Menurutnya, sebagaimana yang dijelaskan Poerwantana, akal dibagi menjadi tiga: Pertamaakal demonstratif (burhaniy) yang memiliki kemampuan untuk memahami dalil-dalil yang meyakinkan dan tepat, menghasilkan hal-hal yang jelas dan penting serta melahirkan filsafat. Kedua adalah akal logik (manthiqiy) yang sekedar mampu memahami fakta-fakta argumentatif. Ketigaadalah akal retorik (khithābiy) yang mampu menangkap hal-hal yang bersifat nasehat dan retorik, karena tidak dipersiapkan untuk memahami aturan berpikir sistematis.
Cara manusia mendapatkan pengetahuan selain, melalui perasaan dan imajinasi adalah lewat akal. Jalan menuju pengetahuan lewat perasaan atau akal membawa kepada pengetahuan mengenai hal-hal universal. Maka manusia mendapatkan gambaran dan nalar. Bentuk-bentuk yang diserap oleh manusia tak terbatas. Pengetahuan manusia tidak boleh dikacaukan dengan pengetahuan Tuhan, sebab manusia menyerap hal-hal yang ada lewat akalnya. Dan mustahil bila pengetahuan Tuhan sama dengan pengetahuan manusia, sebab pengetahuan manusia merupakan akibat dari segala yang ada, sedangkan pengetahuan Tuhan merupakan sebab dari adanya segala sesuatu itu.
Akal bersifat teoritis dan praktis.Akal praktis lazim dimiliki semua orang. Unsur ini merupakan asal daya cipta manusia, hal-hal yang dapat di akali secara praktis, yang dihasilkan lewat pengalaman yang didasarkan pada perasaan dan imajinasi. Dan lewat akal praktislah manusia mencinta dan membenci.
Persesuaian antara filsafat dan agama atau antara akal dan wahyu, sudah dianggap sebagai ciri terpenting Filsafat Islam. Karena dalam al-Qur’an diperintahkan agar manusia mempelajari filsafat, manusia harus membuat spekulasi alam raya dan merenungkan bermacam-macam kemaujudan. Bahwa sejauh ini, agama sejalan dengan filsafat. Tujuan dan tindakan filsafat sama dengan tujuan dan tindakan agama. Tinggal masalah keselarasan keduanya dalam metode dan permasalahan materi. Jika yang tradisional (al-manqul) ternyata bertentangandengan yang rasional (al-ma’qul), maka yang tradisional harus ditafsirkan sedemikian rupa supaya selaras dengan yang rasional.
Pendapat Ibn Rusyd, agama didasarkan pada tiga prinsip yang mesti diyakini oleh setiap muslim: eksistensi Tuhan, kenabiandan kebangkitan. Tiga prinsip ini merupakan pokok masalah agama. Karena kenabian berdasarkan wahyu, maka filsafat akan selalu berbeda dengan agama, bila tidak bisa dibuktikan bahwa akal dan wahyu bersesuaian. Tetapi pada hakekatnya, bahwa antara filsafat dan agama tidaklah bertentangan, karena dalam wahyu itu mengundang akal untuk memahaminya dan akal manusia dalam memahami wahyu sering bertentangan. Karena masing-masing akal manusia itu mempunyai tabiat dan kecenderungan sendiri.
Ringkasnya bahwa filsafat yang berpangkal pada akal dan wahyu yang berpangkal pada agama, adalah saudara kembar. Yang keduanya merupakan sahabat yang pada dasarnya saling mencintai dan saling melengkapi.