1. Ilmu dan Filsafat
Filsafat dimulai dari rasa ingin tahu dan rasa ragu-ragu, sehingga filsafat berbeda dengan pengetahuan, karena pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu saja. Semua pengetahuan sekarang dimulai dengan spekulasi. Tanpa menetapkan kriteria tentang apa yang disebut benar maka pengetahuan tidak mungkin berkembang atas dasar kebenaran.
Sedangkan cabang-cabang filsafat antara lain mencakup:
(1) Epistemologi, (2) Etika, (3) Estetika, (4) Metafisika, (5) Politik, (6) Filsafat Agama, (7) Filsafat Ilmu, (8) Filsafat Pendidikan (9) Filsafat Hukum (10) Filsafat Sejarah (11) Filsafat Matematika. Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan (Epistemologi) yang berspesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
BAB II
DASAR-DASAR PENGETAHUAN
2. Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berfikir bukan perasaan. Jadi penalaran merupakan kegiatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
3. Logika
Logika merupakan pengkajian untuk berfikir secara sahih. Penarikan kesimpulan baru dianggap valid bila proses penarikan kesimpulan dilakukan menurut cara tertentu yang disebut logika.
4. Sumber Pengetahuan
Terdapat beberapa jenis cara untuk mendapatkan pengetahuan antara lain adalah, Rasionalisme yang mendasarkan pada rasio atau ide seseorang yang jelas dan dapat dipercaya. Empirisme yang mendasarkan pada pengalaman atau melalui penalaran yang kongkret. Intusi merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses penalaran tertentu dan yang terakhir adalah wahuyu yang merupakan pengetahuan yang disampaikan Tuhan kepada manusia melalui Nabi-nabi yang diutus sepanjang zaman.
5. Kriteria Kebenaran
Terdapat 3 kriteria untuk mendapatkan teori kebenaran, yaitu (1) Teori Koherensi, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. (2) Teori Korespondensi, suatu pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung berkorespondensi dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. (3) Teori Pragmatis, suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
BAB III
ONTOLOGI, HAKEKAT APA YANG DIKAJI
6. Metafisika
Animisme merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supranaturalisme dimana manusia percaya bahwa terdapat roh-roh yang bersifat gaib yang terdapat dalam benda-benda seperti batu, pohon dan air terjun. Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam sebagaimana adanya, dan bila itu tujuannya maka kita tidak bisa melepaskan diri dari masalah-masalah yang ada di dalamnya.
7. Asumsi
Para filusuf ilmu menduga-duga apakah gejala alam tunduk kepada determinisme., yakni hukum alam yang bersifat universal, ataukah hukum semacam itu tidak terdapat sebab, setiap gejala merupakan akibat pilihan bebas, ataukah keumuman namun berupa peluang, sekedar probabilistic. Tanpa mengenal ketiga aspek ini (determinisme, pilihan bebas, probabilistic) serta bagaimana ilmu sampai pada pemecahan masalah yang merupakan kompromi akan sukar bagi kita untuk mengenal hakekat keilmuan dengan baik.
8. Peluang
Berdasarkan teori-teori keilmuan kita akan mendapatkan hal yang pasti mengenai suatu kejadian dengan menggunakan kesimpulan yang probabilistic. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana keputusan harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
9. Beberapa Asumsi dari Ilmu
Seorang ilmuwan harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya.
Dalam mengembangkan asumsi ini maka ada dua hal yang harus diperhatikan, Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian, asumsi ini mendasari telaah ilmiah. Kedua, asumsi harus disimpulkan “keadaan sebagaimana adanya “bukan” bagaimana keadaan yang seharusnya” asumsi ini mendasari telaah moral.
10. Batas-batas penjelajahan Ilmu
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia ini disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun telah teruji kebenarannya secara empiris.
BAB IV
EPISTEMOLOGI