Sejarah Semarang berawal kurang
lebih pada abad ke 8 M, yaitu daerah pesisir yang bernama Bergota (ada ahli
sejarah yang menyebutnya Plagota) dan merupakan bagian dari kerajaanMataram
Kuno. Daerah tersebut pada masa itu merupakan pelabuhan yang ramai dan masih
berupa gugusan kepulauan kecil-kecil. Akibat pengendapan gugusan tersebut
kemudian menyatu membentuk daratan. Bahkan kota Semarag Bawah yang kita kenal
sekarang ini dahulu merupakan laut. Pelabuhan tersebut diperkirakan berada di
Pasar Bulu sekarang memanjang masuk ke pelabuhan Simongan tempat armada
Laksamana Cheng Ho mendarat pada tahun 1406 M. Ditempat pendaratannyaLaksamana
Cheng Ho mendirikan kelenteng dan masjid yang sampai sekarang masih dikunjungi
dan disebut Kelenteng Gedong Batu (Sam Poo Kong).
Lalu pada akhir abad ke 15 M ada
seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran Made Pandan bersama putranya
Raden Pandan Arang pergi ke pesisir utara bagian barat untuk mencari daerah
baru . Disuatu tempat yang sekarang menjadi bagiandari bukit pemakaman Bergota,
beliau membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan agama Islam. Dari
waktu ke waktu daerahitu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu muncullah
pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan gelar atau
nama daerah itu menjadi Semarang. Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala
daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya,
pimpinan daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II.
Di bawah pimpinan Pandan Arang
II, daerah Semarang semakin menunjukkan pertumbuhannya yang meningkat, sehingga
menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Karena persyaratan peningkatan
daerah dapat dipenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan
Kabupaten. Pada tanggal 2 Mei 1547 bertepatan dengan peringatan maulid Nabi
Muhammad SAW, tanggal 12 rabiul awal tahun 954 H disahkan oleh Sultan
Hadiwijayasetelah berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga. Tanggal 2 Mei kemudian
ditetapkan sebagai hari jadi kota Semarang.
Kemudian pada tahun 1678
Amangkurat II dari Mataram, berjanji kepada VOC untuk memberikan Semarang
sebagai pembayaran hutangnya, dia mengklaim daerah Priangan dan pajak dari
pelabuhan pesisir sampai hutangnya lunas. Pada tahun 1705 Susuhunan Pakubuwono
I menyerahkan Semarang kepada VOC sebagai bagian dari perjanjiannya karena
telah dibantu untuk merebut Kartasura. Sejak saat itu Semarang resmi menjadi
kota milik VOC dan kemudian Pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1906 dengan Stanblat Nomor
120 tahun 1906 dibentuklah Pemerintah Gemeente. Pemerintah kota besar ini
dikepalai oleh seorang Burgemeester (Walikota). Sistem Pemerintahan ini
dipegang oleh orang-orang Belanda berakhir pada tahun 1942 dengan datangya
pemerintahan pendudukan Jepang. Pada masa Jepang terbentuklah pemerintah daerah
Semarang yang di kepalai Militer (Shico) dari Jepang. Didampingi oleh dua orang
wakil (Fuku Shico) yang masing-masing dari Jepang dan seorang bangsa Indonesia.
Tidak lama sesudah kemerdekaan, yaitu tanggal 15 sampai 20 Oktober 1945
terjadilah peristiwa kepahlawanan pemuda-pemuda Semarang yang bertempur melawan
balatentara Jepang yang bersikeras tidak bersedia menyerahkan diri kepada
Pasukan Republik. Perjuangan ini dikenal dengan nama Pertempuran lima hari di
Semarang.
Tahun 1946 lnggris atas nama
Sekutu menyerahkan kota Semarang kepada pihak Belanda.Ini terjadi pada tangga
l6 Mei 1946. Tanggal 3 Juni 1946 dengan tipu muslihatnya, pihak Belanda
menangkap Mr. Imam Sudjahri, walikota Semarang sebelum proklamasi kemerdekaan.
Selama masa pendudukan Belanda tidak ada pemerintahan daerah kota Semarang.
Narnun para pejuang di bidang pemerintahan tetap menjalankan pemerintahan di
daerah pedalaman atau daerah pengungsian diluar kota sampai dengan bulan
Desember 1948. daerah pengungsian berpindah-pindah mulai dari kota Purwodadi,
Gubug, Kedungjati, Salatiga, dan akhirnya di Yogyakarta. Pimpinan pemerintahan
berturut-turut dipegang oleh R Patah, R.Prawotosudibyo dan Mr Ichsan. Pemerintahan pendudukan
Belanda yang dikenal dengan Recomba berusaha membentuk kembali pemerintahan
Gemeente seperti dimasa kolonial dulu di bawah pimpinan R Slamet Tirtosubroto.
Hal itutidak berhasil, karena dalam masa pemulihan kedaulatan harus menyerahkan
kepada Komandan KMKB Semarang pada bulan Februari 1950. tanggal I April 1950
Mayor Suhardi, Komandan KMKB. menyerahkan kepemimpinan pemerintah daerah
Semarang kepada Mr Koesoedibyono, seorang pegawai tinggi Kementrian Dalam
Negeri di Yogyakarta. Beliau menyusun kembali aparat pemerintahan guna
memperlancar jalannya pemerintahan. Sejak tahun 1945 para walikota yang
memimpin kota besar Semarang yang kemudian menjadi Kota Praja dan akhirnya
menjadi Kota Semarang.
Posisi geografi Kota Semarang
terletak di pantai Utara Jawa Tengah, tepatnya pada garis 6º, 5' - 7º, 10'
Lintang Selatan dan 110º, 35' Bujur Timur. Sedang luas wilayah mencapai
37.366.838 Ha atau 373,7 Km2. Letak geografi Kota Semarang ini dalam koridor
pembangunan Jawa Tengah dan merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni koridor
pantai Utara, koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten
Magelang, Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur
ke arah Kabupaten Demak/Grobogan dan Barat menuju Kabupaten Kendal. Dalam
perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan, terutama
dengan adanya pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan)
serta transport udara yang merupakan potensi bagi simpul transport Regional
Jawa Tengah dan kota transit Regional Jawa Tengah. Posisilain yang tak kalah
pentingnya adalah kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung sebagai
pusat wilayah nasional bagian tengah.
Jumlah Penduduk Kota Semarang
pada tahun 2006 (data terbaru dari BPS) sebesar 1.434.025 jiwa. Dengan jumlah
tersebut Kota Semarang termasuk 5 besar Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah
penduduk terbesar di Jawa Tengah. Jumlah penduduk pada tahun 2006 tersebut
terdiri dari 711.761 penduduk laki-laki dan 722.264 penduduk perempuan.
Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Semarang Selatan
sebesar 14.470 orang per km2, sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan
Mijen sebesar 786 orang per km2. Jumlah usia produktif cukup besar, mencapai
69.30% dari jumlah penduduk. Ini menunjukkan potensi tenaga kerja dan segi kuantitas
amat besar, sehingga kebutuhan tenaga kerja bagi mereka yang tertarikmenanamkan
investasinya di sini tidak menjadi masalah lagi. Belum lagi penduduk dari
daerah hinterlandnya. Sementara itu jika kita lihat mata pencaharian penduduk
tersebut tersebar pada pegawai negeri, sektor industri, ABRI, petani, buruh
tani, pengusaha; pedagang, angkutan dan selebihnya pensiunan. Dari aspek
pendidikan rata-rata anak usia sekolah
di Kota Semarang dapat melanjutkan hingga batas wajar sembilan tahun, bahkan
tidak sedikit yang lulus SLTA dan Sarjana. Meskipun masih ada sebagian yang
tidak mengenyam pendidikan formal, namun demikian dapat dicatat bahwa sejak
tahun 2003 penduduk Kota Semarang telah bebas dan 3 buta (buta aksara, buta
angka dan buta pengetahuan dasar). Dengan komposisi struktur pendidikan
demikian ini cukup mendukung perkembangan Kota Semarang, apalagi peningkatan
kualitas penduduk yang selalu mendapat prioritas utama didalam upaya
peningkatan kesejahteraan. Tingkat kepadatan penduduk memang belum merata.
Penduduk lebih tersentral di pusat kota. Pertumbuhan penduduk rata-rata
1,43%/tahun. Ini berarti laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan,setidaknya
terkendali dan kesejahteraan umum segera terealisasi.