oleh : MUHARDHIAN RIDHANI
Salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah hidup (siirah) Rasulullah SAW adalah peristiwa diperjalankannya beliau (isra) dari Masjid al Haram di Makkah menuju Masjid al Aqsa di Jerusalem, lalu dilanjutkan dengan perjalanan vertikal (mi'raj) dari Qubbah As Sakhrah (terletak sekitar 150 meter dari Masjid al Aqsa) menuju ke Sidrat al Muntaha (akhir penggapaian). Peristiwa ini terjadi antara 16-12 bulan sebelum Rasulullah SAW diperintahkan untuk melakukan hijrah ke Yatsrib (Madinah).
Lalu apa pelajaran yang dapat diambil dari perjalanan Isra wal Mi'raj ini? Barangkali catatan ringan berikut dapat memotivasi kita untuk lebih jauh dan sungguh-sungguh menangkap pelajaran yang seharusnya kita tangkap dari perjalanan agung tersebut:
Pertama: Konteks situasi terjadinya
Kita kenal, Isra' wal Mi'raj terjadi sekitar setahun sebelum Hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah (Yatsrib ketika itu). Ketika itu, Rasulullah SAW dalam situasi yang sangat "sumpek", seolah tiada celah harapan masa depan bagi agama ini. Selang beberapa masa sebelumnya, isteri tercinta Khadijah r.a. dan paman yang menjadi dinding kasat dari penjuangan meninggal dunia. Sementara tekanan fisik maupun psikologis kafir Qurays terhadap perjuangan semakin berat. Rasulullah seolah kehilangan pegangan, kehilangan arah, dan kini pandangan itu berkunang-kunang tiada jelas.
Kedua: Purifikasi/Pensucian Hati
Disebutkan bahwa sebelum di bawah oleh Jibril, beliau dibaringkan lalu dibelah dadanya, kemudian hatinya dibersihkan dengan air zamzam. Apakah hati Rasulullah kotor? Pernahkah Rasulullah SAW berbuat dosa? Apakah Rasulullah punya penyakit "dendam", dengki, iri hati, atau berbagai penyakit hati lainnya? Tidak…sungguh mati…tidak. Beliau hamba yang "ma'shuum" (terjaga dari berbuat dosa). Lalu apa signifikasi dari pensucian hatinya?
Rasulullah adalah sosok "uswah", pribadi yang hadir di tengah-tengah umat sebagai, tidak saja "muballigh" (penyampai), melainkan sosok pribadi unggulan yang harus menjadi "percontohan" bagi semua yang mengaku pengikutnya. "Laqad kaana lakum fi Rasulillahi uswah hasanah".
Ketiga: Memilih Susu - Menolak Khamar
Ketika ditawari dua pilihan minuman, dengan sigap Rasulullah mengambil gelas yang berisikan susu. Minuman halal dan penuh menfaat bagi kesehatan. Minuman yang berkalsium tinggi, menguatkan tulang belulang. Rasulullah menolak khamar, minuman yang menginjak-nginjak akal, menurunkan tingkat inteletualitas ke dasar yang paling rendah. Sungguh memang pilihan yang tepat, karena pilihan ini adalah pilihan fitri "suci".
Keempat: Arah Perjalanan; Vertikal - Horizontal
Perjalanan dua arah, satau menuju Jerusalem dan satu lagi menuju ke atas di Sidratul Muntaha. Perjalanan horizontal yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan vertikal. Dalam perjalanan horizontal ini beliau digambarkan bertolak dari masjid ke sebuah masjid, dari masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Artinya, bahwa dalam kita melangkahkan kaki di tengah perjalanan kita menuju tujuan akhir, alangkah pentingnya diperhatikan awal langkah. Motivasi dasar atau niat kita dalam melakukan sesuatu harus karena "masjid" (sujud) atau dalam kerangka ketaatan kepada Sang Khaliq. Lalu tujuan dari dilakukannya sesuatu itu pula tidak lain sekedar untuk menuju kepada masjid (sujud) atau ketaatan pula. Pertautan niat dan tujuan (karena ketaatan), menjadikan setiap langkah yang kita lakukan akan selalu harmonis dengan keduanya. Bagaimana mungkin seseorang melakukan karena dan untuk Allah, namun melakukannya dengan cara yang tidak diridhai olehNya? "Qul Inna shalaati wa nusuki wamahyaaya wamamaati lillaahi Rabbil'aalimiin".
Kelima: Imam Shalat Berjama'ah
Shalat adalah bentuk peribadatan tertinggi seorang Muslim, sekaligus merupakan simpol ketaatan totalitas kepadaYang Maha Pencipta. Pada shalatlah terkumpul berbagai hikmah dan makna, bekal dalam melanjutkan sisa-sisa langkah kehidupan seorang insan. Shalat menjadi simbol ketaatan total dan kebaikan universal yang seorang Muslim senantiasa menjadi tujuan hidupnya.
Keenam: Kembali ke Bumi dengan Shalat
Setiap kali kita membicarakan Isra' wal Mi'raj, yang tergambar jelas dalam persepsi kita adalah perjalanan dari masjidil Haram ke masjidil Aqsa, dilanjutkan ke Sidratula Muntaha di al Baitul Ma'muur. Sangat sedikit yang menyadari, bahwa segera setelah selesai perjalanan suci itu, Rasulullah kembali ke bumi dengan satu bekal kehidupan yang paling penting, yaitu shalat.
Ada dua sisi pada poin ini. Pertama adalah kembalinya ke bumi. Kedua adalah dibekalkannya beliau dengan shalat.
Demikian sekilas makna Isra wal Mi'raj, mohon maaf atas keterbatasan saya, semoga kalau ada manfaatnya diterima oleh Allah SWT. Dan kalau seandainya banyak kesalahan, dan saya yakin itu karena itulah hakikat saya, semoga Allah Yang Rahman dan rahim berkenan mengampuni saya.