A. Analisis Konsep Hukum Tentang Daluwarsa Yang Menggakibatkan Hapusnya Hak Menerima warisan Dalam Hukum Perdata (BW) pasal 1055
Bahwa menurut hukum perdata yang dimaksud dengan daluwarsa adalah Suatu keadaan untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu waktu tertentu dan atau syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Bahwa dalam KUHPdt terdapat dua bentuk utama daluwarsa, yaitu sebagai berikut :
1. Daluwarsa memperoleh adalah suatu upaya hukum, dengan lewatnya suatu waktu, dan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang, memperoleh sesuatu benda (pasal 1963 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
2. Daluwarsa membebaskan adalah suatu upaya hukum, dengan lewatnya suatu waktu, dan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang, dibebaskan dari suatu kewajiban (pasal 1963 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
Dengan melihat dua bentuk daluwarsa diatas, maka daluwarsa yang terdapat dalam KUHPdt pasal 1055 adalah mengenai membebaskan hak ahli waris untuk menerima harta warisan karena sudah lewat waktunya atau daluwarsa tiga puluh tahun. Dengan mengemukakan daluwarsa, seorang ahli waris akan menghapus atau menghilangkan haknya untuk melepaskan daluwarsa yang diperoleh.
Daluwarsa sebagai hapusnya hak ahli waris pada KUHPdt pasal 1055 ini tidak sesuai dengan hukum waris Islam, hal ini dapat diketahui dari tiga konsep dalam hukum Islam, yaitu :
1. Kedudukan dan pelaksanaan hukum waris menurut Islam.
2. Hak ahli waris menurut Islam.
3. Hapusnya atau gugurnya hak ahli waris menurut Islam
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Daluwarsa Yang Mengakibatkan hapusnya Hak Menerima Warisan Dalam Perdata (BW) Pasal 1055
1. Kedudukan dan pelaksanaan hukum waris dalam Islam
a. Kedudukan hukum waris
Hukum waris termasuk hukum benda karena hukum waris mengatur hak milik atas harta seseorang yang meninggal (pewaris) dipindahkan kepada seseorang milik atas harta seseorang yang meninggal dunia(pewaris) dipindahkan seseorang atau beberapa ahli waris. dan mengatur juga kewajiban-kewajiban atas harta peninggalan. Seperti membayar hutang-hutang si pewaris, membayar ongkos kematian dan pelaksanaan wasiat.
Hukum waris dalam hukum akhwalul syasiyah, dengan alasan hukum waris mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam ahli waris atau bukan. Hubungan keluarga sebagai salah satu sebab mewarisi.
Hukum waris termasuk hukum mu’amalah yang telah ditentukan atau di tunjuk langsung oleh nash (Al-Qur’an dan sunnah) dengan batasan tertentu bahwa Allah ta’ala mengetahui manusia sulit untuk menemukan kebenaran hakiki dan masalah seperti ini sekalipun manusia mengetahui tetapi keinginan nafsu mereka lebih mendominasi kebenaran tersebut. Diantara persoalan mu’amalah yang langsung ditentukan Allah selain hukum waris adalah persoalan talak, iddah, ruju’, keharaman memakan babi, keharaman memakan bangkai, dan keharaman riba. Hukum-hukum seperti diatas bersifat permanen, tidak dapat perubahan pada furu’ (cabang) seperti masalah waris ada sedikit perubahan pada hitungan (kasus aul dan radd).
Hukum waris ini mempunyai sifat ta’abudi, yang harus diikuti atau dilaksanakan sesuai yang di syariatkan oleh nash. Tidak seperti mu’amalah yang bersifat ta’aquli yaitu mu’amalah yang dapat dirubah atau masih ada peluang untuk berijtihad dan merubahnya, selama tidak keluar dari prinsip-prinsip global dari nash. Dengan alasan setiap hukum yang ada dalam Islam harus sesuai dengan alasan setiap ajaran dan prinsip-prinsip Al-Qur’an dan sunnah. Sehingga mu;amalah pun mempunyai nilai-nilai ketauhidtan dan sebagai bukti pengapdian manusia Allah SWT. Begitu juga hukum waris memiliki ketauhidtan sebagai hukum yang ada di Islam.
Hukum waris termasuk dalam ibadah dalam artian umum. Hal ini dapat diketahui dari ketentuan hukum waris yang terperinci itu sendiri. Sebab melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam Islam adalah bukti ketaatan manusia kepada Allah SWT. Bukti melaksanakan yang ditentukan atau di perintahkan oleh Allah adalah ibadah jadi hukum waris termasuk ibadah.
Konsep kewarisan Islam amat kuat karena berdasarkan al-Qur’an dan sunnah. Ayat-ayat al Qur’an dan sunnah cukup banyak yang menunjukkan tentang hukum waris ini.
Dari ayat yang kesebelas dalam surat An Nisa’ terdapat ( يو صيكم) yang mempunyai arti memerintah. Bahwa Allah menetapkan dengan jelas tentang konsep kewarisan dalam Islam (seperti Q.S. 4, 11-12 dan 167). Dan juga tentang kepastian hukum waris yang ada pada ayat yang ke tiga belas dan empat belas surat An-Nisa’.
Dalam kitab Imam Bukhari, hadis Nabi yang menerangkan tentang konsep hukum waris Islam ada 46 hadis. Dan Imam Muslim menyebutkan 20 hadist. Disini penulis hanya mengutip satu hadis saja sebagai buktinya yaitu :
قضى ا لنبي صلى الله عليه وسلم للا بنة ابن اسد س تكملة الثلثين وما بقي فللا خة ش (رواه البخا ر ي)
Artinya : “Nabi SAW bagian anak perempuan separoh cucu perempuan garis laki-laki seperenam sebagai pesempurna dua pertiga , dan sisanya untuk saudara perempuan”.
Dari nash (al-Qur’an dan sunnah ) para ulama berpendapat bahwa hukum waris Islam mempunyai azas ijbari, yaitu azas yang mengharuskan manusia (mukalah) untuk melakukan apa yang ditentukan dan menjauhi apa yang dilarang nash. Hukum Islam harus diterima secara ta’abudi sebagai bukti manusia akan kepatuhannya kepada Allah SWT. Dan hal ini termasuk ibadah dalam arti yang umum
b. Pelaksanaan hukum kewarisan Islam
Berdasarkankan kedudukan hukum waris dalam hukum mu’amalah dalam ibadah yang berdasarkan nash (al-Qur’an dan sunnah) yang menunjukkan azas ijbari, maka hukum melaksanakan hukum waris sesuai dengan ketentuan yang ada dalam hukum waris Islam adalah wajib bagi muslimin. Dalam ayat ketiga belas dan empat belas surat An Nisa’ Allah akan menempatkan di surga bagi orang–orang yang melaksanakan atau mentaati ketentuan Allah (hukum pembagian waris) dan akan memasukkan di neraka bagi orang-orang yang tidak ketentuan tersebut.
Rasullah juga menentukan agar kita melaksanakan hukum waris yang telah ditetapkan oleh Allah , yaitu sebagai berikut :
ا قسمو الما ل بين اهل الف يض على كتا ب الله
Artinya :“ Bagilah harta pusaka antara ahli waris menurut kitabullah”>.
Dalam hukum Islam terdapat azas ijbari yang berlaku bagi pewaris dan ahli waris. Dalam artian ahli waris harus melaksanakan atau mentaati hak-haknya sebagai ahli waris. Ia tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat menjadikan hapusnya atau menghilangkan hak untuk menerima warisan misalnya membunuh pewaris.
2.Hak ahli waris dalam konsep hak Islam.
Hak yang dimiliki oleh seorang ahli waris termasuk hak manusia yang diberi atau ditentukan oleh syara’ memandang perlu langsung menentukan hak-hak yang ada dalam kewarisan. Terutama masalah yang mendapatkan warisan. Disebabkan karena rawan sekali hukum waris akan persengketaan maka perlu adanya suatu hukum yang pasti akan menjamin rasa aman dan adil.
Kepastian hukum yang mutlak diperlukan bagi sebuah masyarakat. Tanpa adanya hukum yang pasti masyarakat-masyarakat akan kacau dan tujuan hukum (maqosidus syria’) tidak tercapai secara sempurna adapun Hasbi Ash-shidiqi membagi maqosidus syari’ menjadi tiga macam .
Tujuan maqosidus syari’(dharuri) adalah segala sesuatu yang harus ada untuk tegaknya kehidupan manusia baik dunia maupun akhirat. Atau dapat dikatakan apabila dhoruri itu tidak dapat berdiri (terwujud), celakalah kehidupan manusia dan hilangnya kenikmatan serta wajib atasnya adzab yang pedih diakhirat nanti.
Untuk mengaktualisasikan dan memelihara dhoruri ini haruslah dengan dua faktor :
1. Mewujudkan segala yang mendasari perwujudan atau aktualisasinya.
2. Mengajarkan segala yang menolak kecederaan yang mungkin menimpanya atau meninggalkan segala yang merusakya.
Dalam ibadah dasarnya (pokok) kembali memelihara agama, dari segi perwujudannya yaitu iman, mengucapkan dua syahadat. Pada adat kembali kepada memelihara jiwa dan akal, dari perwujudannya juga seperti memakan makanan, meminum minuman, memakai pakaian dan mendiami tempat tinggal.
Dalam masalah mu’amalah, yang dhoruri, seperti mencari rizqi, kembali kepada memelihara keturunan dan harta. Dari segi perwujudannya dan kembali memelihara jiwa.
Dalam masalah jinayat yang mencakup dalam kalimat amar ma’ruf nahi mungkar kembali kepada memelihara semua yang tersebut dari kerusakan. Masalah jinayat ada yang digunakan untuk memelihara jiwa seperti qishos dan diyat. Seperti had untuk peminum arak . Maka dari sini dhoruri itu terkumpul dalam :
1. Memelihara agama.
2. Memelihara jiwa.
3. Memelihara akal.
4. Memelihara Keturunan.
5. Memelihara harta.
Hak ahli waris tidak hanya mempunyai maslahat personal, ini juga mempunyai korelasi kepada ahli waris lainnya atau keluarga. Bahkan berpengaruh pada tatanan masyarakat(walaupun masyarakat yang menentukan hukum dalam adat). Kemaslahatan keluarga akan terlihat pada hikmah-hikmah bagian-bagian yang telah ditentukan oleh Allah SWT.
Jadi hak ahli waris mempunyai kemaslahatan umum juga kemaslahatan personal. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam hak ahli waris ada suatu perserikatan hak antara hak Allah yang memiliki kemaslahatan umum dan hak ibad(manusia) terwakili kemaslahatan personal.
Apabila hak waris digugurkan maka akan merubah hukum syara’ (hukum Islam). Dan itu tidak dibolehkan, itu berarti akan menentang hukum Allah dan hak Allah dan pertentangan dengan tujuan manusia diciptakan sebagai nilai-nilai dasar semua hukum yang ada dalam Islam. dan meniadakan nilai-nilai yang tidak percaya akan Allah sebagai sumber hukum kemaslahatan.
Manusia wajib mentaati Allah dan Rosulullah sesuai dengan surat An Nisa’ ayat 59 :
يا ايها ا لذ ين ا منوا اطيعو الله و اطيعوا الر سول و اولي الا مر منكم ....
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, tatilah Rasulullah dan ulil amri diantara kamu”.
Dari sini dapat diketahui walaupun status ahli waris merupakan hak bukan kewajiban, namun hak ini tidak dapat begitu saja digugurkan atau dihapus dengan seenaknya. Hal ini terkait dengan banyaknya variabel yang terkait, baik itu tentang status hukum ahli waris dan pelaksanaannya maupun hak ahli waris yang terkait dengan hak ahli waris dengan hak Allah yang lebih dominan dan juga sebagai kemaslahatan yang ada.
Jadi dalam hukum Islam tentang menjadi ahli waris adalah suatu ketentuan yang harus diperoleh oleh setiap manusia yang mendapatkan hak tersebut.
3. Hapusnya hak waris dalam hukum Islam
Telah dibahas sebelumnya bahwa di dalam Islam umat muslim dapat memperoleh haknya sebagai seorang ahli waris yang sudah ditentukan oleh nash. Hal ini terkait adanya azas ijbari dan dan juga kedudukan hukum waris dalam hukum Islam.
Namun dalam kewarisan seseorang tidak selamanya bisa mendapatkan hak tersebut. Jadi adanya dianggap tidak ada sekalipun ia memenuhi syarat sebagai ahli waris, tetapi dengan adanya keadaan tertentu itu terhalang ia memperoleh harta warisan.
Keadaan yang bisa menyebabkan seseorang ahli waris tidak mendapat harta warisan dalam hukum Islam itu ada tiga diantaranya yaitu:
1. Perbudakan
Para fuqaha telah menyepakati perbudakan sebagai penghalang pewarisan berdasarkan adanya nash yang sharih, yakni firman Allah SWT dalam surat An-Nahl : 75 :
ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً عَبْدًا مَمْلُوْكًا لاَ يَقْدِرُ عَلى شَيْئٍ وَمَنْ رَزَقْنـهُ مِناَّ رِزْقًا حَسَنًا فَهُوَ يُنْفِقُ مِنْهُ سِرًّا وَجَهْرًاصلى هَلْ يَسْتَوُنَج الْحَمْدُللهِج بَلْ اَكْثَرُهُمْ لاَيَعْلَمونَ (75)
Artinya :“ Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun dan seseorang yang kami, lalu dia menafkahkan sebagai dari rizki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui.
Seorang budak, sekalipun budak makattab, tidak dapat mewarisi dan mewariskan harta peninggalan dari dan kepada ahli warisnya. Ia tidak dapat mewarisi karena dipandang tidak cakap mengurusi harta-harta milik, dan status kekeluargaannya terputus dengan ahli warisnya, ia tidak dapat mewarisi harta peninggalan karena ia dianggap orang yang tidak memiliki harta sedikitpun.
2. Pembunuhan
Jumhur ulama’ sepakat pendapatnya untuk menetapkan bahwa pembunuh itu pada prinsipnya menjadi penghalang mewarisi bagi pembunuh terhadap harta peninggalan orang yang telah dibunuhnya.
Hadist Rasullah SAW :
من قثلا قتيلا فانه لا يرثه وا ن لم يكن له وا رث غير ه وا ن كا ن وا لد ه او و لد ه فليس لقا تلا ميرا ث (رواه احمد)
Artinya : “Barang siapa membunuh seseorang korban, maka ia tidak dapat mempusakai walaupun si korban tidak mempunyai pewaris selainnya, dan jika si korban itu bapaknya atau anaknya, maka bagi pembunuh tidak berhak menerima harta peninggalan”.
3. Berlainan Agama
Berlainan agama adalah berlainan agama orang yang menjadi pewaris dengan orang yang menjadi ahli waris. Mengenai kedudukan berlainan agama sebagai penghalang pewarisan telah menjadi ijma’ seluruh umat Islam. hal ini dikarenakan hadis Rasulullah SAW :
لا ير ث المسلم الكا فر ولا يرث الكفر المسلم (متفق عليه)
Artinya :” Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan melihat penghalang-penghalang waris diatas, maka hukum waris Islam tidak mengenal adanya daluwarsa atau lewatnya waktu sebagai penghalang atau hapusnya hak ahli waris dalam menerima warisan.