Beberapa pengertian dan prinsip-prinsip good governance yang berlaku di Indonesia, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang mampu mempertanggungjawabkan segala sikap dan perilaku serta kebijakan yang dibuat secara politik, hukum, maupun ekonomi dan diinformasikan secara terbuka kepada publik, dengan membuka kesempatan bagi publik untuk melakukan pengawasan (kontrol) dan apabila dalam praktiknya telah merugikan rakyat, maka penyelenggara pemerintahan harus mampu mempertanggungjawabkan dan menerima tuntutan hukum atas tindakan tersebut.
Adapun perwujudan konkrit dari implementasi good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah (Widodo 2001:30), yaitu:
(1) Penyelenggaraan administrasi publik dalam pemerintahan daerah dapat berfungsi dengan baik dan tidak memboroskan uang rakyat.
(2) Pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya berdasarkan norma dan etika moralitas pemerintahan yang berkeadilan.
(3) Aparatur pemerintah daerah mampu menghormati legitimasi konvensi konstitusional yang mencerminkan kedaulatan rakyat.
(4) Pemerintah daerah memiliki daya tanggap terhadap berbagai variasi atau persoalan yang berkembang dalam masyarakat.
Berbagai pengaturan tentang penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik mulai muncul sejak jatuhnya rezim orde baru pada Mei 1998. Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penylenggaraan Negara. Kemudian disusul dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
|
Good Governance |
Berlakunya Undang-Undang pemerintahan daerah tersebut telah membawa perubahan yang sangat mendasar dalam sistem kewenangan pemerintah di Indonesia, yaitu berlakunya prinsip desentralisasi dan perubahan paradigma pemerintahan dari government menjadi governance. Prinsip desentralisasi menghendaki bahwa sumber-sumber kewenangan yang sebelumnya berpusat pada pemerintah sebagai institusi tertinggi yang mewakili negara, maka secara bertahap dilakukan transfer kewenangan dan tanggungjawab kepada institusi di luar pemerintah pusat.
Perubahan paradigma pemerintahan dari government menjadi governance memandang bahwa kinerja pemerintahan harus dilihat dari interaksi dan relasi antara berbagai faktor dan aktor di luar birokrasi. Adapun aktor-aktor beserta perannya yang terlibat dalam good governance dikelompokan menjadi tiga (Sofyan 2012:41), yaitu:
(1) Negara atau Pemerintah mempunyai peran antara lain: (a) menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil; (b) membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan; (c) menyediakan public service yang efektif dan accountable; (d) menegakkan Hak Asasi Manusia; (e) mengelola dan melindungi lingkungan hidup; (f) mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik.
(2) Swasta dalam mewujudkan good governance mempunyai peran, antara lain: (a) menjalankan industri; (b) Menciptakan lapangan kerja; (c) menyediakan insentif bagi karyawan; (d) meningkatkan standar kehidupan masyarakat; (e) memelihara lingkungan hidup; (f) menaati peraturan; (g) melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat; (h) menyediakan kredit bagi pengembangan UKM.
(3) Masyarakat merupakan salah satu aktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan good governance. Masyarakat mempunyai peran antara lain: (a) menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi; (b) mempengaruhi kebijakan; (c) mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah; (d) mengembangkan Sumber Daya Manusia; (e) menjadi sarana checks and balancespemerintah; (f) menjadi sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.
Ketiga aktor tersebut, merupakan unsur yang sangat penting yang harus aktif dalam rangka menunjang keberhasilan good governance.