Di dalam Islam telah ditetapkan
syaratdan rukun jual beli, agar dapat dikatakan sah menurut hukum Islam apabila
telah dipenuhi syarat dan rukun tersebut. Secara bahasa, syarat adalah
“ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan,” sedangkan
rukun adalah “yang harus
dipenuhi untuk sahnya suatu
pekerjaan”.
Adapun syarat dan rukun dalam
jual beli adalah :
Syarat-Syarat Sah Jual Beli
a.
Penjual dan Pembeli (aqidain) Yang dimaksud dengan aqidainadalah orang yang mengadakan aqad
(transaksi). Di sini dapat berperan sebagai penjual dan pembeli. Adapun
persyaratan yang harus dipenuhi oleh orang yang mengadakan aqad (transaksi)
antara lain: 1) Berakal, agar dia tidak
terkicuh, orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya. 2) Dengan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa)
dan didasari asas suka sama. 3)
Keadaannya tidak mubazir(pemboros) karena harta orang yang mubazir itu
di tangan walinya. 4) Baligh, anak kecil
tidak sah jualbelinya. Adapun anak-anak yang udah mengerti tetapi belum sampai
umur dewasa, menurut pendapat sebagian ulama, bahwa mereka dibolehkan berjual
beli barang yang kecil-kecil karena kalau tidak diperbolehkan sudah tentu
menjadi kesulitan dan kesukaran sedang agama Islam sekali-kali tidak akan mengadakan
aturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.
b.
Uang/harga dan barang (ma’qud ‘alaih). Adapun
syarat-syarat jual beli ditinjau dari ma’qud ‘alaih yaitu : 1) Suci Barangnya. Ulama Malikiyah berpendapat
bahwa tidak sah jual beli barang najis, seperti tulang bangkai dan kulitnya
walaupun telah disamak, karena barang tersebut tidak dapat suci dengan disamak,
termasuk khamer, babi dan anjing. Tetapi sebagian ulama malikiyah membolehkan
jual beli anjing yang digunakan untuk berburu, menjaga rumah dan perkebunan.
Menurut madzhab Hanafi dan Zahiri, semua barang yang mempunyai nilai manfaat
dikategorikan halal untuk dijual. Untuk itu mereka berpendapat bahwa boleh
menjual kotoran-kotoran dan sampah-sampah yang mengandung najis karena sangat
dibutuhkan penggunaannya untuk keperluan perkebunan dan dapat digunakan sebagai
pupuk tanaman. Demikian pula diperbolehkan menjual setiap barang najis yang
dapat dimanfaatkan selain untuk dimakan dan diminum seperti minyak najis untuk
keperluan penerangan dan untuk cat pelapis serta digunakan mencelup wenter.
Semua barang tersebut dan sejenisnya boleh
diperjual belikan meskipun najis selama penggunaannya tidak untuk
dimakan. 2) Dapat diambil manfaatnya
Menjualbelikan binatang serangga, ular, semut, tikus atau binatang-binatang
lainnya yang buas adalah tidak sah kecuali untuk dimanfaatkan. Adapun jual beli
harimau, buaya, kucing, ular dan binatang lainnya yang bergunauntuk berburu,
atau dapat dimanfaatkan maka diperbolehkan. 3)
Milik orang yang melakukan akad Menjualbelikan sesuatu barang yang bukan
menjadi miliknya sendiri atau tidak mendapatkan ijin dari pemiliknya adalah
tidak sah. Karena jual beli baru bisa dilaksanakan apabila yang berakad
tersebut mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli. 4) Dapat diserahterimakan. Barang yang diakadkan
harus dapat diserahterimakan secara cepat atau lambat, tidak sah menjual
binatang-binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap lagi, atau barang
yang sulit dihasilkannya. 5) Dapat
diketahui. Barang yang sedang dijualbelikan harus diketahui banyak, berat, atau
jenisnya. Demikian pula harganya harus diketahui sifat, jumlah maupun masanya.
Jika barang dan harga tidak diketahui atau salah satu dari keduanya
tidakdiketahui, maka jual beli tidak sah karena mengandung unsur penipuan. Mengenai syarat mengetahui barang
yang dijualcukup degan penyaksian barang sekalipun tidak diketahui jumlahnya.
Untuk barang zimmah (dapat dihitung, ditakar), maka kadar kualitas dan
kuantitas harus diketahui oleh pihak berakad. Barang-barang yang tidak dapat
dihadirkan dalam majlis, transaksinya disyaratkan agar penjual menerangkan
segala sesuatu yangmenyangkut barang itu sampai jelas bentuk dan ukurannya
serta sifat dan kualitasnya. Jika ternyata pada saat penyerahanbarang itu cocok
dengan apa yang telah diterangkan penjual, maka jadilah transaksi itu. Akan
tetapi jika menyalahi keterangan penjual, maka khiyar berlaku bagi pembeli
untuk meneruskan atau membatalkan transaksi. Demikian juga boleh
memperjualbelikan barang yang tidak ada di tempat seperti jual beli yang tidak
diketahui secara terperinci. Caranya kedua belah pihak melakukan akad perihal
barang yang ada tetapi tidak diketahui kecuali dengan perkiraan oleh para ahli
yang biasanya jarang meleset. Sekiranya nanti terjadi ketidakpastian biasanya
pula bukanlah hal yang berat. Karena bisa saling memaafkan dan kecilnya
kekeliruan. Diperbolehkan pula jula beli yang diketahui kriterianya saja,
seperti barang yang tertutup dalam kaleng, tabung oksigen, minyak tanah melalui
kran pompa yang tidak terbuka, kecuali waktu penggunaannya.
c.
Ijab dan qabul (sighat/aqad). Sighat atau ijab-qabul
artinyaikatan berupa kata-kata penjual dan pembeli. Umpamanya: “Saya jual
padamu …” atau “Saya serahkan ini … untuk kamu miliki”. Kemudian si pembeli
mengucapkan, “Saya terima” atau “ya, saya beli”. Dalam Fiqih al-Sunnah
dijelaskan ijab adalah ungkapan yang
keluar terlebih dahulu darisalah satu pihak sedangkan qabul yang kedua. Dan
tidak ada perbedaan antara orang yang mengijab dan menjual serta mengqabul si
pembeli atau sebaliknya, dimana yang mengijabkan adalah si pembeli dan yang
mengqabul adalah si penjual.
Rukun Jual Beli
Jual beli dalam Islam dianggap
sah apabila memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Adapun rukun jualbeli itu ada
tiga macam:
a. Penjual dan pembeli (aqidain)
b. Uang /harga dan barang (ma’qud
‘alaih)
c. Ijab dan qabul (sighot/aqad)
Dari sekian syarat dan rukun
jual beli, baik dari segi orang yang menjalankan akad (aqidain), maupun
barang yang dijadikan obyek akad, harus terpenuhi sehingga transaksi jual beli
itu sah sebagaimana ketentuan yang digariskan oleh syari’at Islam. Demikian
pula sebaliknya akan dianggap sebagai transaksi yang fasid apabila jualbeli
tersebut tidak terpenuhi syarat dan rukunnya.