Undang-undang Hak Cipta dalam sejarah Islam awalnya memang belum dikenal, karena pada umumnya para penemu dan pencipta termasuk pengarang karya-karya besar dalam Islam hanya bertujuan untuk mendapat ridha dan pahala dari Allah semata. Sama sekali jauh dari tujuan materi dan kekayaan.
Karena itu dalam literatur klasik fiqih Islam, tidak tidak dikenal hak cipta sebagai sebuah hak milik yang terkait dengan kekayaan finansial. Justru semakin dibajak atau ditiru akan semakin banggalah dia dan semakin banyak pahalanya. Selain itu juga ada rasa kepuasan tersendiri dari segi psikologisnya. Apa yang mereka lakukan atas karya-karya itu jauh dari motivasi materi / uang. Sedangkan untuk penghasilan, para ulama dan ilmuwan bekerja memeras keringat. Ada yang jadi pedagang, petani, penjahit dan seterusnya. Mereka tidak menjadikan karya mereka sebagai tambang uang.
Karena itu tidak pernah terdengar bahwa Imam Bukhori menuntut seseorang karena dianggap menjiplak hasil keringatnya selama bertahun-tahun mengembara keliling dunia. Bila ada orang yang menyalin kitab shohihnya, maka beliau malah berbahagia. Begitu juga bila Jabir Al-Hayyan melihat
orang-orang meniru / menjiplak hasil penemuan ilmiyahnya, maka beliau akan semakin bangga karena telah menjadi orang yang bermanfaat buat sesamanya.
Hak cipta barulah ditetapkan dalam masyarakat barat yang mengukur segala sesuatu dengan ukuran materi. Dan didirikan lembaga untuk mematenkan sebuah “penemuan” dimana orang yang mendaftarkan akan berhak mendapatkan royalti dari siapa pun yang meniru / membuat sebuah formula yang dianggap menjiplak. Persoalannya berangkat, sejak kapan sebuah hak cipta atau produk pemikiran dapat dianggap kekayaan ?pertanyaan ini berkaitan erat dengan anggapan karya sebagai harta, sesuatu benda atau produk intelektual yang pada mulanya belum merupakan harta,jika di kemudian hari muncul manfaatnya dan bernilai (valued), maka ia menjadi harta selama bernilai, memberikan manfaatnya buat manusia, jika hak cipta memudaratkan orang ramai, maka harta itu terhitung harta yang haram secara esensial.
Secara umum, hak atas suatu karya ilmiyah, hak atas merek dagang dan logo dagang merupakan hak milik yang keabsahaannya dilindungi oleh syariat Islam. Dan merupakan kekayaan yang menghasilkan pemasukan bagi pemiliknya. Dan khususnya di masa kini merupakan `urf yang diakui sebagai jenis dari suatu kekayaan dimana pemiliknya berhak atas semua itu. Boleh diperjual-belikan dan merupakan komoditi.
Keputusan Majma` al-Fiqih al-Islami nomor 43 (5/5) Mu`tamar V tahun 1409 H/1988 M tentang al-Huquq al-Ma`nawiyyah: Pertama : Nama dagang, alamat dan mereknya, serta hasil ciptaan (karang-mengarang) dan hasil kreasi adalah hak-hak khusus yang dimiliki oleh pemiliknya, yang dalam abad modern hak-hak seperti itu mempunyai nilai ekonomis yang diakui orang sebagai kekayaan. Oleh karena itu, hak-hak seperti itu tidak boleh dilanggar. Kedua : Pemilik hak-hak non-material seperti nama dagang, alamat dan mereknya, dan hak cipta mempunyai kewenangan dengan sejumlah uang dengan syarat terhindar dariberbagai ketidakpastian dan tipuan, seperti halnya dengan kewenangan seseorang terhadap hak-hak yang bersifat material. Ketiga : Hak cipta, karang-mengarang dari hak cipta lainnya dilindungi ole syara’. Pemiliknya mempunyai kewenangan terhadapnya dan tidak boleh dilanggar.
Untuk itu Islam sangat menghormati hak milik orang lain/individu. Pengakuan hak milik perseorangan adalah berdasarkan kepada tenaga dan pekerjaan, baik sebagai hasil pekerjaan sendiri ataupun yang diterimanya sebagai harta warisan dari keluarganya yang meninggal. Sehingga dalam praktek jual beli software haruslah sesuai dengan kaidah atau aturan yangberlaku dimana benda (software) tersebut haruslah telah mendapat izin (lisensi) dari pemiliknya, karena software merupakan bagian dari kekayaan intelektual yang dimilikihaknya sepenuhnya oleh penemunya. Apabila dalam praktek jualbeli tersebut pihak pembeli tidak mengetahui hal tersebut maka pihak penjual seharusnya menjelaskannya kepada pembeli.
A. Wahab Khalaf menegaskan dalam bukunya asy-Syiyasatus asy-Syari’ah, bahwa dasar dari pemindahan hak milik ialah karena atas suka dan ridho. Dia mengemukakan tiga ketentuan bagi pengakuan hak milik dalam Islam.
1. Larangan memiliki barang-barang orang lain melalui jalan yang tidak sah.
2. Menghukum orang-orang yang mencuri, merampas atau mengambil barang yang bukan miliknya baik secara main-main, apalagi kalau benar-benar mengambilnya.
3. Larangan menipu dalam jual beli dan membolehkan khiyar (berfikir meneruskan atau membatalkan jual beli) dalam masa tiga hari.
Dari ketiga ketentuan di atas, dimaksudkan agar harta yang kita miliki benar-benar bersih dan diridhoi oleh Allah SWT. Selainitu juga untuk memberikan pelajaran bagi orang-orang yang berani untuk mencuri serta mengajarkan bagaimana jujur dalam jual beli. Semua ini tidak lain untuk kemaslahatan bersama sehingga terhindar dari kekacauan dimasyarakat. Untuk menjadikan sahnya jual belitelah lazim harus ada barang yang menjadi obyek jual beli atau yang menjadi sebab terjadinyaperjanjian jual beli, sedangkan mengenai benda yang dijadikan obyek jual beli ini menurut pendapat ulama harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Bersih barangnya,
2. Dapat dimanfaatkan,
3. Milik orang yang melakukan akad,
4. Mampu menyerahkan,
5. Mengetahui, dan
6. Barang yang diakadkan ada ditangan
Bersih barangnya dalam kaitannya dengan jual beli softwarekomputer ini adalah tiada masalah, karena barang yang diperjualbelikan adalah progam atau perangkat lunak (software), sehingga tidak tergolong benda-benda najis atau benda-benda yang diharamkan seperti khamer, arak atau yang lainnya. Dengan demikian dari segi dan syarat terhadap barang yang dijualbelikan itu harus bersih adalah tiada masalah.
Sedangkan kaitannya dengan syarat terhadap barang yang dijualbelikan adalah harus dapat dimanfaatkan. Dalam hal ini sudah jelas bahwa perangkat lunak (software) adalah barang yang dapat dimanfaatkan karena perangkat lunak (software) bagi sebagian orang sudah merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi, baik itu menyangkut manfaat perorangan maupun manfaat obyektif. Sedangkan mengenai syarat bahwa barang yang dijadikan obyek jual beli adalah milik orang yang melakukan akad. Hal ini tiada masalah, karena barang yang diperjualbelikan milik penjual dalam hal ini toko komputer.
Apabila ada penjual yang menjual softwaretanpa lisensi berarti barang tersebut termasuk barang yang bukan miliknya, mengingat softwarekomputer di dalam penjualanya harus berlisensi (izin dari penemu software). Menggandakan atau menjual hak cipta orang lain dianggap sebagai jenis usaha memperoleh harta kekayaan secara terlarang atau haram. Isi keharaman karena karya cipta juga merupakan harta kekayaan yang dihasilkan dari kemampuan intelektual yang menghasilkan uang.
Berkaitan dengan penghargaan (insentif) bagi para pencipta, penemuan perlindungan bagi para pemegang hak milikintelektual dapat dilihat beberapa ayat berikut: Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat(balasan)nya dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula”. (QS. Al-Zalzalah ayat 7 dan 8) - Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian”.(QS. An-Nisa’ : 29)
Adapun perbuatan batil adalah menipu, meniru, mencuri, membajak, tidak menepati janji atau melanggar sumpah. Jadi bila seseorang melakukan usaha dengan jalan meniru hasil karya orang lain tanpa izin hal itu termasuk perbuatan yang batil, dan Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan usaha secara tidak jujur walaupun mengeruk keuntungan berlipat ganda dan dapat memupuk kekayaan sebanyak-banyaknya. Namun harta yang ia dapat di mata Allah adalah haram ini terdapat dalam konsep syari’at Islam. Dalam Fatwa MUI Nomor : 1/Munas VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), yang dimaksud dengan Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karenanya, HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual dari yangbersangkutan sehingga memberikan hak privat baginya untuk mendaftarkan, dan memperoleh perlindungan atas karya intelektualnya. Sebagai bentuk penghargaan atas karya kreativitas intelektualnya tersebut Negara memberikan Hak Eksklusif kepada pendaftarannya dan/atau pemiliknya sebagai Pemegang Hak mempunyai hak untuk melarang orang lain yang tanpapersetujuannya atau tanpa hak, memperdagangkan atau memakai hak tersebut dalam segala bentuk dan cara. Tujuan pengakuan hak ini oleh Negaraadalah setiap orang terpacu untuk menghasilkan kreativitas-kreavitasnya guna kepentingan masyarakat secara luas.
Adapun kaitannya dengan syaratmampu menyerahkan, maksudnya keadaan barang haruslah dapat diserahterimakan. Maka tidak sah jual beli terhadap barang yang tidak dapat diserahterimakan, akan tetapi wujud penyerahannya di kemudian hari, maka dalam hal ini dapat menyalahi dari persyaratan terakhir, yaitu barang yang diakadkan harus ada di tangan. Walaupun penyerahannya tidak secara langsung (barangnya berupa kepingan CD softwareyang dapat dilihat ketika telah diinstal kedalam komputer) pada saat akad itu terjadi tetapi sifat-sifatnya telah ditunjukkan dan ditentukan baik ukuran, jenis atau ciri-ciri yang lain. Sehingga sebelum transaksi berlangsung pembeli mengetahui tentang perangkat lunak (software) yang akan dibelinya. Dan jual beli tersebut diperbolehkan dalam Islam yang disebut dengan akad salam.
Dengan demikian, secara umum tentang syarat-syarat jual beli apabila dikaitkan dengan jual beli softwarekomputer, maka jual beli software komputer itu sudah memenuhi syarat-syarat umum jual beli,sehingga menurut hemat penulis, bahwa jual beli softwarekomputer sah dalam pandangan Islam.