Secara etimologis
jihad berasal dari kata juhd yang berarti kekuatan atau kemampuan, sedangkan
makna jihad sendiri adalah perjuangan.
Apabila kata jihad tersebut digabungkan dengan kalimat fi sabilillah atau menjadi
jihad fi sabilillah maka bermakna perjuangan atau berperang di jalan Allah.
Dari kata yang sama, jihad juga dapat diartikan sebagai ujian, hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam Al Qur‘an Surat Ali Imran ayat 142.
Dimana Allah berfirman:
Artinya: Apakah kamu
mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang
yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.”
Menurut Al
Raghib Al Ashfahani, sebagaimana dikutib oleh Rohimin kata al Jihad dan
mujahadah berarti mencurahkan kemampuan dalam menghadapi musuh.
Tidak hanya itu, Ibnu Faris dalam bukunya Mu‟jam al Maqayis fi al Lughah,
seperti yang terkutip dalam buku wawasan Qur‘an karya Quraish Shihab,
menyatakan bahwa semua kata yang terdiri dari hurup jim, ha‟, dan dal pada awalnya
mengandung sebuah arti kesulitan, kesukaran, atau yang mirip dengannya.
Dalam kamus besar
Indonesia, jihad memiliki tiga makna yaitu:
1. Usaha dalam
upaya untuk memperoleh kebaikan.
2. Usaha sungguh-sungguh
dalam upaya membela agama Allah (Islam) dengan mengorbankan harta benda, jiwa
dan raga.
3. Perang suci
melawan kekafiran untuk mempertahankan keimanan.
Sedangkan menurut
istilah syara‟ (terminologi) jihad adalah mencurahkan kemampuan untuk membela dan
mengalahkan musuh demi menyebarkan agama Islam. Yusuf Qardhawi juga membagi
jihad menjadi tiga tingkatan. Pertama, jihad terhadap musuh yang tampak. Kedua,
Jihad terhadap godaan setan. Dan yang ketiga, jihad melawan hawa nafsu.
Untuk mencapai semua ini, Sultan Mansur memberikan arti khusus dalam upaya
pencapaian jihad tersebut. Adapun beberapa tahapan-tahapan
di antaranya:
1. Adanya roh
suci untuk menghubungkan makhluk dengan Khaliknya.
2. Roh suci yang
menimbulkan tenaga dinamis aktif yang tahu berbuat sesuai dengan tempat, waktu
dan keadaan.
3. Dimulai dengan ilmul yakin, yang dengan peningkatan
iman sampai kepada haqqul yakin.
|
Jihad |
Menurut Sutan, perintah
jihad (perang) sangat terbatas. Adapun pada waktu damai berarti membangun, menegakkan
dan menyusun. Maka pada waktu damai inilah sebenarnya jihad yang besar, karena jihad
ini menghendaki kepada kekuatan otak, keikhlasan berkorban dengan harta dan
benda dalam mendidik jiwa umat.
Berbeda dengan
Quraish Shihab yang mendefinisikan jihad sebagai cara untuk mencapai tujuan.
Menurutnya, Jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, kelesuan dan berjuang tanpa
pamrih. Namun begitu, jihad tidak dapat dilakukan tanpa modal, karena itu jihad
selalu disesuaikan dengan modal yang dimiliki berdasarkan tujuan yang ingin
dicapai. Selama tujuan tercapai dan selama masih memiliki modal, maka selama itu
juga jihad dituntut untuk tetap dilaksanakan. Jihad merupakan puncak segala aktifitas.
Jihad bermula dari kesadaran, sedangkan kesadaran harus berdasarkan pengetahuan
dan tidak ada paksaan, karena seorang mujahid harus bersedia berkorban tanpa
adanya paksaan dari pihak lain.
Menurut Salih Ibn
Abdullah al Fauzan, sebagaimana dikutip oleh Kasjim Salendra. Ia mengemukakan
bahwa terdapat lima sasaran dalam jihad. Pertama, jihad melawan hawa nafsu,
meliputi pengendalian diri dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya. Jihad melawan hawa nafsu merupakan perjuangan yang amat berat (jihad
akbar), meski jihad ini berat dilakukan, namun sangat diperlukan sepanjang kehidupan
manusia.
Sebab jika seseorang tidak mampu mengendalikan
hawa nafsunya maka
sangat mustahil ia akan mampu berjihad untuk orang lain. Karena jihad ini
adalah akar dari bentuk jihad-jihad yang lain.
Kedua, Jihad melawan
setan merupakan musuh nyata manusia. Setan mempunyai tekad untuk senantiasa menggoda
manusia dan memalingkannya agar selalu durhaka kepada Allah serta menjauhi segala
yang telah diperintahkan Allah kepadanya. Hal ini dikarenakan setan telah berjanji
pada Allah untuk senantiasa menggoda umat manusia hingga akan datangnya hari kiamat,
waktu di mana pintu taubat telah ditutup selamanya.
Ketiga, Jihad dalam
menghadapi orang yang berbuat maksiat (orang-orang durhaka) dan orang-orang
yang menyimpang dari kalangan mukmin. Dalam hal ini metode yang digunakan
adalah Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar. Jihad dalam bentuk ini memerlukan kesabaran dan
ketabahan serta hendaknya disesuaikan dengan kemampuan orang yang berjihad (mujahid)
dan kondisi objek dakwah. Dengan
maksud agar aplikasi
jihad dapat bermanfaat kepada umat. Jihad model ini dapat dilakukan oleh siapa
saja, sebab jihad yang dimaksud dapat menjadi sangat familiar di tengah-tengah umat
manusia ketika jihad dengan ini telah dilakukan dengan perbuatan, namun nyatanya
jauh dari harapan, maka langkah selanjutnya adalah dengan lisan. Namun
demikian, jika dengan lisan kemungkaran tersebut belum dapat dihindarkan maka cukup
jihad dengan menggunakan hati. Sebab hati merupakan selemah-lemahnya iman.
Model yang seperti inilah yang selalu menjadi pegangan
Rosulullah dalam
upaya mengislamkan umat Islam jauh pada abad ke-7 silam.
Keempat, jihad
melawan orang-orang munafik, yaitu mereka yang berpura-pura Islam dan beriman tetapi
hati mereka sebenarnya masih mengingkari keesaan Allah SWT dan kerasulan nabi Muhammad
SAW. berjihad dalam menghadapi orang munafik lebih sulit dibandingkan dengan
macam jihad yang lain karena mereka sangat pandai menyembunyikan kebusukan yang
terdapat pada dirinya.
Kelima, jihad melawan
orang-orang kafir. Model jihad ini yang sering dipahami sebagai jihad perang. Dalam
menafsirkan jihad perang ini para ulama berbeda pendapat. Sebagimana dikutip
Zulfi Mubarraq, Imam Syafi‘I dalam kitab Al Umm nya adalah orang pertama yang
merumuskan doktrin jihad melawan orang kafir karena kekufurannya. Atas dasar ini
jihad kemudian ditransformasikan sebagai
kewajiban kolektif
bagi kaum muslim untuk memerangi orang kafir.
Berbeda dengan pandangan Al Sarakhsi, pengarang kitab al Mabsut menerima
doktrin Imam Syafi‘I bahwa memerangi kaum kafir adalah tugas yang tetap sampai akhir
zaman. dan pendapat ini yang kemudian dijadikan dasar oleh sebagian umat Islam untuk
memerangi orang yang mereka anggap kafir.
Gamal Al Banna,
menyatakan bahwa istilah jihad adalah menunjukkan suatu kandungan tertentu yang
memiliki pengertian sebagai sebuah alat atau tujuan yang bisa mengantar kepada tujuan.
Jihad yang dilakukan tidak harus menggunakan perang, walaupun tidak dipungkiri bahwa
ada juga jihad yang mengharuskan perang.
Menurutnya perang qital adalah jihad dalam pilihan terakhir. Al Qur‘an tidak
menjadikan perang qital sebagai prinsip, akan tetapi jihadlah yang disahkan
sebagai prinsip dasar. Perang qital hanyalah sarana yang digunakan untuk
mempertahankan prinsip tersebut ketika kondisi benar-benar terdesak.
Akhir-akhir ini
pengertian jihad sering kali dikonotasikan dengan peperangan, padahal jika melihat
asal kata dari jihad maka tentunya kurang tepat. Hal ini diperparah dengan kesalahan
sebagian ilmuan yang menerjemahkan jihad dengan perang suci. Padahal perang dalam
bahasa Arab adalah al Harb sedangkan peperangan adalah al qital, namun kata sucinya
dalam bahasa Arab adalah al
Muqaddas. Dari sini
dapat diketahui bahwa seharusnya perang suci jika diterjemahkan menjadi qital
Muqaddas atau Harbu al Muqaddas bukan jihad. Dilihat dari konteks ini, sudah dapat
dipastikan akan perlunya kajian secara mendalam mengenai pengertian jihad
secara tepat.
Perintah jihad
pada dasarnya merupakan bentuk untuk melindungi, membela diri dari ancaman dan
tantangan kaum kafir serta menyebarkan dakwah Islam. Hal ini dapat dipahami
secara historis bahwa perintah jihad pada periode Makkah tidak ada ayat Al
Qur‘an yang mengarah pada perang akan tetapi lebih kepada jihad dalam bentuk pengendalian
diri, berdakwah dan bersikap sabar terhadap tantangan yang dilancarkan oleh
orang-orang kafir Quraish. Sebagaimana dikatakan Rohimin bahwa
perintah jihad
pada periode Makkah lebih dipahami sebagai jihad persuasif.
Hal ini
menunjukkan bahwa jihad dalam arti upaya perang dalam melawan orang kafir baru
dianjurkan setelah mendapat tantangan yang serius dari Madinah. Dari berbagai
pengertian yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa pengertian
jihad sebenarnya terbagi menjadi menjadi dua, yaitu pengertian umum dan
pengertian khusus. Secara umum, jihad merupakan usaha sungguh-sungguh untuk
melaksanakan Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah
serta berusaha memperoleh Ridha dari-Nya. Sedangkan dalam pengertian khusus jihad
adalah memerangi orang-orang kafir yang menghalang-halangi dakwah demi tegaknya
agama Islam.