Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut. Terhadap Orang yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi
a. Pidana Mati
Dapat dipidana mati kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana ditentukan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dilakukan dalam "keadaan tertentu". Adapun yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, padawaktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada saat negara dalam keadaan krisis ekonomi (moneter).
b. Pidana Penjara
- Pidana penjara seumur hidup ataupidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp l.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. (Pasal 2 ayat (1))
- Pidana penjara seumur hidup ataupidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3).
- Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagisetiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 209 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Pasal 5)
- Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rpl50.000.000.00 (seratus lima puluh jutarupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidanasebagai dimaksud dalam Pasal 210 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Pasal 6).
- Pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 387 atau Pasal 388 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Pasal 7)
- Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rpl50.000.000.00 (seratus lima puluh jutarupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Pasal 8)
- Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 416 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Pasal 9)
- Pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit RplOO.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) bagisetiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 417 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Pasal 10)
- Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Pasal 11)
- Pidana penjara seumur hidup dan/atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp200:000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp l.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423 Pasal 425, Pasal 435 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Pasal 12).
- Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rpl50.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atautidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwaataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
- Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rpl50.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor31 Tahun 1999 yang dengan sengaja tidak memberikan keteranganyang tidak benar. (Pasal 22)
- Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) bagi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429, Pasal430 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Pasal 23)
- Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rpl50.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) bagi saksiyang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. (Pasal 24) c. Pidana Tambahan
1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidakberwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan
milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikanbarang-barang tersebut.
2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknyasama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3. Penutupan seluruh atau sebagianperusahaan untuk waktu palinglama 1 (satu) tahun.
4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagiankeuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
d. Gugatan Perdata Kepada Ahli Warisnya
Dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan,sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penuntut umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata kepada ahli warisnya.
e. Terhadap Tindak Pidana yang Dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimum ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui prosedural ketentuan Pasal 20 (ayat 1-6) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah sebagai berikut.
1) Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutandan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
2) Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan olehorang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak
dalam lingkungan korporasi tersebutbaik sendiri maupun bersama-sama.
3) dan (4) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada orang lain.
4) Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawake sidang pengadilan.
5) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus
atau di tempat pengurus berkantor.
Tindak pidana korupsi dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu tindak pidana korupsi murni dan tindak pidana tidak murni. Tindak pidana murni dalam perumusannya memuat norma dan sanksi sekaligus. Adapun tindak pidana tidak murni dalam perumusannya hanya memuat sanksi saja, sedangkan normanya terdapat dalam KUHP