Al-Farabi mengelompokkan akal menjadi akal praktis, yaitu yang menyimpulkan apa yang mesti dikerjakan, dan teoritis yaitu yang membantu menyempurnakan jiwa. Akal teoritis ini di bagi lagi menjadi, yang fisik (material), yang terbiasa (habitual), dan yang diperoleh (acquired). Akal fisik atau yang biasa disebut al-Farabi sebagai akal potensial, adalah jiwa atau bagian jiwa atau unsur yang mempunyai kekuatan mengabstraksi dan menyerap esensi kemaujudan. Akal dalam bentuk aksi atau kadang disebut terbiasa, adalah salah satu tingkat dari pikiran dalam upaya memperoleh sejumlah pemahaman. Karena pikiran tak mampu menangkap semua pengertian, maka akaldalam bentuk aksilah yang membuat ia menyerap. Begitu akal mampu menyerap abstraksi, maka ia naik ke tingkat akal yang diperoleh, yaitu suatu tingkat di mana akal manusia mengabstraksi bentuk-bentuk yang tidak mempunyai hubungan dengan materi.
Dengan demikian, akal mampu meningkat secara bertahap dari akal dalam bentuk daya ke akal dalam bentuk aksi dan akhirnya ke akal yang diperoleh. Dalam akal yang diperoleh naik ke tingkat komuni, ekstase dan inspirasi.
Kemampuan akal yang dimiliki manusia disebut akal potensial. Sejak awal keberadaannya untuk memikirkan alam materi. Kemudian mewujud dan menjadi sebuah aktualitas dalam alammateri. Perubahan akal potensial menjadi akal actual inilah yang kemudian menjadikan seseorang mulai memperoleh pengetahuan tentang konsep-konsep atau bentuk-bentuk universal. Aktualisasi ini terjadi karena akal aktif (yang menurut filosof muslim adalah yang terakhir dan terendah dari rangkaian sepuluh akal yang memancar dari Tuhan) mengirimkan cahaya kepada manusia, yang kemudian menjadikannya mampu melakukan abstraksi dari benda-benda yang bisa ditangkap panca indra, kemudian tersimpan dalam ingatan (akal) manusia. Akhirnya proses abstraksi ini melahirkan sesuatu yang intelligible(konsep-konsep yang universal).
Mengenai wahyu kenabianpada level intelektual ada tiga masalah pokok yaitu bahwa nabi berbeda dengan manusia yang berfikiran biasa, dan akal nabi berbeda dengan pikiran filosofis dan mistis biasa, tidak membutuhkan pengajar eksternal, tetapi berkembang dengan sendirinya dengan bantuan kekuatan Illahi, termasuk dalam melewati tahap-tahap aktualisasi yang dilalui oleh akal biasa, dan pada akhir perkembangan ini, akal kenabian mencapai kontak dengan akal aktif, yang darinya ia menerima kekuatan spesifik kenabian.
Dasar setiap agama langit adalah wahyu dan inspirasi. Hubungan ini mungkin terjadi melalui imajinasi sebagaimana terjadi pada para nabi, karena seluruh inspirasi atau wahyu yang mereka terima berasal dari imajinasi. Imajinasi menempati kedudukan yang penting dalam psikologi Al-Farabi. Ia berhubungan erat dengan kecenderungan-kecenderungan dan perasaan-perasaan, dan terlibat dalam tindakan-tindakan rasional yang berdasarkan kemauan.
Dengan kata lain bahwa komunikasi filosof dengan akal perolehan, sedang komunikasi Nabi cukup dengandaya pengreka. Kalau diuraikan tentang konsep emanasi di atas bahwa akal bisa diartikan sebagai daya untuk memperoleh pengetahuan dengan cara melakukan latihan ruhani atau kontemplasi sehingga mendapatkan ilham.Sedangkan Nabi atau Rasul bisa mencapai akal kesepuluh sehingga mereka tidak melakukan latihan atau kontemplasi tetapi langsung bisa berkomunikasi dengan akal kesepuluh. Dan juga daya yang membuat seseorang dapat memperbedakan antara dirinya dan benda lain dan akal juga dapat mengabstrasikan benda-benda yang dapat ditangkap oleh panca indra. Disamping memperoleh pengetahuan, akal juga mempunyai daya untuk memperbedakan antara kebaikan dan kejahatan. Akal itu mempunyai fungsi dan tugas moral. Yaitu bahwa akal adalah petunjuk bagi manusia dan yang membuat manusia menjadi pencipta perbuatannya. Akal dalam pengertian islam bukan otak, tetapi daya berfikir yang terdapat pada jiwa manusia. Daya yang digambarkan oleh Al-Qur’an yaitu memperoleh pengetahuan lewat alam sekitar. Akal dalam pengertian inilah yang dikontrasikan dalam Islam dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia yaitu dari Tuhan.
Akal itu berasal dari Tuhan yaitu berawal dari Tuhan yang memikirkan dirinya sendiri sehinggamuncullah wujud-wujud yang lain. wujud kesepuluh disebut akal kesembilan dari dirinya timbul bulan dan akal kesepuluh, berhenti timbulnya akal-akal, dari akal kesepuluh timbul bumi dan roh-roh dan materi pertama yang menjadi dasar dari keempat unsur api, udara, air dan tanah. Maka dengan semestinyakarena manusia itu berasal dari Tuhan, manusia harus memiliki sifat-sifat keTuhan-an. Dengan demikian manusia bisa ‘bersatu’ dengan Tuhan. Dan dengan adanya akal manusia bisa hidup dengan sejahtera karena bisa berfikir dengan baik dan benar. Selalu berfikir sebelum bertindak. Bahwa dalam falsafh Emanasi, jiwa dan akal manusia yang telah mencapai derajat perolehanan dapat mengadakan hubungan dengan akal kesepuluh. Dan komunikasi itu bisa terjadi karena akal perolehan telah begitu terlatih dan kuat daya tangkapnya sehingga sanggup menangkap hal-hal yang bersifat abstrak murni.