Di tengah-tengah berbagai
aktivitas sosial, keagamaan tersebut, H.M. Quraish Shihab juga tercatat sebagai
penulis yang sangat prolifik. Buku-buku yang ia tulis antara lain berisi kajian
di sekitar epistemologi Al-Qur'an hingga menyentuh permasalahan hidup dan
kehidupan dalam konteks masyarakat Indonesia kontemporer. Beberapa karya tulis
yang telah dihasilkannya antara lain: disertasinya: Durar li al-Biga'i(1982),
Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat(1992), Wawasan
Al-Qur'an:Tafsir Maudlu'i atas Berbagai Persoalan Umat (1996), Studi Kritis
Tafsir al-Manar(1994), Mu'jizat Al-Qur'an Ditinjau dari Aspek Bahasa(1997),
Tafsir al-Mishbah.
Selain itu ia juga banyak menulis
karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan. Di majalah Amanah
dia mengasuh rubrik "Tafsir al-Amanah", di Harian Pelita ia pernah
mengasuh rubrik "Pelita Hati", dan di Harian Republika dia mengasuh
rubrik atas namanya sendiri, yaitu "M. Quraish Shihab Menjawab".
Quraish Shihab memang bukan
satu-satunya pakar al-Qur'an di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan
dan meyampaikan pesan-pesan al-Qur'an dalam konteks masa kini dan masa modern
membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Qur'an lainnya.
Dalam hal penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur'an yang berhubungan dengan
sabar, ia cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir
maudu’i(tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat
al-Qur'an yang tersebar dalam berbagai surahyang membahas masalah yang sama,
yaitu tentang sabar kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat
tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah
yang
menjadi pokok bahasan.
Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat al-Qur'an
tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat
al-Qur'an sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.
Quraish Shihab banyak menekankan
perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku
pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat
difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya,
khususnya di tingkat pasca sarjana, agar berani menafsirkan al-Qur'an, tetapi
dengan tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang sudah dipandang
baku. Menurutnya, penafsiran terhadap al-Qur'an tidak akan pernah berakhir.
Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran baru sejalan dengan perkembangan
ilmu dan tuntutan kemajuan. Meski begitu ia tetap mengingatkan perlunya sikap
teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan al-Qur'an sehingga seseorang
tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat al-Qur'an. Bahkan,
menurutnya adalah satu dosa besar bila seseorang mamaksakan pendapatnya atas
nama al-Qur'an.