ketika mula pertama mendapati sesuatu yang
tidak diinginkan, atau ketika menghadapi gempuran pertama (as sabru 'inda as
shadmat ala ula). Jika pada gempuran pertama seseorang tabah menghadapinya maka
pada tahapan berikutnya beban itu menjadi lebih ringan.
Ajaran spiritual Islam sangat
erat dengan kesehatan jiwa. Spiritualitas Islam dan kesehatan jiwa sama-sama
berhubungan erat dengan soal kejiwaan, akhlak dan kebahagiaan manusia.
Konsep-konsep Islam tentang kesehatan jiwa antara lain: Pertama, Al-Qur'an
dengan tegas menyatakan dirinya sebagai mauizahdan syifa'bagi jiwa, yakni obat
bagi segala penyakit hati yang terdapat dalam diri, sebagaimana tersebut dalam
surat Yunus, 10: 57. Dalam ayat ini digambarkan bahwa agama berisikan terapi
bagi gangguan jiwa. Dan biasanya penderita batin merasa dadanya sesak dan
banyak sekali ayat-ayat yang lain yang sejalan dengan ayat di atas, di
antaranya ialah al-Isra': 82 dan Fushshilat: 44.
Sifat sabar dalam Islam menempati
posisi yang istimewa. Al-Qur'an mengaitkan sifat sabar dengan bermacam-macam
sifat mulia lainnya. Antara lain dikaitkan dengan keyakinan (QS. As-Sajdah 32:
24), syukur (QS. Ibrahim 14:5), tawakkal (QS. An-Nahl 16:41-42) dan taqwa (QS.
Ali 'Imran 3:15-17). Mengaitkan satu sifat dengan banyak sifat mulia lainnya
menunjukkan betapa istimewanya sifat itu. Karena sabar merupakan sifat mulia
yang istimewa, tentu dengan sendirinya orang-orang yang sabar Juga menempati
posisi yang istimewa. Misalnya dalam menyebutkan orang-orang beriman yang akan
mendapat surga dan keridhaan Allah SWT, orang-orang yang sabar ditempatkan
dalam urutan pertama sebelum yang lain-lainnya. Perhatikan firman Allah berikut
ini: Artinya: "Katakanlah" "Inginkan aku kabarkan kepadamu apa
yang lebih baik dari yang demikian itu". Untuk orang-orang yang bertaqwa,
pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka
kekal di dalamnya. Dan ada pula pasangan-pasangan yang disucikan serta
keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Yaitu orang-orang
yang berdo'a: "Ya Tuhan Kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka
ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka. Yaitu
orang-orang yang sahar, yang benar, yang tetap ta'at, yang menafkahkan hartanya
(di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur." (QS. Ali 'Imran
3:15-17).
Di samping itu, setelah
menyebutkan dua belas sifat hamba-hamba yang akan mendapatkan kasih sayang dari
Allah SWT (dalam Surat Al-Furqan 25: 63-74), Allah SWT menyatakan bahwa mereka
akan mendapatkan balasan surga karena kesabaran mereka. Artinya untuk dapat
memenuhi dua belas sifat-sifat tersebut diperlukan kesabaran. Artinya:
"Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam
surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan
ucapan selamat di dalamnya". (QS. Al-Furqan/25: 75).
Di samping segala keistimewaan
itu, sifat sabar memang sangat dibutuhkan sekali untuk mencapai kesuksesan
dunia dan Akhirat. Seorang mahasiswa tidak akan dapat berhasil mencapai gelar
kesarjanaan tanpa sifat sabar dalam belajar. Seorang peneliti tidak akan dapat
menemukan penemuan-penemuan ilmiah tanpa ada sifat sabar dalam penelitiannya.
Demikianlah seterusnya dalam seluruh aspek kehidupan.
Menurut M. Quraish Shihab, Sabar
bukan berarti "lemah" atau "menerima apa adanya", tetapi ia
merupakan perjuangan yang menggambarkan kekuatan jiwa pelakunya sehingga mampu
mengalahkan (mengendalikan) keinginan nafsunya. Dari sini, tidak heran kalau
"puasa" dinamai "sabar", karena esensi pokok dari ibadah
ini adalah pengendalian diri yang berakhir dengan kemenangan. Dari hakikat
makna sabar yang dikemukakan di atas, jelas pula bahwa ia bukannya mengendapkan
seluruh keinginan sampai terlupakan "di bawah sadar" sehingga dapat
menimbulkan
kompleks-kompleks kejiwaan,
tetapi ia adalah pengendalian keinginan-keinginan yang dapat menjadi hambatan
bagi pencapaian sesuatu yang luhur (baik) dan atau mendorong jiwa sehingga
pelakunya mencapai cita-cita yang didambakannya.
Apabila memperhatikan pendapat M.
Quraish Shihab dan uraian sebelumnya, serta dengan memperhatikan makna sabar,
peran dan fungsinya, maka penulis melihat bahwa jalan-raya yang dilalui dalam
kehidupan ini tidak selamanya datar. Tapi, adakalanya mendaki dan menurun,
kadang-kadang jalan itu bertaburan dengan unak dan duri. Adakalanya manusia
mendapat nikmat dan adakalanya pula ditimpa kesusahan atau musibah. Ada saat
tertawa dan ada waktu menangis; ada masa bahagia dan ada waktu menderita,
adakalanya menang dan adakalanya kalah, dan lain-lain sebagainya.Ini adalah
hukum-alam, sunnatullah.
Dalam tiap-tiap keadaan dan
situasi itu haruslah dihadapi dengan sikap jiwa yang telah digariskan oleh
Al-Quran. Sudah dijelaskan bahwa tatkala mendapat nikmat dan bahagia, manusia
haruslah bersyukur. Sekarang, apabila mendapat kesusahan atau ditimpa bencana
(musibah) haruslah bersikap sabar. Kesusahan dan musibah itu bermacam-macam.
Adakalanya berbentuk tekanan jiwa, kemiskinan, kehilangan harta kematian anak
dan lain-lain. Semua kesusahan itu adalah merupakan cobaan. Yang dapat
dijadikan perisai menahan cobaan itu ialah sikap sabar. Orang yang bersikap
sabar tatkala mendapat cobaan, lekas-lekas meloncat kepada satu tumpuan tempat
kembali. Semua datang dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya.