Dalam pengertian keagamaan, dakwah memasukkan aktifitas tablîgh
(penyiaran), tatbîq(penerapan/pengamalan) dan tandhîm(pengelolaan)
(Sulthon, 2003: 15). Kata dakwah berasal dari bahasa Arab dalam bentuk
masdar(infinitif) dari kata kerja da'â yad'û di mana kata
dakwah ini sekarang sudah umum dipakai oleh pemakai bahasa Indonesia,
sehingga menambah perbendaharaan bahasa Indonesia (Munsyi, 1981: 11).
Kata da'wah secara harfiyah bisa diterjemahkan menjadi:
"seruan, ajakan, panggilan, undangan, pembelaan, permohonan (do'a)
(Pimay, 2005: 13).
Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat tentang
definisi dakwah, antara lain: Ya'qub (1973: 9), dakwah adalah mengajak
umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk
Allah dan RasulNya. Menurut Anshari (1993: 11), dakwah adalah semua
aktifitas manusia muslim di dalam berusaha merubah situasi kepada situasi
yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dengan disertai kesadaran dan
tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan terhadap Allah
SWT.
Dalam pengertian yang integralistik, dakwah merupakan suatu
proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban
dakwah untuk mengubah sasaran dakwahagar bersedia masuk ke jalan
Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami (Hafidhuddin,
2000: 77).
Dakwah adalah setiap usaha rekonstruksi masyarakat yang masih
mengandung unsur-unsur jahili agar menjadi masyarakat yang Islami (Rais,
1999: 25). Oleh karena itu Abu Zahrah menegaskan bahwa dakwah Islamiah
itu diawali dengan amar ma'rû‘fdan nâhî‘munkar, maka tidak ada
penafsiran logis lainlagi mengenai makna amar ma'rû‘fkecuali
mengesakan Allah secara sempurna, yakni mengesakan pada zat sifatNya
(Zahrah, 1994: 32). Lebih jauh dari itu, pada hakikatnya dakwah Islam
merupakan aktualisasi imani (teologis)yang dimanifestasikan dalam suatu
sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang
dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir,
bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosio
kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam
semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu (Achmad, 1983:
2).
Keanekaragaman pendapat para ahli seperti tersebut di atas
meskipun terdapat kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan namun bila
dikaji dan disimpulkan bahwa dakwahmerupakan kegiatan yang dilakukan
secara ikhlas untuk meluruskan umat manusia menuju pada jalan yang
benar. Untuk dakwah diupayakan dapat berjalan sesuai dengan situasi dan
kondisi mad'u.
Adapun pijakan dasar pelaksanaan dakwah adalah al-Qur'an dan
Hadits. Di dalam dua landasan normatif tersebut terdapat dalil naqli yang
ditafsirkan sebagai bentuk perintah untuk berdakwah. Dalam al-Qur'an dan
Hadits juga berisi mengenai tata cara dan pelaksanaan kegiatan dakwah.
Perintah untuk berdakwah kali pertama ditunjukkan kepada utusan
Allah, kemudian kepada umatnya baik secara umum, kelompok atau
organisasi.
Dasar hukum pelaksanaan dakwah tersebut antara lain:
1. Perintah dakwah yang ditujukan kepada para utusan Allah tercantum
pada al-Quran Surat Al Maidah ayat 67:
Artinya: “Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (Depag, 2004: 120).
2. Perintah dakwah yang ditunjukkan kepada umat Islam secara umum
tercantum dalam al-Qur'an Surat An-Nahl ayat 125. Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan yang Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan berbantahlah kepada
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang tersesat dari
jalannya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk” (Depag, 2000: 282).
3. Perintah dakwah yang ditujukan kepada muslim yang sudah berupa
panduan praktis tercantum dalam hadits: Artinya: Dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab dari Abu Said
berkata: saya telah mendengar Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa diantara kamumelihat kemungkaran, maka
hendaklah ia merubah dengan tangannya, apabila tidak
mampu (mencegah dengan tangan) maka hendaklah ia
merubah dengan lisannya, dan apabila (dengan lisan) tidak
mampu maka hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itu
adalah selemah-lemah iman’.(HR. Muslim) (Muslim, t.th: 50).