Pada Tahun 2001, ISO-suatu lembaga
internasional dalam perumusan
standar atau pedoman, menggagaskan perlunya standar tanggungjawab sosial perusahaan (CSR standard). Setelah
mengalami diskusi panjang selama hampir 4 tahun tentang gagasan ini,
akhirnya Dewan managemen ISO menetapkan bahwa yang diperlukan adalah Standar
Tanggungjawab Sosial atau Social
Responcibility Standard (ISO). CSR merupakan salah satu
bagian dari SR. Tidak hanya perusahaan yang perlu terpanggil melakukan
SR tetapi semua organisasi, termasuk Pemerintah dan LSM.) Sejak januari
2005 dibentuk kelompok kerja ISO 26000 untuk merumuskan draf Standar SR.
Definisi tanggungjawab Sosial (Social Responsibility )(SR), berdasarkan dokumen draf dokumen ISO 26000, adalah etika dan tindakan terkait tanggungjawab organisasi yang mempertimbangkan dampak aktivitas
organisasi pada berbagai pihak dengan cara-cara yang konsisten dengan
kebutuhan masyarakat.
Social Responcibility (SR) merupakan kepedulian dan tindakan managemen organisasi pada masyarakat dan lingkungan,
disamping harus mentaati aspel legal yang berlaku. ISO 26000 memberikan prinsip-prinsip dasar, isu-isu
universal dan kerangka pikir yang menjadi landasan umum bagi
penyelenggaraan SR oleh setiap organisasi, tanpa membedakan
ukuran dan jenis
organisasi. ISO 26000 tidak dimaksudkan untuk menjadi standar sistem managemen
dan tidak untuk sertifikasi perusahaan. ISO 26000, juga tidak
dimaksudkan untuk menggantikan
konsensus internasional yang
sudah ada, tetapi
untuk melengkapi dan memperkuat berbagai konsensus
internasional, misalnya tentang
lingkungan, hak asasi manusia, pelindungan pekerja, MDGs, dan lain
sebagainya.
Prinsip Penyelenggaraan SR
antara lain terkait
dengan pembangungan
berkelanjutan, penentuan dan
pelipatan stakeholders; komunikasi kebijakan
kinerja SR, penghargaan
terhadap nilai-nilai universal,
pengintegrasian SR dalam
kegiatan normal organisasi.
Oleh karena itu, ada tujuh isu
utama dalam perumusan ISO 26000 yaitu 1) isu lingkungan, 2) isu hak asasi manusia, 3) isu praktik ketenaga-kerjaan,
4) isu pengelolaan organisasi, 5) isu praktik beroperasi yang adil, 6)
isu hak dan perlindunagn konsumen, dan 7)
isu partisipasi masyarakat, Dokumen Final ISO 26000 dipublikasi pada awal tahun 2009. Diharapkan keberadaan ISO 26000
akan berdampak positif
pada upaya percepatan
penanggulangan masalah
kemiskinan, masalah pangan dan gizi, masalah kesehatan, masalah pendidikan, dan masalah kesejahteraan sosial. Penerapan CSR di perusahaan akan menciptakan iklim
saling percaya di dalamnya, yang akan
menaikkan motivasi dan komitmen karyawan. Pihak konsumen, investor, pemasok, dan stakeholders yang
lain juga telah terbukti lebih
mendukung perusahaan yang
dinilai bertanggung jawab
sosial, sehingga meningkatkan peluang
pasar dan keunggulan
kompetitifnya.
Dengan segala kelebihan
itu, perusahaan yang
menerapkan CSR akan menunjukkan kinerja yang lebih baik serta
keuntungan dan pertumbuhan yang
meningkat. Ternyata pada saat ini
belum tersedia formula yang dapat memperlihatkan hubungan praktik CSR terhadap keuntungan perusahaan, sehingga banyak kalangan dunia usaha yang bersikap skeptis dan
menganggap CSR tidak memberi dampak
atas prestasi usaha, karena mereka memandang bahwa CSR
hanya merupakan komponen
biaya yang mengurangi
keuntungan.
Praktik CSR akan
berdampak positif, jika
dipandang sebagai investasi
jangka panjang, karena dengan melakukan
praktik CSR yang berkelanjutan,
perusahaan akan mendapat tempat di
hati dan izin operasional dari masyarakat, bahkan
mampu memberikan kontribusi
bagi pembangunan berkelanjutan.)
Salah satu
bentuk dari tanggungjawab sosial perusahaan yang sering diterapkan di Indonesia adalah community development. Perusahaan yang mengedepankan konsep ini akan lebih menekankan
pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat, sehingga akan menggali potensi
masyarakat lokal yang menjadi modal sosial perusahaan
untuk maju dan
berkembang.
Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan,
cara ini juga dapat membangun citra sebagai perusahaan yang ramah dan peduli
lingkungan. Selain itu, akan tumbuh rasa
percaya dari masyarakat. Rasa memiliki perlahan-lahan muncul
dari masyarakat, sehingga
masyarakat merasakan bahwa
kehadiran perusahaan di daerah mereka akan berguna dan bermanfaat.)
Kepedulian kepada masyarakat
sekitar komunitas dapat
diartikan
sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai
peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah
komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas.
CSR adalah
bukan hanya sekedar kegiatan amal, dimana CSR mengharuskan
suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan
sungguh-sungguh memperhitungkan
akibatnya terhadap seluruh
pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk
membuat keseimbangan antara kepentingan
beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang
merupakan salah satu
pemangku kepentingan internal.)
Setidaknya ada tiga alasan penting
mengapa kalangan dunia usaha
harus merespon dan mengembangkan isu tanggungjawab sosial
sejalan dengan operasi usahanya. Pertama,
perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh
karenanya wajar, bila
perusahaan memperhatikan
kepentingan
masyarakat. Kedua,
kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis
mutualisme. Ketiga
, kegiatan tanggung jawab
sosial merupakan salah
satu cara untuk
meredam atau bahkan menghindari konflik sosial .) Program yang
dilakukan oleh suatu
perusahaan dalam kaitannya dengan
tanggungjawab sosial di Indonesia dapat digolongkan dalam tiga bentuk, yaitu:)
a. Public Relations
Usaha untuk menanamkan persepsi
positif kepada komunitas tentang kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan.
b. Strategi defensif
Usaha yang
dilakukan perusahaan guna menangkis anggapan negatif
komunitas yang sudah tertanam terhadap kegiatan perusahaan,
dan biasanya untuk melawan serangan negatif dari anggapan
komunitas. Usaha CSR yang dilakukan adalah untuk
merubah anggapan yang berkembang sebelumnya dengan
menggantinya dengan yang baru yang bersifat positif.
c. Kegiatan yang berasal dari visi perusahaan
Melakukan program untuk kebutuhan
komunitas sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan
yang berbeda dari hasil dari perusahaan itu sendiri. Program pengembangan masyarakat di Indonesia dapat dibagi dalam tiga
kategori yaitu:
a. Community Relation
Yaitu kegiatan-kegiatanyang menyangkut
pengembangan kesepahaman
melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Dalam kategori ini, program lebih
cenderung mengarah pada bentukbentuk kedermawanan (charity) perusahaan.
b. Community Services
Merupakan
pelayanan perusahaan untuk
memenuhi kepentingan masyarakat atau kepentingan
umum. Inti dari
kategori ini adalah memberikan
kebutuhan yang ada di masyarakat dan pemecahan masalah dilakukan
oleh masyarakat sendiri sedangkan perusahaan hanyalah sebagai fasilitator dari pemecahan masalah tersebut.
c. Community Empowering
Adalah program-program yang
berkaitan dengan memberikan akses
yang lebih
luas kepada masyarakat
untuk menunjang kemandiriannya, seperti pembentukan usaha
industri kecil lainnya yang secara alami anggota masyarakat sudah mempunyai
pranata pendukungnya dan
perusahaan memberikan
akses kepada pranata
sosial yang ada
tersebut agar dapat berlanjut.
Dalam kategori ini, sasaran utama adalah kemandirian komunitas.)
Dari sisi masyarakat, praktik CSR
yang baik akan meningkatkan nilai tambah adanya
perusahaan di suatu daerah, karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan
kualitas sosial di
daerah tersebut. Sesungguhnya substansi keberadaan CSR
adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu
sendiri dengan jalan membangun kerja sama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun
program-program pengembangan
masyarakat sekitarnya. Pada saat ini di Indonesia, praktik CSR belum menjadi perilaku yang umum, namun
dalam abad informasi dan teknologi serta adanya desakan globalisasi, maka tuntutan
terhadap perusahaan untuk
menjalankan CSR semakin besar.
Tidak menutup kemungkinan bahwa CSR menjadi
kewajiban baru standar bisnis yang harus dipenuhi seperti layaknya standar
ISO. Dan diluncurkan ISO 26000 on Social Responsibility, sehingga
tuntutan dunia usaha menjadi semakin jelas akan
pentingnya program CSR dijalankan
oleh perusahaan apabila menginginkan
keberlanjutan dari perusahaan tersebut. CSR akan
menjadi strategi bisnis
yang inheren dalam
perusahaan untuk menjaga atau meningkatkan daya saing melalui reputasi
dan kesetiaan merek produk
(loyalitas) atau citra perusahaan. Kedua hal tersebut akan menjadi keunggulan kompetitif perusahaan yang sulit untuk ditiru oleh
para pesaing. Di lain pihak, adanya pertumbuhan
keinginan dari konsumen untuk membeli produk berdasarkan kriteria-kriteria
berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah
perilaku konsumen di masa mendatang.
Implementasi kebijakan CSR adalah suatu proses yang terus menerus
dan berkelanjutan. Dengan demikian akan tercipta satu ekosistem yang menguntungkan semua pihak (true
win win situation) konsumen mendapatkan produk
unggul yang ramah
lingkungan, produsen pun mendapatkan
profit yang sesuai yang pada akhirnya akan dikembalikan ke tangan masyarakat secara tidak langsung. Pelaksanaan CSR di
Indonesia sangat tergantung
pada pimpinan
puncak korporasi.
Artinya, kebijakan CSR
tidak selalu dijamin
selaras
dengan visi dan misi korporasi.
Jika pimpinan perusahaan
memiliki kesadaran moral yang tinggi, besar kemungkinan
korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR
yang benar. Sebaliknya,
jika orientasi pimpinannya
hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham (produktivitas tinggi, profit besar,
nilai saham tinggi)
serta pencapaian prestasi pribadi, boleh jadi kebijakan CSR hanya
sekadar kosmetik. Sifat CSR yang
sukarela, absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia sebagai negara ideal
bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Yang penting,
Laporan Sosial Tahunannya
tampil mengkilap, lengkap dengan tampilan
foto aktivitas sosial
serta dana program
pembangunan komunitas yang
telah direalisasi. Sekali lagi untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan
program CSR, diperlukannya komitmen yang kuat, partisipasi
aktif, serta ketulusan dari semua pihak yang peduli terhadap program-program CSR.
Program CSR menjadi
begitu penting karena kewajiban manusia untuk bertanggungjawab
atas keutuhan kondisi-kondisi kehidupan
umat manusia di masa datang. Sebagai contoh,
terdapat sebuah perusahaan
di Indonesia yang
menjalankan strategi bisnis dengan konsep 3P yaitu Profit, memastikan
bahwa tetap mampu memenuhi permintaan dengan kualitas
tinggi dan biaya
murah sebagai sebuah perusahaan internasional yang kompetitif. Konsep kedua yaitu Planet, memastikan
bahwa pelaksanaan usaha tetap melindungi keanekaragaman hayati
dan mengurangi penurunan
kualitas lingkungan. Konsep ketiga People dengan
meyediakan kesempatan untuk
ikut serta dalam pengentasan kemiskinan
serta menjadi tempat
untuk pilihan pekerjaan.
Perusahaan tersebut memiliki 6 konsep srategi pelaksanaan CSR yaitu environment,
community empowerment, improving
workplace, volunterism,
stakeholders engagement dan transparency.)
Penerapan CSR
dimulai pada tahun 1993 dimana
pelaksanaan program CD
dijalankan oleh Public Relations
dengan kegiatan yang bersifat insidental
dan kedermawanan. Pada
1999 July 2005
kegiatan CD lebih mengarah
ke penguatan komunitas di bawah Departemen
Community Development yang kemudian didirikan Community
Development Foundation.
Pada November 2005 CSR Department
terbentuk dan pada tahun 2007
dibentuk Sustainability Director dan menandatangani
The Global Compact untuk mendukung terwujudnya tujuan-tujuan Millenium
Development
Goals (MDGs). Perusahaan tersebut
menyimpulkan bahwa melaksanakan
bisnis di Indonesia
memiliki tantangan yang
besar terutama untuk
perusahaan extractive. Bisnis bukan hanya
dilaksanakan beyond compliance tapi harus juga melibatkan
stakeholder (stakeholders engagement) . Perusahaan tersebut
berkomitmen untuk menjalankan
usaha dengan mengutamakan prinsip-prinsip sustainable
management, Socio-economic contribution dan conservation and
environmental responsibility.
CSR sebagai
core competency dilakukan sebagai sebuah nilai yang dilakukan
oleh semua. Salah satu yang dilakukan
perusahaan tersebut adalah
melakukan collaborative effort dengan LSM sebagai usaha untuk mengelola
konflik dan isu sosial
serta ekonomi yang
merupakan tiket untuk
melakukan bisnis sehingga bisa menjanjikan bisnis yang
berkelanjutan. Secara singkat
CSR dapat diartikan sebagai tanggungjawab sosial perusahaan yang bersifat sukarela. CSR adalah konsep yang mendorong organisasi untuk memiliki tanggungjawab sosial
secara seimbang kepada pelanggan, karyawan,
masyarakat, lingkungan, dan
seluruh stakeholder. Sedangkan program charity dan community
development merupakan bagian dari pelaksanaan CSR .
Dalam praktiknya, charity
dan
community development
dikenal
lebih dahulu terkait
interaksi perusahaan dengan
lingkungan sekitarnya. Serta, kebutuhan
perusahaan untuk lebih
dapat diterima masyarakat.
Sementara itu, lebih
jauh CSR dapat
dimaknai sebagai komitmen dalam menjalankan bisnis dengan
memperhatikan aspek sosial, norma-norma
dan etika yang berlaku, bukan saja pada lingkungan sekitar, tapi juga pada
lingkup internal dan eksternal yang lebih luas. Tidak hanya itu,
CSR dalam jangka
panjang memiliki kontribusi
positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan
meningkatnya kesejahteraan. misalnya, ada community based development
project yang lebih mengedepankan
pembangunan keterampilan dan kemampuan kelompok masyarakat.
Ada pula yang
fokus pada penyediaan kebutuhan sarana. Dan, yang paling umum adalah
memberikan bantuan sosial
secara langsung maupun
tidak langsung guna
membantu perbaikan kesejahteraan masyarakat, baik karena
eksternalitas negatif yang ditimbulkan
sendiri maupun yang
bertujuan sebagai sumbangan
sosial semata.
Pada tahun 1990an para
aktivis pembangunan melihat
persoalan kemiskinan sebagai persoalan ketimpangan dalam sistem politik.
Menurut pandangan mereka, kelompok-kelompok seperti
komunitas lokal, masyarakat adat, dan buruh tidak mempunyai
kesempatan untuk menentukan pembangunan macam
apa yang dibutuhkan.
Akibatnya, demikian menurut
pandangan mereka, pembangunan
sering tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok masyarakat
tersebut dan sering timpang dalam pembagian
keuntungan dan risiko. Jalan keluar
yang diusulkan para aktivis pembangunan adalah merubah skema pembangunan menjadi memberi kemungkinan
berbagai kelompok melindungi kepentingannya. Kata
kuncinya transparansi,
partisipasi, dan penguatan kelompok lemah. Pemerintah dan perusahaan
dituntut membuat mekanisme untuk berkomunikasi dengan
lebih banyak pihak dan memperhatikan kepentingan-kepentingan mereka.
Terakhir, harus ada upaya penguatan kelompok masyarakat agar dapat berpartisipasi dengan benar. Ketiga
kata kunci di atas
pada akhirnya menjadi
semacam prinsip yang dianggap
seharusnya ada bagi organisasi apapun dalam masyarakat.
CSR
secara umum merupakan kontribusi menyeluruh dari dunia usaha terhadap pembangunan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan dampak
ekonomi, sosial dan lingkungan dari
kegiatannya. Sebagai salah satu
pendekatan sukarela yang
berada pada tingkat beyond compliance, penerapan CSR saat ini berkembang pesat termasuk di Indonesia, sebagai respon dunia usaha yang melihat
aspek lingkungan dan sosial sebagai peluang untuk meningkatkan daya
saing serta sebagai bagian dari pengelolaan risiko, menuju sustainability (keberlanjutan) dari kegiatan
usahanya. Penerapan kegiatan CSR di Indonesia baru dimulai pada awal tahun
2000, walaupun kegiatan dengan
esensi dasar yang sama telah berjalan sejak
tahun 1970-an, dengan
tingkat yang bervariasi,
mulai dari yang
paling sederhana seperti donasi sampai
kepada yang komprehensif
seperti terintegrasi ke dalam strategi perusahaan dalam
mengoperasikan usahanya.
Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Pemerintah memasukkan pengaturan TanggungJawab Sosial dan Lingkungan kedalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas. Pada dasarnya
ada beberapa hal
yang mendasari Pemerintah mengambil kebijakan pengaturan
tanggungjawab sosial dan lingkungan Pertama
adalah keprihatinan Pemerintah
atas praktik korporasi
yang mengabaikan aspek
sosial lingkungan yang
mengakibatkan kerugian di pihak masyarakat. Kedua adalah sebagai wujud upaya entitas negara dalam penentuan
standard aktivitas sosial lingkungan yang sesuai dengan konteks nasional maupun lokal.
Menurut Endro
Sampurno pemahaman yang
dimiliki Pemerintah mempunyai
kecenderungan memaknai CSR
semata-mata hanya karena peluang sumberdaya
finansial yang dapat
segera dicurahkan perusahaan untuk memenuhi kewajiban atas regulasi yang berlaku. Memahami CSR hanya
sebatas sumber daya finansial tentunya akan mereduksi arti CSR itu sendiri. Akibat kebijakan
tersebut aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan akan menjadi tanggung jawab legal yang mengabaikan sejumlah prasyarat yang memungkinkan terwujudnya makna dasar CSR
tersebut, yakni sebagai pilihan
sadar, adanya kebebasan, dan kemauan bertindak. Mewajibkan CSR, apapun
alasannya, jelas memberangus sekaligus ruang-ruang pilihan yang ada, berikut kesempatan masyarakat mengukur
derajat pemaknaannya dalam praktik. Konsekuensi
selanjutnya adalah CSR akan bermakna sebatas upaya
pencegahan dan dampak
negatif keberadaan perusahaan
di lingkungan sekitarnya (bergantung pada core business-nya masing-masing) padahal melihat perkembangan aktivitas CSR di
Indonesia semakin memperlihatkan semakin
sinergisnya program CSR
dengan beberapa tujuan
Pemerintah. Terakhir yang mungkin terjadi adalah
aktivitas CSR dengan regulasi seperti itu akan mengarahkan program pada
formalitas pemenuhan kewajiban dan terkesan
basa-basi. Keluhan hubungan
yang tidak harmonis
antara perusahaan dan pemangku
kepentingannya sesungguhnya sudah terdengar setidaknya dalam dua dekade belakangan.
Gerakan
sosial Indonesia, khususnya gerakan buruh dan lingkungan, telah menunjuk dengan
tepat adanya masalah itu sejak dulu. Namun, tanggapan
positif terhadapnya baru terjadi belakangan. Di masa lampau, hampir selalu keluhan pada kinerja social dan lingkungan perusahaan akan membuat mereka yang menyatakannya
berhadapan dengan aparat keamanan. Walaupun
kini hal tersebut belum
menghilang sepenuhnya,
tanggapan positif atas keluhan telah lebih banyak terdengar. Kiranya, disinsentif untuk perusahaan yang
berkinerja buruk kini telah banyak tersedia.
Gerakan sosial kita
tidak kurang memberikan
tekanan kepada perusahaan
berkinerja buruk, banyak perusahaan juga yang mulai menyadari
pentingnya meningkatkan
kinerja sosial dan lingkungan
ternyata tidak mendapatkan insentif yang memadai dari berbagai pemangku
kepentingan. Bahkan mereka yang secara fundamental hendak berubah malah menjadi
sasaran tembak. Karena dianggap “melunak”, perusahaan tersebut kerap dianggap sebagai sumber uang yang bisa diambil
kapan saja melalui berbagai cara. Di antara berbagai pemangku kepentingan itu
terdapat pemerintah. Selain
berbagai perangkat yang
diciptakan di tingkat pusat,
beberapa pemerintah
kabupaten telah membuat berbagai macam forum CSR.
Regulasi
hubungan industrial juga telah dibuat di
beberapa provinsi. Di satu sisi, perkembangan
ini cukup menggembirakan, karena menunjukkan tumbuhnya
pemahaman Pemerintah atas potensi kemitraan pembangunan
dengan perusahaan. Di sisi lain,
terdapat kekhawatiran bahwa Pemerintah sedang memindahkan beban pembangunannya ke
perusahaan. Berbagai regulasi yang dibuat telah
juga menjadi tambahan beban baru bagi perusahaan menjadi insentif bagi mereka
yang hendak meningkatkan kinerja CSR-nya. Secara
teoritis telah diungkapkan
banyak pakar bahwa Pemerintah seharusnya menciptakan prakondisi yang memadai agar
perusahaan dapat beroperasi dengan
kepastian hukum yang tinggi. Dalam hal ini, berbagai regulasi yang
ada tidak hanya
berfungsi memberikan batasan
kinerja
minimal bagi perusahaan, tapi juga
memberikan perlindungan penuh bagi
mereka yang telah mencapainya.
Di
luar itu, Pemerintah bisa pula membantu perusahaan yang
sedang berupaya melampaui standar
minimal dengan berbagai cara. Di antaranya dengan memberikan
legitimasi, menjadi penghubung yang jujur dengan pemangku kepentingan
lain, meningkatkan kepedulian pihak lain atas upaya yang sedang dijalankan
perusahaan, serta mencurahkan sumber
dayanya untuk bersama-sama
mencapai tujuan keberlanjutan Mengingat CSR sulit terlihat dengan kasat mata, maka tidak mudah untuk
melakukan pengukuran tingkat
keberhasilan yang dicapai.
Oleh karena itu diperlukan berbagai pendekatan
untuk menjadikannya kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Triple
Bottom Line atau Sustainability
Reporting.
Dari sisi ekonomi, penggunaan sumber daya
alam dapat dihitung dengan akuntansi
sumber daya alam, sedangkan pengeluaran
dan penghematan biaya
lingkungan dapat dihitung dengan
menggunakan akuntansi
lingkungan. Terdapat dua hal yang dapat
mendorong perusahaan menerapkan CSR, yaitu
bersifat dari luar
perusahaan (external
drivers) dan
dari dalam perusahaan (internal drivers). Termasuk
kategori pendorong dari
luar, misalnya adanya
regulasi, hukum, dan
diwajibkannya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal).
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah
memberlakukan audit Proper (Program penilaian peningkatan kinerja perusahaan). Pendorong dari dalam perusahaan
terutama bersumber dari perilaku manajemen dan pemilik perusahaan (stakeholders), termasuk tingkat
kepedulian/tanggungjawab perusahaan untuk membangun masyarakat sekitar (community
development responsibility).
Ada empat manfaat yang diperoleh bagi perusahaan
dengan mengimplementasikan CSR. Pertama, keberadaan perusahaan dapat tumbuh
dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan
citra (image) yang positif
dari masyarakat luas. Kedua,
perusahaan lebih mudah memperoleh akses
terhadap kapital (modal). Ketiga, perusahaan dapat mempertahankan sumber
daya manusia
(human
resources) yang berkualitas. Keempat, perusahaan dapat meningkatkan pengambilan
keputusan pada hal-hal
yang kritis (critical decision
making) dan mempermudah pengelolaan manajemen
risiko (risk
management).)
Dalam menangani
isu-isu sosial, ada
dua pendekatan yang
dapat
dilakukan oleh perusahaan
yaitu: Responsive CSR
dan Strategic CSR. Agenda sosial perusahaan perlu melihat
jauh melebihi harapan masyarakat, memberikan peluang
untuk memperoleh manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan secara bersamaan.
Bergeser dari sekadar
mengurangi kerusakan menuju penemuan jalan untuk mendukung strategi perusahaan dengan meningkatkan kondisi
sosial. Agenda sosial seperti ini harus responsif terhadap pemangku kepentingan. Isu sosial yang mempengaruhi sebuah perusahaan terbagi dalam tiga kategori. Pertama, isu sosial generik, yakni isu
sosial yang tidak dipengaruhi secara signifikan
oleh operasi perusahaan
dan tidak memengaruhi kemampuan perusahaan untuk
berkompetisi dalam jangka panjang. Kedua, dampak sosial value
chain, yakni
isu sosial yang
secara signifikan dipengaruhi oleh aktivitas normal perusahaan.
Ketiga, dimensi sosial dari konteks
kompetitif, yakni isu sosial di lingkungan eksternal perusahaan yang secara signifikan mempengaruhi kemampuan
berkompetisi perusahaan. Setiap
perusahaan perlu mengklasifikasikan isu sosial ke dalam tiga kategori tersebut untuk
setiap unit bisnis
dan lokasi utama,
kemudian menyusunnya berdasarkan
dampak potensial.
Isu
sosial yang sama bisa masuk dalam kategori yang berbeda,tergantung
unit bisnis, industri, dan tempatnya.
Ketegangan yang sering terjadi antara sebuah perusahaan
dan komunitas atau
masyarakat di sekitar
perusahaan berlokasi umumnya muncul lantaran
terabaikannya komitmen dan pelaksanaan tanggungjawab sosial tersebut. Perubahan
orientasi sosial politik
di tanah air
dapat memunculkan kembali
apresiasi rakyat yang terbagi-bagi dalam wilayah administratif dalam
upaya menciptakan kembali
akses mereka terhadap sumber
daya yang ada di wilayahnya. Seringkali
kepentingan perusahaan diseberangkan dengan kepentingan masyarakat. Sesungguhnya
perusahaan dan masyarakat
memiliki saling ketergantungan yang
tinggi. Saling ketergantungan antara perusahaan dan masyarakat
berimplikasi bahwa baik keputusan bisnis dan kebijakan sosial harus
mengikuti prinsip berbagi
keuntungan, yaitu pilihan-pilihan harus menguntungkan kedua belah pihak. Saling ketergantungan antara sebuah perusahaan dengan masyarakat memiliki
dua bentuk.
Pertama, inside-out
linkages, bahwa
perusahaan memiliki dampak
terhadap masyarakat melalui
operasi bisnisnya secara normal. Dalam hal
ini perusahaan perlu memerhatikan dampak dari semua aktivitas produksinya, aktivitas
pengembangan sumber daya
manusia, pemasaran,
penjualan, logistik, dan aktivitas lainnya. Kedua, outside-in-linkages, dimana kondisi
sosial eksternal juga memengaruhi perusahaan, menjadi lebih
baik atau lebih buruk. Ini meliputi kuantitas dan kualitas
input bisnis yang tersedia-sumber
daya manusia, infrastruktur
transportasi; peraturan dan insentif yang mengatur kompetisi-seperti kebijakan
yang melindungi hak
kekayaan intelektual, menjamin transparansi, mencegah
korupsi, dan mendorong investasi; besar dan kompleksitas
permintaan daerah setempat; ketersediaan industri pendukung di daerah setempat, seperti penyedia jasa dan
produsen mesin.)
Etika
sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan
mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis
sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok
yang terkait lainnya. Secara umum,
prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan kita sebagai manusia, dan
prinsip-prinsip ini sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat. Prinsip etika
bisnis itu sendiri adalah:)
1) Prinsip otonomi; adalah sikap dan kemampuan manusia untuk
mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan kesadarannya tentang
apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
2) Prinsip kejujuran.
3) Prinsip keadilan.
4) Prinsip saling menguntungkan (mutual
benefit principle).
5) Prinsip integritas moral;
terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau
perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik
pimpinan/orang-orangnya maupun perusahaannya.
Bagi masyarakat, praktik CSR yang baik akan
meningkatkan nilaitambah adanya
perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan
kualitas sosial di daerah tersebut. Pekerja lokal yang diserap akan mendapatkan perlindungan akan hak-haknya sebagai
pekerja. Jika ada masyarakat adat/masyarakat lokal, praktik CSR akan menghargai
keberadaan tradisi dan budaya lokal
tersebut. Agar efektif
CSR memerlukan peran civil
society yang aktif. Setidaknya terdapat tiga wilayah dimana masyarakat dapat menunjukkan perannya yaitu.
a. Kampanye melawan korporasi yang melakukan
praktik bisnis yang tidak sejalan dengan prinsip CSR
lewat berbagai aktivitas lobby dan advokasi.
b. Mengembangkan kompetensi
untuk meningkatkan kapasitas
dan membangun institusi yang terkait dengan CSR
c. Mengembangkan inisiatif
multi-stakeholder yang melibatkan
berbagai elemen dari masyarakat,
korporasi dan pemerintah untuk mempromosikan dan meningkatkan kualitas penerapan CSR Lewat ISO 26000 terlihat upaya
untuk mengakomodir kepentingan semua
stakeholder.
Dalam hal
ini, peran Pemerintah
menjadi penting. Pemerintah
harus punya pemahaman
menyeluruh soal CSR
agar bisa melindungi kepentingan
yang lebih luas,
yaitu pembangunan nasional. Jangan
lupa, dari kacamata kepentingan ekonomi pembangunan nasional, sektor bisnis atau perusahaan itu ada untuk
pembangunan, bukan sebaliknya. Pemerintah perlu
jelas bersikap dalam
hal ini. Misalnya,
di satu sisi, mendorong agar perusahaan-perusahaan
yang sudah tercatat di bursa efek harus
melaporkan pelaksanaan CSR kepada publik. Cakupan dari ISO 26000 ini
antara lain untuk membantu organisasi-organisasi
menjalankan tanggung jawab sosialnya; memberikan “practical guidances” yang berhubungan
dengan operasionalisasi tanggung
jawab sosial;
identifikasi dan pemilihan
stakeholders; mempercepat laporan kredibilitas
dan klaim mengenai tanggungjawab sosial; untuk menekankan kepada hasil performansi
dan peningkatannya; untuk meningkatkan keyakinan
dan kepuasan atas konsumen dan
˜stakeholders lainnya; untuk menjadi
konsisten dan tidak berkonflik dengan traktat internasional dan standarisasi ISO lainnya; tidak bermaksud
mengurangi otoritas pemerintah dalam
menjalankan tanggung jawab
sosial oleh suatu
organisasi; dan, mempromosikan terminologi umum dalam lingkupan
tanggung jawab sosial dan semakin memperluas pengetahuan mengenai tanggung
jawab sosial.
ISO 26000 sesuatu yang
tidak bisa ditawar. Meskipun, dalam rilis yang
diambil dari website resmi ISO, standarisasi mengenai
Social Responsibility, memang dinyatakan sebagai sesuatu yang tidak wajib, tetap saja ini akan menjadi trend yang akan naik daun di tahun 2009 dan harus dihadapi
dengan sungguh-sungguh, jika ingin tetap eksis dalam dunia usaha di Indonesia.
ISO 26000 ini
bisa dijadikan sebagai
rujukan atau pedoman dalam pembentukan
pedoman prinsip pelaksanaan CSR di
Indonesia. Di sisi lain, Pemerintah harus bisa
bernegosiasi di level internasional untuk
membantu produk Indonesia bisa masuk ke pasar internasional secara fair. Misalnya lewat mekanisme WTO. Ini bisa dibarengi dengan upaya Pemerintah memberikan bantuan/asistensi pada perusahaan
yang belum/menjadi perusahaan publik agar penerapan
CSR-nya juga diapresiasi melalui mekanisme selain ISO. Misalnya dengan
menciptakan/menerapkan standard nasional CSR yang lebih bottom-up
atau insentif tertentu yang bisa meyakinkan
pasar internasional untuk menerima produk Indonesia. Pada saat ini CSR dapat dianggap sebagai investasi masa depan bagi perusahaan. Minat
para pemilik modal
dalam menanamkan modal
di perusahaan yang telah menerapkan
CSR lebih besar, dibandingkan dengan yang tidak
menerapkan CSR. Melalui
program CSR dapat
dibangun komunikasi yang efektif dan
hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya.