Berat badan bervariasi sebagai fungsi dari keseimbangan energi. Ketika kalori yang masuk melebihi energi yang keluar, kelebihan kalori disimpan oleh tubuh dalam bentuk lemak, yang menyebabkan obesitas (Esparza dkk., 2000). Kunci untuk mencegah obesitas adalah dengan menyetarakan energi yang keluar dengan energi yang masuk. Namun, hal ini lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Peneliti menyebutkan bahwa sejumlah faktor memberikan kontribusi pada ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan yang keluar yang menyebabkan obesitas, termasuk diantaranya faktor genetis , metabolisme, sel lemak, gaya hidup, dan faktor psikologik.
a. Faktor Genetis
Dulu pernah diasumsikan bahwa orang tua yang obesitas mendorong anak-anak mereka untuk menjadi gemuk dengan memberikan contoh yang buruk. Namun sebuah studi yang diadopsi dari Srikandinavia secara tegas menyatakan bahwa faktor hereditas adalah kunci utamanya (Stunkard., 1986). Studi ini menunjukkan bahwa berat badan anak-anak lebih erat kaitannya dengan berat badan orang tua biologis daripada dengan orang tua angkat. Bukti yang paling kuat mengenai peran genetis mungkin berasal dari studi yang berasal dari studi terhadap kembar identik yang menunjukkan bahwa tanpa memandang apakah anak kembar identik yang menunjukkan bahwa tanpa memandang apakah anak kembar tersebut dibesarkan secara bersama ataupun terpisah, berat badan mereka terikat dan berkembang secara setara ketika mereka menjadi dewasa (Stunkard dkk., 1990). Konsisten dengan penjelasan genetis, kembar fraternal lebih bervariasi dalam hal berat badan penjelasan genetis, kembar fraternal lebih bervariasi dalam hal berat badan (disesuaikan dengan tinggi badan) dibanding dengan kembar satu telur.
Kebanyakan ahli dalam bidang ini percaya bahwa faktor genetis memainkan peran penting dalam menentukan risiko obesitas (Devlin dkk., 2000). Tetapi genetis tidak merupakan satu-satunya penyebab. Ahli obesitas menyadari bahwa faktor genetis dan lingkungan (pola diet dan olahraga) sama-sama berpengaruh pada obesitas. (Wing & Polley, 2001)
|
Obesitas |
b. Faktor Metabolisme
Ketika kita kehilangan berat badan, terutama dalam jumlah yang signifikan, tubuh bereaksi seakan-akan kelaparan. Tubuh merespon penurunan berat badan dengan memperlambat tingkat metabolisme (metabolic rate, tingkat pembakaran kalori tubuh (kolata, 1995; leibel, rosenbaum, & Hirsch, 1995). Hal ini mempersulit penurunan berat badan lebih lanjut atau sekedar mempertahankan penurunan berat badan. Beberapa teoretikus yakin bahwa mekanisme dalam otak mengontrol metabolisme tubuh untuk menjaga berat badan sekitar titik pengaturan (set point) yang telah ditentukan secara genetis (keesey, 1980). Latihan fisik yang giat akan membakar kalori secara langsung dan dapat meningkatkan tingkat metabolisme dengan mengganti jaringan lemak dengan otot, terutama jika program latihan fisik ini melibatkan aktivitas angkat beban. Juga, sedikit demi sedikit, otot akan membakar lebih banyak kalori daripada lemak.
c. Faktor Sel Lemak
Usaha-usaha orang “gemuk” untuk mempertahankan profil langsing dapat di rusak oleh sel-sel dalam tubuh mereka sendiri yang dinamakan sel lemak (fat cells). Sel lemak bukanlah sel yang “gemuk”. Sel lemak adalah sel yang menyimpan lemak. Sel lemak berisi jaringan lemak dalam tubuh (disebut juga jaringan adipose). Orang-orang obesitas memiliki lebih banyak sel lemak (Brownell & Wadden, 1992) daripada orang-orang yang tidak obesitas. Penderita obesitas yang parah mungkin memiliki 200 miliar sel lemak, dibandingkan dengan 25 atau 30 miliar pada individu dengan berat badan normal. Hal ini penting karena setelah makan, tingkat gula darah menurun, mendorong lemak dari sel-sel ini untuk mengedarkan lebih banyak makanan pada tubuh. Hipotalamus pada otak mendeteksi pengosongan lemak pada sel ini. Hipotalamus kemudian memberi tanda pada korteks selebral, memicu dorongan rasa lapar yang memotivasi makan dan kemudian mengisi kembali sel lemak.
Orang yang memiliki lebih banyak jaringan lemak mengirimkan lebih banyak sinyal pengosongan lemak ke otak daripada orang yang memiliki berat badan yang sama tetapi memiliki sel lemak yang lebih sedikit. Sebagai hasilnya, mereka lebih cepat merasa membutuhkan makanan. Sangat disayangkan, diet tidak membuang sel-sel lemak namun menciutkannya. Banyak pelaku diet yang obesitas, bahkan pelaku diet yang sukses, mengeluhkan bahwa mereka merasa kelaparan terus-menerus dalam usaha mempertahankan berat badan normal. Orang-orang dengan jaringan adipose tingkat tinggi diragukan dapat menurunkan berat badan mereka karena jaringan lemak mengelola makanan lebih lambat daripada otat.
Faktor keturunan berperan dalam menentukan jumlah sel lemak dalam tubuh. Namun, masuknya makanan yang berlebihan pada awal masa kanak-kanak juga dapat mempengaruhi.
d. Faktor Gaya Hidup
Orang-orang yang obesitas biasanya secara fisik kurang aktif dibandingkan orang-orang yang berat badannya normal. Meskipun bukti korelasional kurang memadai untuk menjelaskan adanya sebab akibat, cukup beralasan untuk mengasumsikan bahwa ketidakaktifan secara fisik dan kelebihan berat badan terkait satu sama lain. Dengan kata lain, ketidakaktifan fisik dapat menyebabkan bertambahnya berat badan, dan bertambahnya berat badan dapat menyebabkan seseorang menjadi kurang aktif.
Faktor gaya hidup lainnya, seperti menerapkan pola makan tinggi lemak dan makan dalam porsi besar, juga berkontribusi pada obesitas (Wing & Polley, 2001). Sinyal-sinyal makanan dalam iklan televisi, iklan media cetak, dan sejenisnya, juga memainkan peran tertentu. Meskipun bukti tidak menunjukkan bahwa orang-orang yang obesitas menjadi lebih sensitive terhadap sinyal-sinyal makanan daripada individu dengan berat badan normal, namun respons yang berlebihan terhadap sinyal-sinyal makanan ini dapat mengakibatkan konsumsi makanan yang tidak tepat pada orang-orang dari kelas berat badan apapun.
e. Faktor Psikologis
Menurut teori psikodinamika, makan adalah aktivitas oral yang mendasar. Teoretikus psikodinamika yakin bahwa orang-orang yang pada tahap oral terfiksasi oleh konflik ketergantungan dan kemandirian, cenderung akan mengatasi stres dengan aktifitas oral yang berlebih seperti makan berlebihan. Faktor psikologis lain yang berhubungan dengan makan berlebihan dan obesitas mencakup rendahnya self-esteem, kurangnya harapan self-efficacy, konflik keluarga, dan emosi negatif. Meskipun hubungan antara faktor-faktor ini dan obesitas mempengaruhi pria maupun wanita, wanitalah yang paling sering mencari penanganan untuk obesitas. Karena semakin besar tekanan yang mereka alami untuk memenuhi harapan sosial akan kelangsingan tubuh.