1. Pengertian
Istilah Disleksia berasal dari bahasa Yunani, yakni dys yang yang berarti “sulit dalam” anak-anak lex berasal dari legein, yang artinya “berbicara”. Jadi secara harfiah, Disleksia berarti
2. Faktor-faktor penyebab Disleksia
Meski belum ada yang memastikan penyebab Disleksia ini, penelitian – penelitian menyimpulkan adanya 3 faktor penyebab, yaitu :
a. Faktor Keturunan
Disleksia cenderung terdapat pada keluarga yang mempunyai anggota kidal orang tua yang Disleksia tidak secara otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak- anaknya, atau anak kidal pasti Disleksia. Penelitian John Bradford (1999) di Amerika menemukan indikasi, bahwa 80 % dari seluruh subjek yang diteliti oleh lembaganya mempunyai sejarah/latar belakang keluarga yang mengalami/learning disabilityes, dan 60 % diantaranya punya keluarga yang kidal.
b. Problem Pendengaran Sejak Usia Dini
Kesulitan pendengaran apabila terjadi sejak dini dan tidak terditeksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf/kata yang dilihatnya padahal perkembangan kemampuan ini bahasa yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan jangka panjang, terutama jika Disleksia ini tidak segera ditindak lanjuti. Disamping itu, apabila dalam 5 tahun pertama, seorang anak sering mengalami flu dan infeksi tenggorokan, maka kondisi itu juga dapat mempengaruhi pendengaran dan perkembangannya dari waktu ke waktu hingga dapat menyebabkan cacat.
c. Faktor Kombinasi
Disleksia yang disebabkan kombinasi dari 2 faktor diatas, yaitu problem pendengaran sejak usia dini/ kecil dan faktor keturunan. Faktor kombinasi ini menyebabkan kondisi anak dengan gangguan disleksia menjadi kian serius/ parah, hingga perlu penanganan yang menyeluruh dan kontinu. Bisa jadi, prosesnya berlangsung sampai anak ini dewasa.
Dengan perkembangan teknologi CT Scan, bisa dilihat bahwa perkembangan sel- sel otak penderita disleksia berbeda dari mereka yang non Disleksia.
Perbedaan ini mempengaruhi perkembangan fungsi- fungsi tertentu pada otak mereka, terutama otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis selain itu, terjadi perkembangan yang tidak proporsional pada sistem/ magnu cellular/ diotak penderita Disleksia. Sistem ini berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak. Akibatnya, objek yang mereka lihat tampak berukuran lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena saat ini otak harus mengenali secara cepat huruf- huruf dan sejumlah kata berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata.
3. Ciri-ciri Disleksia
1. Tidak dapat mengucapkan irama kata- kata secara benar dan proporsional.
2. Kesulitan dalam mengurutkan huruf- huruf dalam kata. Misalnya kata “Saya” urutan hurufnya adalah SAaAyAa.
3. Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi ) dan memadukanya menjadi sebuah kata.
4. Sulit mengeja secara benar .
5. Sulit mengeja kata/suku kata dengan benar
Anak bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan bentuk, seperti: d-Bimbingan Konseling Agama, untuk-Nyonya Sokran, masyarakat-Nyonya Sokran, ia juga rancu membedakan huruf atau fonem yang memiliki kemiripan bunyi, seperti V,F.
6. Membaca suatu kata dengan benar disatu halaman, tapi keliru dihalaman lainnya.
7. Bermasalah ketika harus memahami apa yang dibaca.
8. Sering terbalik –balik dalam menuliskan / mengucapkan kata, misalnya “hal” “menjadi” “ lah” atau “kucing duduk diatas kursi” menjadi “kursi duduk diatas kucing”.
9. Rancu terhadap kata-kata yang singkat. Misal : ke, dari, dan, jadi.
10. Bingung menentukan harus mengunakan tangan yang mana untuk menulis.
11. Lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya pada tempat yang salah.
12. Lupa meletakkan tituik dan tanda- tanda seperti: koma, tanda seru, tanda tanya, dan lain-lain.
13. menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik.
14. terdapat jarak pada huruf – huruf dalam rangkaian kata misalnya tulisnya kadang naik dan kadang turun.
15. menempatkan paragraf secara keliru.
Aneka keterlambatan yang mengarah ke disleksia
Menurut joeinta f. M,Psi Rini, peristiwa pada anak yang memperkuat dugaan disleksia adalah:
1. Lambat bicara bila di bandingkan dengan anak seusianya
2. Lambat mengenai alfabet,angka, hari, minggu,bulan, warna,bentuk dan informasi mendasar lainya.
3. Sulit menuliskan huruf kedalam kesatuan kata secara benar
4. Menunjukkan keterlambatan ataupun hambatan lain dalam proses perkembanganya
5. Ada anggota keluarga yang juga mengalami masalah yang serupa, atau hampir sama
6. Perhatian mudah teralihkan dan sulit berkonsentrasi
7. Mengalami hambatan pendengaran
8. Raneu dalam memahami konsep, kiri-kanan, atas-bawah, utara-selatan, timur-barat.
9. Memegang alat tulis yang terlalau kuat/keras.
10. Rancu/ bingung dengan simbol-simbol matematis, misal: +, -, x, :, dansebagainya.
11. Mengalami kesulitan dalam mengatakan waktu
12. Sulit mengikat tali sepatu
13. Sulit menyalin tulisan yang sudah dicontohkan kepadanya
14. Mempunyai masalah dengan kemampuan mengingat jangka pendek berklaitan dengan kata-kata maupun instruksi tertulis.
15. Sulit mengikuti lebih dari sebuah instruksi dalam satu waktu yang sama, tidak menggunakan kamus atau pun buku petunjuk telephon.
(http://www.Mail-arehive.com/milis-nakita@news.Gramedia-Majalah.com/)
Mungkin terdapat pertanyaan juga di hati kita, apakah penderita disleksia dapat disembuhkan?
Disleksia sangat bervariasi, tergantung tingkat keparahannya. Untuk penderita disleksia murni, ia akan mengalami gangguan perkembangan pada tahap atau usia tertentu. Dengan semakin sempurna pertumbuhan sel otaknya, ia dapat mengatasi kesulitan baca tulisnya, namun tetap saja ia memerlukan pelatihan khusus.
Untuk memastikan apakah anak menderita disleksia atau tidak, orang tua sebaiknya memeriksakannya keahli yang mendalami dibidang itu atau setidak psikolog pendidikan dan psikiater. Kemudian anak akan menjalani beberapa tes untuk mengetahui apakah ia menderita disleksia atau hanya sedang mengalami proses belajar.
Disleksia bukan penyakit yang dapat disembuhkan dengan meminum obat-obatan. Melalui metode khusus, dukungan dan kesabaran orang tua, anak yang menderita disleksia akan ddapat mengatasi kesulitan baca tulisnya sehingga ia lebih percaya diri dan termotivasi. (**/nas)
Membatu Anak Disleksia Dalam Belajar
Tidak seperti sekolah umum dalam proses mendidik anak yang terjakit disleksia harus banyak melibatkan indera pendengaran dan penglihatan, dalam mengajar metode multisensoric melibatkan indera rabaan dan gerakan. Hal ini akan membantu anak mengingat materi-materi yang dipelajari. Contoh, ketika anak belajar membedakan huruf “b” dan “d”, carany antara lain:
1. Anak diminta menulis huruf b dan d besar-besar dilantai.
Cara ini membuat anak menggerak semua lengan dan badannya untuk menulis. Setidak-tidaknya anak akan mengingat tugas menulis dilantai ini dan menggunakan ingatannya untuk kemudian menuliskan huruf b dan d.
2. Huruf tersebut ditulis dikertas amplas, sehingga anak bisa meraba bentuk huruf.
3. Ingatan ketika merabahuruf tersebut juga bisa dirangsang dengan membuat huruf dari bahan kenyal seperi tanah liat atau sejenis plastik.
Pada anak disleksia yang belajar di sekolah umum perlu diberiperlakuan khusus oleh guru dan terutama juga oleh orang tua.
Cara Mengatasi
Pada dasarnya ada berbagai variasi tipe disleksia penemuan para ahli melibatkan bahwa perbedaan variasi itu begitu nyata, hingga tidak ada satu pola baku atau kriteria yang betul-betul cocok semuanya terhadap ciri-ciri seorang anak disleksia. Misalnya ada anak disleksia yang bermasalah dengan kemampuan mengingat jangka pendeknya, sebaliknya ada pula yang ingatannya justru baik sekali. Lalu ada yang punya kemampuan matematis yang baik, tapi ada pula yang parah. Untuk itu bantuan ahli (psikolog) sangat diperlukan untuk menemukan pemecahan yang tepat, “ anjur Rini.
Sebagai wacana, postulat para ahli dalam usaha membantu mereka para penderita disleksia menggunakan mnetode sebagai berikut:
Metode multi sensory
Dengan metode yang terintegrasi, anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf diudara dan dilantai, membentuk huruf dengan lilin /(plastisin)./ atau dengan menuliskannya besar-besar dilembar kertas. Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran, penglihatan dan sentuhan sehingga mempermudah otak bekerja mengingat kembali huruf-huruf.
Membangun rasa percaya diri
Gangguan disleksia pada anak-anak sering tidak dipahami atau diketahui lingkungannya. Termasuk orang tuanya sendiri. Akibatnya, mereka cenderung dianggap bodoh dan lamban dalam belajar karena tidak bisa membaca dan menulis dengan benar seperti anak-anak laninya. Oleh karena itu mereka sering dilecehkan, diejek atau pun mendapat perlakulan yang negatif. Dan kesulitan itu bukan disebabkan dari kemalasan.
Baik bagi guru dan orang tua untuk memahami dan peka terhadap kesulitan yang dialami anak. Dari sini dapat dideteksi dejak dini untuk mencari faktor penghambat proses belajarnya. Setelah ditemukan tentu bisa diputuskan strategi yang efektif untuk mengatasinya. Mulai dari proses pengenalan dan pemahaman fonem sederhana. Hingga permainan kata dan kalimat dalam buku-buku cerita sederhana. Penguasaan anak terhadap bahan-bahan tersebut, dalam proses yang bertahap, dapat membangkitkan rasa percaya diri dan rasa amannya. Jadi, berkat usaha dan ketekunan mereka, para penyandang disleksia ini dapat juga menguasai kemampuan membaca dan menulis.
Orang tua dan guru serta pendamping lainnya mungkin melihat dan menemukan kelebihan dari anak-anak penyandang disleksia. Menurut penelitian, mereka cenderung mempuanyai kelebihan dalam hal koordinasi fisik, kreativitas, dan berempati kepada orang lain. Untuk membangun rasa percaya dirinya, ajaklah mereka mengevaluasi dan memahami diri sendiri, disertai kelebihan serta kekurangan yang dimiliki. Tujuannya agar mereka dapat melihat secara objektif dan tidak hanya terfokus pada kekurangannya sebagai anak dengan gangguan disleksia.
Anak tersebut perlua diajak mencari dan mencatat semua kelebihan dan kekurangan (refleksi diri), kemudian dibahas satu persatu. Misalnya, anak melihat bahwa dirinya bukan anak yang mampu menulis dan mengarang dengan baik, tapi di lain pihak ia adalah pemain basket yang handal dan sekaligus perenang yang tangguh. Bisa juga, dia melihat dirinya tidak bisa mengejah dengan benar, tapi dia juga lucu, humoris dan menarik hingga banyak orang suka padanya.
1. Tidak!
Memang pada dasarnya anak sesusia Dinda masih suka bermain. Pada usia demikian, lingkungan main anak yang tepat adalah di rumah (bersama dengan mamanya), didikan awal untuk menyambut dunia luar yang penuh dengan warna-warni, perlu dipersiapkan benar dan matang (belajar dan arahan dari tua), karena orang tua lebih memahami atas kelemahan dan kelebihan yang dipunyai anak. Jadi tindakan menyimpang yang dilakukan oleh Dinda karena motivasi eksternal dari orang tua. Dengan maksud orang tua ingin memanjakan anaknya, tapi disisi lain orang tua malah menjerumuskannya. Prilaku menyimpang pada awalnya dari orang tua yang diradiasikan kepada anaknya. Oleh karena itu pada akhirnya orang tua mnerasa (dassolan vs dasain), dimana harapan orang tua memanjakan anaknya dengan cara mematikan/ melemahkan semangat anaknya untuk aktif dan kretif.
2. Solusi:
Dengan ini, diharapkan bagi orang tua supaya tidak terlalu menekan anaknya, dengan memberikan didikan luar (dari guru, yang termasuk juga orang lain) pada anak dengan usia yang terlalu dini. Agar mereka tak jenuh dengan dunia sekolah dan pendidikan.
Pendidikan yang diberikan kepada anak pada usia dini, memang baik setidaknya dengan arahan yang mudah mereka kerjakan dan dengan penyampaian yang halus dan sesuai dengan yang diharapkan oleh anak. dan didikan itu lebih banyak diperoleh anak dari ibu, karena ibu pada dasarnya orang tua, menurut anak, ibulah yang paling menyayanginya.