Penyelenggaran otonomi daerah di Indonesia menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dan prinsip otonomi yang nyata danbertanggungjawab. Prinsip otonomi seluas-luasnya mempunyai arti bahwa daerah otonom diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Meskipun demikian, otonomi bukan berarti penyerahan kewenangan secara bebas begitu saja kepada daerah. Daerah otonom memiliki kewenangan, keleluasaan mengambil keputusan, untuk mengatur dirinya sendiri sesuai dengan pembagian urusan antara kewenangan pemerintah pusat dan daerah.
Prinsip otonomi yang nyata artinya penanganan urusan pemerintahan didasarkan pada tugas, wewenang, dan kewajiban yang secara nyata telah ada, berpotensi untuk tumbuh dan hidup serta berkembang sesuai dengan potensi dan karakteristik atau kekhasan masing-masing daerah. Sementara itu, prinsip otonomi yang bertanggungjawab memiliki arti bahwa pelaksanaan otonomi daerah harus benar-benar sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi, yaitu untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan tujuan Negara Indonesia.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 selain menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab, penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia juga menggunakan beberapa asas, antara lain: (1) Asas Desentralisasi; (2) Asas Dekonsentrasi; dan (3) Tugas Pembantuan.
|
Otonomi Daerah |
1. Asas Desentralisasi
Desentralisasi sebagai asas dalam penyelenggaraan pemerintahan menurut Van Der Pot dibagi menjadi desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional. Desentralisasi teritorial merupakan bentuk lembaga yang didasarkan pada wilayah dan berbentuk otonom, sedangkan desentralisasi fungsional berbentuk badan-badan yang didasarkan pada tujuan tertentu.
Menurut Cheema dan Rondinelli dalam Bastian (2005:42),desentralisasi mempunyai pengertian sebagai perpindahan wewenang atau pembagian kekuasaan dalam perencanaan pemerintahan, manajemen dan pengambilan keputusan dari tingkat nasional ke tingkat daerah. Sementara itu, menurut Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 desentralisasi merupakan “penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.“
Desentralisasi memiliki berbagai macam tujuan yang dapat diklasifikasi ke dalam dua kategori, yaitu peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan. Tujuan desentralisasi sangat dipengaruhi oleh kesepakatan dalam konstitusi suatu negara terhadap arah pertumbuhan (direction of growth) yang akan dicapai (Prasojo et al. 2006:51).
2.Asas Dekonsentrasi
Dekosentrasi menurut Walfer dalam Widjaja (2013:35), merupakan pelimpahan wewenang pada pejabat atau kelompok pejabat yang diangkat oleh pemerintah pusat dalam wilayah administrasi.Dekonsentrasi juga dapat diartikan sebagai sentralisasi yang diperhalus, yaitu memberi kepercayaan kepada pejabat di luar kantor pusatnya untuk menjalankan kebijakan administratif di wilayah kerjanya (Nurcholis 2005: 23).
Dekonsentrasi berdasarkan Pasal 1 ayat (9) UU No. 23/ 2014 yaitu “pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/ atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.”
3. Tugas Pembantuan (Medebewind)
Selain asas desentralisasi dan dekosentrasi, penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia juga menerapkan asas pembantuan (medebewind). Menurut Bagir Manan (1994:31), Medebewind diartikan sebagai pembantu dalam penyelenggaraan kepentingan-kepentingan dari pusat atau daerah yang mempunyai tingkat lebih tinggi terhadap daerah di bawahnya dan dilaksanakan oleh perangkat daerah. Medebewind sering disebut juga dengan sertatantra/ tugas pembantuan.
Tugas pembantuan menghendaki pemerintah pusat atau pemerintah daerah otonom yang lebih tinggi untuk menyerahkan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan merupakan kewenangannya kepada daerah otonom di bawahnya. Daerah otonom yang diserahi ini kemudian melaksanakan melalui perangkat-perangkat daerah (dinas-dinas) dan bertanggungjawab kepada kepala daerah.
Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 memberikan definisi bahwa tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah Provinsi, Kabupaten/ Kota dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/ kota kepada desa untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.