Adapun syarat-syarat yang telah ditetapkan undang-undang yang harus dipenuhi oleh suami dalam mengajukan ijin poligami ke pengadilan agama, yaitu:
1. Hukum dan agama yang bersangkutan (calon suami) mengijinkannya, artinya tidak ada larangan dalam hal ini.
Dalam hukum perkawinan telah ditentukan beberapa wanita yang boleh dikawini, maksudnya tidak ada larangan untuk kawin.
2. Harus mengajukan permohonan ijin kepada pengadilan agama.
Pengadilan dapat memberi ijin kepada suami untuk beristeri lebih dari satu. Pengadilan bagi umat Islam ialah pengadilan agama. Pemberian ijin ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi, karena apabila tidak ada ijin pengadilan agama, poligami tidak dapat dilakukan atau lebih jauh dari itu keabsahan poligami secara hukum tidak ada.
3. Untuk dapat mengajukan permohonan tersebut harus dipenuhi syarat-syarat :
a. Adanya persetujuan dari isteri atau isteri-isterinya Persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan pada sidang pengadilan agama. Persetujuan tersebut tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri atau isteri-isterinya tidak memungkinkan dimintai persetujuannya dan tidak ada kabar dari isteri-isterinya sekurang -kurangnya dua tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian hakim. Dalam hal isteri tidak mau memberikan persetujuan kepada suaminya untuk beristeri lebih dari satu orang, berdasarkan salah satu alasan tersebut diatas, maka pengadilan agama dapat menetapkan pemberian ijin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di persidangan pengadilan agama dan terhadap penetapan ini, isteri atau suami dapat mengajukan banding/kasasi.
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri dan anak-anaknya. Yang dimaksud dengan adanya kepastian jaminan terhadap pemenuhan keperluan izteri-isteri dan anak-anaknya adalah apabila suami dapat menunjukan surat keterangan penghasilan, surat keterangan pajak, atau surat keterangan lain yang mendukung.
Secara praktis ‘mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anaknya’ adalah sifatnya sangat relatif, oleh sebab itu sulit untuk mencari tolok ukur ‘kemampuan’. Berdasarkan adanya perkembangan pandangan hidup masyarakat dewasa ini, bahwa orang harus selalu hidup berkecukupan dan diperlukan adil dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak -anak mereka. Mengenai suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya adalah sangat subyektif sifatnya, sehingga akan bergantung pada rasa keadilan hakim sendiri.
|
Syarat Poligami |
4. Pengadilan hanya akan memberikan ijin kepada suami yang akan melakukan poligami apabila ada alasan-alasan:
a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.
Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri adalah apabila isteri yang bersangkutan menderita penyakit jasmani atau rohani, sehingga ia tidak dapat memenhi kewajibannya sebagai isteri baik secara biologis maupun lainnya yang menururt keterangan dokter sukar disembuhkan. Alasan ini memang bisa dibenarkan sebab kalau dikembalikan pada ketentuan bunyi pasal 1 UU Perkawinan, bahwa perkawinan itu bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal maka dengan tidak dapatnya isteri menjalankan kewajibannya sebagai isteri, ini berarti hak -hak suami dalam rumah tangga tidak terpenuhi.
Adapun kewajiban isteri terhadap suaminya yaitu: (1) Menggauli suami secara layak sesuai kodratnya; (2) Memberikan rasa tenang dalam rumah tangga untuk suaminya dan memberikan rasa cinta dan kasih sayang kepada suaminya dalam batas-batas yang berada dalam kemampuannya; (3) Taat dan patuh kepada suaminya selama suaminya tidak menyuruhnnya untuk berbuat maksiat.
b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Yang dimaksud dengan cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan adalah apabila isteri yang bersangkutan menderita penyakit badan yang menyeluruh yang menurut keterangan dokter sukar disembuhkan.
Alasan ini semata-mata berdasarkan kemanusiaan sebab bagi suami tentu saja akan selalu menderita lahir batin selama hidupnya apabila hidup bersama dengan seorang isteri yang dalam keadaan demikian. Sebaliknya menceraikan isteri yang demikian di mana keadaan isteri benar-benar membutuhkan pertolongan dari suaminya adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan kemanusiaan.
c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan
Artinya apabila isteri yang bersangkutan menurut keterangan dokter tidak mungkin melahirkan keturunan, atau setelah pernikahan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun tidak menghasilkan keturunan. Penggunaan alasan ini dalam memberikan ijin poligami hakim harus mendapatkan keterangan yang jelas dari dokter/seorang ahli. Karena barangkali suami yang mengalami kemandulan, artinya kedua belah pihak baik suami maupun isteri sama mandul. Apabila ternyata kemandulan ini benar-benar berasal dari pihak isteri saja, maka alasan ini dapat diterima.
Dari ketentuan-ketentuan diatas jelas bahwa sorang suami untuk melakukan poligami apabila memenuhi syarat-syarat tersebut diatas. Jadi poligami tetap hak seorang suami, tetapi keadaan sang isteri ikut menentukan dapat atau tidaknya dilakukan poligami.
Perilaku adil terhadap para isteri adalah syarat utama kehalalan poligami, untuk itu setiap suami harus yakin bahwa ia mampu mewujudkannya sebelum melakukan poligami. Dalam garis besarnya adil itu menurut Nadimah Tanjung meliputi dua hal yaitu: (1) adil dalam menggauli isteri, (2) adil dalam hal memberikan keperluan hidup [nafkah] yaitu adil dalam membagi-bagi belanja makanan, pakaian, tempat kediaman dan lain-lain. Menurut Syekh Mahmud Saltut mengartikan adil dalam berpoligami adalah supaya seorang suami tidak terlalu cenderung kepada salah seorang isterinya dan membiarkannya terlantar. Karena jika demikian itu merupakan aniaya terhadap dirinya.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh allah dal Al-Qur’an Surat An-Nisa>’ ayat 129 :Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. An-Nisa>’ (4): 129]
Ketika membahas ayat 129, sebagaimana umumnya ulama tafsir memberikan tafsiran bahwa ayat ini bermakna bagaimanapun usaha untuk berbuat adil, manusia tidak akan mampu, lebih-lebih kalau dihubungkan dengan kemampuan membagi dibidang non-materi. Maka Allah melarang untuk condong kepada salah satu yang mengakibatkan yang lain menjadi terlantar.
Dalam sebuah hadis Nabi saw. Juga disebutkan: “Dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya Nabi saw. Bersabda: Barangsiapa yang mempunyai dua orang isteri lalu memberatkan kepada salah satunya, maka ia akan datang pada hari kiamat nanti dengan punggung miring.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Hiban).
Keadilan terhadap isteri merupakan sebab kestabilan hidup berumah tangga, dan jalan menuju terwujudnya pergaulan dan perlakuan yang baik. Menurut Arij Abdurrahman As-Sanan ada tiga rukun keadilan terhadap para isteri, yaitu:
1. Suami yang diwajibkan berbuat adil
2. Isteri yang berhak diperlakukan adil
3. Aspek keadilannya atau hal-hal yang diwajibkan kepada suami untuk berlaku adil di dalamnya, meliputi keadilan dalam bermalam, dalam berpergian jauh, dalam cinta dan hubungan badan dan keadilan dalam nafkah lahir.