PENDAHULUAN
Dresmo adalah nama lain dari desa Sidosermo yang merupakan salah satu desa di wilayah Surabaya, tepatnya di kecamatan Wonocolo. Penduduk desa ini kebanyakan mempunyai nasab yang sambung dengan Nabi Muhammad Saw. Desa ini terdapat banyak pesantren yang dipimpin oleh seorang yang dikenal dengan istilah “Kyai”, sedangkan putra-putrinya dikenal dengan julukan “Mas”.
Di desa tersebut terrdapat suatu hukum adat atau kebiasaan yang sedikit berbeda dengan desa-desa lainnya, khususnya dalam hal pernikahan. Dalam hal pernikahan, desa tersebut seakan-akan membedakan kedudukan putri kyai (mas perempuan) dengan putra kyai (mas putra). Ketika putri kyai ingin menikah, mereka harus mau menikah dengan laki-laki di desa tersebut dan tidak boleh menikah dengan laki-laki dari desa lain. Hal ini disebabkan para penduduk di desa Dresmo mempunyai keyakinan bahwa ketika seorang mas perempuan menikah dengan laki-laki di luar daerah mereka, maka kedudukan atau gelar mas yang disandangnya akan pudar bahkan hilang, karena seorang mas perempuan tadi harus tinggal dengan suami yang di luar daerahnya. Ketika dia ikut suaminya secara otomatis julukan mas yang disandangnya akan hilang dengan sendirinya. Hal ini disebabkan penyandangan mas itu hanya berlaku dan membudaya di daerah dresmo saja dan bukan yang lainnya. Disamping itu ketika mas perempuan menikah dengan orang laki-laki dari lain daerah, maka dikhawatirkan derajat mereka menurun sebab harus menuruti semua perintah suaminya, padahal dalam segi nasab mereka lebih tinggi.
Sedangkan bagi mas laki-laki, mereka dapat menikah dengan perempuan manapun, karena penyandangan gelar mas yang didapatnya tidak akan pudar sebab menikah dengan perempuan dari luar daerah tersebut.
Dengan permasalahan di atas, yang mana seakan-akan adanya diskriminsi atau penindasan hak seorang wanita dan hanya ingin mempertahankan julukan mas saja, maka penulis ingin meninjaunya dari sudut kaidah fiqhiyah yang berbunyi العا دة محكمة ( adat kebiasaan dapat dijadikan hukum). Apakah adat tersebut sesuai dengan kriteria yang diperbolehkan menjadi hukum adat atau yang dilarang.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adat
Jumhur ulama mengidentikkan term adat dengan uruf, keduanya mempunyai arti yang sama. Namun sebagian fuqaha membedakannya. Al-jurjani misalnya mendefinisikan adat dengan :
العادة ما استمر الناس عليه على حكم المعقول وعادوا اليه مرة بعد اخرى
Adat adalah sesuatu (perbuatan) yang terus-menerus dilakukan manusia, karena logis dan dilakukan secara terus menerus.
Sedangkan uruf adalah :
العرف ما استقرت النفوس عليه بشهادة العقول وتلقته الطبائع بالعقول وهو حجة ايضا لكنه اسرع الى الفهم بعد اخرى
Uruf adalah suatu (perbuatan) yang jiwa merasa tenang melakukannya, karena sejalan dengan akal sehat dan diterima oleh tabiat sejahtera
Uruf tidak hanya merupakan perkataan, tetapi juga perbuatan atau juga meninggalkan sesuatu. Karena itu dalam terminologi bahasa Arab antara uruf dan adat tiada beda.
B. Syarat diterimanya uruf/adat
Menurut pengertian di atas, maka adat dapat diterima jika memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Perbuatan yang dilakukan logis dan relevan dengan akal sehat. Syarat ini menunjukkan bahwa adat tidak mungkin berkenaan dengan perbuatan maksiat.
2. perbuatan, perkataan yang dilakukan selalu terulang-ulang, boleh dikata sudah mendarah daging pada perilaku masyarakat.
3. Tidak bertentangan dengan ketentuan nash, baik al-Qur’an maupun al-sunnah
4. tidak mendatangkan kemadlaratan serta sejalan dengan jiwa dan akal yang sejahtera.
C. Dasar-dasar nash yang melatarbelakangi kaidah fiqhiyah العا دة محكمة
Kaidah العا دة محكمة terbentuk berdasarkan Nash-nash, diantaranya
Firman Allah Swt. surat al-A’rof : 199
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Jadilah engkau pema`af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma`ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.
Surat An-Nisa’ ayat 19
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan bergaullah dengan mereka secara patut
Sabda Nabi Saw.
ما راه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن (رواه احمد عن ابن مسعود)
Apa yang dipandang baik oleh muslim, maka baik pula disisi Allah
D. Hukum adat desa Dresmo (adat pernikahan Dresmo) ditinjau dari kaidah fiqhiyah العا دة محكمة
Hukum adat desa Dresmo jika ditinjau dari sudut kaidah fiqhiyah العا دة محكمة dapat diambil kesimpulan sementara dengan cara pembuatan rumusan masalah terlebih dahulu sehingga menimbulkan jawaban dari rumusan masalah tersebut dan pada akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan.
Rumusan Masalah
1. Apakah hukum adat yang dilakukan itu relevan dengan akal apa tidak ?
2. Apakah perbuatan yang dilakukan itu selalu terulang-ulang ?
3. Apakah adat yang dilakukan tidak bertentangan dengan Nash ?
4. Apakah dengan adanya hukum adat seperti itu tidak berakibat terciptanya kemadaratan?
Jawaban atas rumusan masalah
1. Hukum adat desa Dresmo jika ditinjau dari sudut apakah adat pernikahan disana logis atau relevan dengan akal sehat, Mengapa dikatakan demikian ? karena jika perempuan menikah dengan laki-laki maka perempuan harus taat dengan suaminya dalam segala hal kecuali yang dilarang syara’, dan istri harus ikut kerumah suaminya Dengan demikian, ketika seorang mas perempuan menikah dengan laki-laki bukan mas maka gelar mas yang disandangnya dapat luntur, hal ini disebabkan karena julukan mas hanya berlaku di daerah dresmo saja
2. Adat pernikahan yang dilakukan didesa tersebut terus berulang-ulang mulai dari kakek buyutnya.
3. Jika ditinjau dari segi nash, maka menurut penulis model adat seperti itu tidak sesuai dengan nash. Hal ini bisa dilihat pada surat Al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman :
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Meskipun ayat di atas bukan ayat nikah, tapi dari ayat terebut dapat diambil suatu pandangan bahwa Allah Swt. tidak membedakan antara laki-laki dari suku bangsa satu dengan laki-laki suku bangsa yang lain. Begitu juga perempuan, Allah Swt. tidak membedakan antara perempuan dari suku bangsa yang satu dengan perempuan dari suku bangsa yang lainnya. Bahkan Allah Swt. memerintahkan kita untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya.
Sehingga tidak dibenarkan pelarangan menikah bagi mas perempuan dengan laki-laki dari luar daerahnya hanya dikhawatirkan julukan mas yang disandangnya akan pudar bahkan hilang.
4. Menurut penulis, model pernikahan seperti dapat mendatangkan kemadharatan karena ada pihak yang dirugikan, yaitu pihak perempuan.
Kesimpulan
Dari rumusan masalah dan jawaban atas rumusan masalah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa model adat pernikahan orang dresmo menurut penulis kurang benar, dan boleh dilanggar dan tidak boleh berlaku lagi kaidah التعيين بالمعروف كا لتعيين بالنص. Alasan penulis tidak membenarkan adat pernikahn desa dresmo adalah sebagai berikut :
1. Adanya diskriminasi dikalangan orang dremo sendiri terhadap seorang wanita
2. Membeda-bedakan keturunan Nabi Muhammad dengan yang lainnya, padahal didalam al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 12 tidak demikian, kita disuruh saling ta’aruf satu dengan yang lainnya dan tidak boleh membedakan satu dengan yang lainnya, karena dihadapan Allah bukanlah nasab, suku atau yang lainnya, tetapi ketaqwaan hamba kepada Allah.
3. Terlalu mengagungkan julukan mas, sehingga melanggar ketentuan nas
Ketika suatu hukum adat melanggar nas dan tidak menimbulkan kemaslahatan lagi, maka hukum adat tersebut tidak berlaku lagi karena pada dasarnya adat dapat dijadikan hukum adat jika menimbulkan kemaslahatan dan tidak melanggar nas.