Di zaman yang serba modern ini, manusia
dituntut menguasai berbagi macam keahlian guna untuk dapat beradaptasi dan
berinteraksi dangan lingkungan yang serba cangih. Hal ini menuntut kepada para
pelaksana dan pemerhati pendidikan untuk membekali anak didik dengan segala
jenis pengetahuan, tidak hanya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi juga
disertai dengan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Itu
dimaksudkan agar generasi penerus (anak didik) kita memiliki bekal sehingga
tidak sampai terombang-ambing dalam menghadapi kerasnya kehidupan dan
persaingan yang terjadi disegala bidang kehidupan.
Dalam hal ini Pendidikan sangat
dibutuhkan, khususnya pendidikan agama sebagai wahana untuk membuka cakrawala
pengetahuan, tidak hanya dari kebodohan atau ketidaktahuan saja, tapi juga
sebagai wahana pengembangan diri dari segala potensi yang ada pada peserta
didik serta penataan moral bangsa yang kini makin memprihatinkan. Untuk
menghadapi itu, pendidikan telah banyak melakukan pembenahan-pembenahan,
perubahan dan pengembangan baik dari perangkat keras maupun perangkat lunaknya
sebagai upaya meningkatkan kesiapan diri anak didik dalam menghadapi zaman
modern ini. Namun untuk mencapai hal itu tidak semudah membalikkan telapak
tangan, tapi harus melalui proses-proses yang cukup panjang dan menguras segala
daya kita serta membutuhkan banyak pengorbanan baik yang bersifat fisik maupun
psikologis.
Wujud dari upaya pemerintah untuk
mengembangkan pendidikan adalah dengan melakukan perubahan kurikulum yang
digunakan sebagai patokan dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Sejak awal
kemerdekaan hingga pada masa sekarang ini. Setidaknya sudah terjadi kali kelima
perubahan kurikulum, yaitu Kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984,
kurikulum 1994, kurikulum 2004 dan kurikulum 2006 (KTSP) yang sedang di
terapkan sekarang. Ia merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004.
Pada dasarnya dunia pendidikan kita telah
melakukan perubahan yang cukup signifikan dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan dan kualitaas kelulusan melalui perubahan kurikulum. Hal ini
berdampak pada pelaksanaan proses pembelajaran, dari “teacher oriented”
(pembelajaran yang berpusat pada guru) beralih dengan “student oriented”
(pembelajaran yang berpusat pada siswa).
Namun, dalam pelaksanaannya kurang
menunjukkan hasil yang memuaskan atau bahkan dapat dikatakan bahwa apa yang
diharapkan dari pergantian dan perubahan itu tidak tercapai. Hal ini terbukti
dengan semakin terpuruknya kualitas pendidikan kita, baik dari lingkup Asia
maupun dunia. Ditambah lagi setiap tahun masih banyak peserta didik yang tidak
lulus karena dalam prosesnya tidak dapat melaksanakan konsep pendidikan yang
baik dan pelaksana pendidikan yang memiliki kualitas yang rendah.
Selama ini proses pembelajaran PAI belum
memberikan ruang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang
dimilkinya. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan yang terjadi di sekolah. Guru
masih menggunakan paradigma lama dalam proses belajar mengajar. Guru mendominasi
pembelajaran dan siswa di kondisikan pasif menerima pengetahuan. Guru
diposisikan sebagai sumber pengetahuan sedang siswa sebagai penyerap dan
penerima pengetahuan melalui transfer dari guru, yaitu siswa hanya menunggu
proses transformasi dari guru dan kemudian memberikan respon berupa
menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru dan siswa hanya dibiarkan duduk,
dengar, catat, hapal dan tak dibiasakan belajar aktif. Guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi
dengan teman, sehingga dalam proses pengajaran Pendidikan Agama Islam
berpeluang besar gagalnya proses internalisasi nilai-nilai Agama Islam pada
diri siswa. Paradigma ini sesuai dengan teori John Locke, yang mengatakan bahwa
pikiran seorang anak seperti kertas kosong, putih dan siap menunggu
coretan-coretan dari gurunya. Dengan kata lain, otak seorang anak ibarat botol
kosong yang siap diisi dari segala pengetahuan dari guru.
Dalam menjalankan pembelajaran yang dapat
meningkatkan hasil pembelajaran dan sekaligus melatih siswa untuk lebih aktif.
Banyak sekali kendala yang harus dihadapi. Salah satu kendalanya adalah sistem
evaluasi yang cenderung mengukur kemampuan dan prestasi belajar siswa hanya
dari segi kognitif saja. Padahal anak didik dikatakan berhasil dalam pembelajarn
apabila kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dapat berkembang dengan baik.
Dalam artian bahwa kegiatan evaluasi pendidikan itu harus menyentuh aspek
kemanusiaan secara menyeluruh yang meliputi aspek kognitif (pengetahuan), aspek
afektif (sikap), dan aspek psikomotorik (keterampilan).
Sementara kondisi dilapangan terkadang
masih belum sesuai dengan konsep-konsep yang ditawarkan oleh KBK, terlebih pada
pembelajaran PAI yang lebih banyak menekankan pada hapalan sehingga dalam
penilaiannya pun kurang mengevaluasi dari sisi bagaimana proses belajar siswa.
Perwujudan dari pola pembelajaran dapat dimulai dengan mengubah salah satu
komponen penting pembelajaran yaitu evaluasi. Dimana evaluasi tidak cukup hanya
dengan mengukur daya ingat, tetapi juga harus menggali bagaimana anak berproses
dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Selama ini anak cenderung diukur daya
ingatnya. Sehingga guru pun sibuk memberikan berbagai masukkan yang harus
dihapal. Siswa tidak pernah diajak dan diajar untuk belajar, tetapi cenderung
menjawab tes. Guru lebih menitik beratkan kepada bagaimana pengetahuan
dimilikinya bisa disampaikan dan ditransfer kepada siswanya. Karenanya hasil
yang diperoleh siswa dengan mengikuti pembelajaran lebih terarah agar siswa
banyak memiliki beragam pengetahuan tanpa kedalaman yang berarti. Yaitu
seringkali siswa hanya mampu mengingat sesaat tentang berbagai pengetahuan,
tanpa ada kesempatan untuk dapat mendalaminya, apalagi pemanfaatan dalam
menghadapi masalah dikehidupn seharai-hari. Padahal, yang diperlukan adalah
evaluasi untuk melihat bagaimana anak berproses.
Hasil observasi yang dilakukan di SMP
Negeri 1 Karangbinagun Lamongan, menunjukkan bahwa guru tidak pernah mengajukan
permasalahan (soal) yang jawabannya tidak tunggal. Dalam pembelajaran, guru
hanya menuntut siswa mengerjakan soal latihan yang ada dalam buku panduan (buku
pegangan siswa) dan tidak satupun soal yang ada dalam buku panduan tersebut
yang merupakan soal yang dapat membuat anak berfikir konvergen. Dalam
mengaktifkan siswa, guru dapat memberikan soal atau permasalahan yang beragam
yang jawabannya dapat lebih dari satu dan penyelidikan, selain yang jawabanya
tunggal. Problem yang di temui dilapangan adalah metode bagaimana yang dapat
meningkatkan keaktian siswa dalam belajar. Memberikan evaluasi dalam bentuk
angka semata tanpa penjelasan atau pemberian umpan balik positif mempunyai
dampak yang merugikan pengembangan keaktifan siswa. Jika siswa sering merasa
diawasi dan dinilai guru, motivasi dan keaktifan siswa akan berkurang.
Upaya untuk mengatasi rendahnya hasil
belajar dan rendahnya tingkat keaktifan siswa perlu terus dilakukan. Hal itu
harus dilakukan dengan mengadakan perbaikan pada setiap aspek yang mempengaruhi
hasil belajar dan tingkat keaktifan siswa. Untuk menaggulangi hal tersebut
perlu kiranya memahami tentang pentingnya pendidikan yang baik.
Adapun format pendidikan bagaimana yang
baik. Menurut Hasan Langgulung dalam bukunya “Asas-asas Pendidikan Islam”
menyatakan bahwa: “Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memberikan
sumbangan pada semua bidang pertumbuhan individu dalam pertumbuhan jasmani dari
segi struktural dan pertumbuhan fungsional juga menimbulkan kesediaan,
bakat-bakat, keterampilan, dalam pertumbuhan akal, pertumbuhan psikologis,
pertumbuhan spiritual dan moral dan juga mengenai pertumbuhan sosial
individual”. Dikatakan sebagai pendidikan yang baik, bila dalam prosesnya dapat
mencapai dari tujuan Pendidikan itu sendiri, sedangkan tujuan pendidikan adalah
terbentuknya suatu kepribadian yang utama, suatu kepribadian yang menganut
hukum-hukum islam, atau suatu kepribadian muslim.
Cita-cita
tersebut tidak hanya sebagai “Isapan Jempol” saja bila dalam proses
pelaksanaannya para pendidik dapat menggunakan metode yang tepat. Namun, jika
kita perhatikan dalam proses perkembangan pendidikan, khususnya pendidikan
agama di Indonesia bahwa salah satu hambatan yang menonjol dalam pelaksanaan
pendidikan agama islam ialah masalah metode dalam mengajarkan pendidikan agama
pada perguruan umum atau lembaga pendidikan umum.
|
Brainstorming |
Kebanyakan
guru agama hanya menggunakan metode konvensional (tradisional) yang
penyampaiannya sangat monoton, sehingga mengakibatkan proses pembelajaran itu
menjemukan bagi peserta didik, bahkan tidak sedikit penggunaan metode itu dalam
proses pembelajaran cenderung mematikan kreatifitas dan keaktifan siswa. Hal
itu disebabkan kurang dikuasainya metode mengajar oleh guru-guru agama dan
tidak diketahuinya metode khusus dalam mengajar agama.
Dalam
prakteknya guru sering kali menonjolkan hal-hal yang dapat menciutkan nyali
anak didik untuk lebih aktif, seperti dosa, neraka, siksa dan yang lainnya, padahal dalam dalam dunia
pendidikan dan pengajaran agama, guru dan murid merupakan dua faktor yang
sama-sama aktif guna untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Guru sebagai subyek
yang aktif mengajar agama dan murid sebagai subyek yang aktif menerima
pelajaran agama.
Berkaitan
dengan metode pengajaran, Allah berfirman dalam Al-Qur’an Qs. An Nahl ayat 125,
yang berbunyi:
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya:
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Berdasarkan
ayat di atas metode pengajaran merupakan faktor pendidikan yang sangat penting
dalam proses pembelajaran, bahkan termasuk salah satu faktor yang menunjang
tercapainya tujuan pendidikan.
Maka
dari itulah guru agama harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai metode
dalam mengajar. Metode yang dapat membangkitkan atau mengugah gairah dan
keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran adalah metode brainstorming.
Brainstorming
adalah suatu cara pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok yang peserta
didiknya memiliki latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda.
Dan memberikan kebebasan siswa untuk mengajukan ide-ide atau gagasan-gagasan
dari persoalan yang muncul/sengaja dimunculkan dalam pembelajaran sesuai dengan
aturan-aturan yang ada.
` Sebenarnya
metode pembelajaran sangat banyak ragam dan jenisnya, diantaranya adalah
cermah, diskusi, tanya jawab, resitasi dan masih banyak lagi. Namun di sini
penulis lebih tertarik untuk membahas tentang metode brainstorming, karena
dengan diterapkannya metode tersebut dapat menjadikan anak yang semakin aktif
dan kreatif dalam mengikuti proses pembelajaran serta semakin kritis terhadap
permasalahan-permasalahan yang ada.
Berdasarkan
latar belakang diatas, penulis tergugah untuk meneliti tentang: “PENERAPAN
METODE BRAINSTORMING DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA
MATA PELAJARAN PAI DI SMP NEGERI 1 KARANGBINANGUN LAMONGAN”.
A.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
pada paparan latar belakang masalah penelitian tersebut, maka dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.
Bagaimana kemampuan guru mengelola
proses pembelajaran dengan metode brainstorming pasa mata pelajaran PAI di SMP
Negeri 1 Karangbinangun Lamongan?
b.
Bagaimana keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran PAI di SMP Negeri 1 Karangbinangun Lamongan?
c.
Bagaimana respon siswa terhadap
penerapan metode brainstorming pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri 1
Karangbinangun Lamongan?
d.
Adakah pengaruh metode
brainstorming terhadap meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran
PAI di SMP Negeri 1 Karangbinangun Lamongan?
B.
Alasan Memilih Judul
Ada beberapa alasan mengapa penulis
memilih judul ini, diantaranya:
1.
Karena kurangnya pengertian,
pengetahuan, dan pemahaman masyarakat khususnya pelaku pendidikan tentang
pentingnya pengaruh metode brainstorming dalam menunjang keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran.
2.
Judul yang penulis ambil adalah
sesuai dengan jurusan yang ditempuh yakni Pendidikan Agama Islam (PAI).
C.
Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui kemampuan guru
mengelola proses pembelajaran dengan metode brainstorming di SMP Negeri 1
Karangbinangun Lamongan.
2.
Untuk mengetahui keaktifan belajar
siswa selama mengikuti pembelajaran dengan metode brainstorming pada mata
pelajaran PAI di SMP Negeri 1 Karangbinangun Lamongan.
3.
Untuk mengetahui respon siswa
terhadap penerapan metode brainstorming dalam meningkatkan keaktifan siswa pada
mata pelajaran PAI di SMP Negeri 1 Karangbinangun Lamongan.
4.
Untuk mengetahui adakah pengaruh
metode brainstorming terhadap peningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata
pelajaran PAI di SMP Negeri 1 Karangbinangun Lamongan.
D.
Signifikansi Penelitian
1.
Signifikansi Akademi Ilmiah
a.
Sebagai bahan informasi untuk
mengembangkan metode dalam dunia pendidikan.
b.
Sebagai tambahan informasi faktual
bagi pihak SMP Negeri 1 Karangbinangun Lamongan dalam menetapkan metode pembelajaran.
c.
Memberikan masukan bagi dunia
pendidikan akan besarnya pengaruh metode brainstorming dalam menunjang
keaktifan siswa dealam proses pembelajaran.
2.
Signifikansi Sosial Praktis
a.
Memberikan masukkan bagi tua,
lembaga, dan instansi yang terkait akan pentingnya penggunaan metode
brainstorming dalam proses pembelajaran.
b.
Memberikan masukkan atau bahan
referensi untuk kajian pustaka atau penelitian selanjutnya di bidang terkait.
E.
Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui
data-data yang terkumpul. Hipotesis merupakan suatu pertanyaan-pertanyaan yang penting
kedudukannya dalam penelitian. Oleh karena itu dituntut kemampuan untuk
merumuskan hipotesis dengan jelas.
Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan
hipotesis kerja (Ha) yaitu ada pengaruh penerapan metode brainstorming terhadap
peningkatan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri 1
Karangbinangun Lamongan.
Hipotesis diatas merupakan jawaban
sementara dari rumusan masalah keempat, sedangkan rumusan masalah pertama,
kedua dan ketiga tidak memerlukan hipotesis, karena sifatnya diskriptif. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi
Arikunto yang mengatakan bahwa hipotesis hanya dibuat jika yang dipermasalahkan
menunjukkan hubungan antar dua variabel atau lebih sedangkan jawaban untuk satu
variabel yang sifatnya deskriptif tidak memerlukan hipotesis.
F.
Defenisi Operasional
Sebelum penulis menguraikan lebih jauh,
maka perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa pengertian dalam judul. Hal ini
dimaksudkan agar tidak terjadi kesalah pahaman dan kesimpangsiuran dalam
menginterpretasikan judul tersebut. Istilah-istilah yang ada adalah:
1.
Penerapan adalah pelaksanaan ide,
konsep, kebijakan atau motivasi dalam suatu tindakan praktis sehingga
memberikan dampak, baik berupa maupun nilai dan sikap.
2.
Kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran adalah kemampuan seorang guru dalam mengatur proses kegiatan
belajar mengajar yang meliputi: (a). Menyampaikan pendahuluan, yaitu
menyampaikan tujuan pembelajaran, memberi motivasi kepada siswa, mengaitkan
materi yang sekarang dengan yang lalu, menyampaikan strategi pembelajaran yang
akan digunakan, (b). Kegiatan inti, yaitu memberikan penjelasan secara umum
tentang materi yang akan dipelajari siswa dengan demonstrasi atau teks, membagi
lembaran soal yang dikerjakan secara individu oleh siswa, menyuruh untuk
melengkapi atau membuat catatan, melatih keterampilan untuk bekerja sama dalam
kelompok brainstorming, (c). Penutup, yaitu memberikan penghargaan kepada
kelompok yang berprestai dan lebih aktif
3.
Metode : cara yang telah teratur
dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara
kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
tujuan yang ditemukan. Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa metode
mengandung unsur prosedur yang tersusun secara teratur dan logis serta
dituangkan dalam suatu rencana kegiatan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian
bahwa unsur-unsur metode mencakup prosedur, sistemik, logis, terencana, dan
kegiatan untuk mencapai tujuan.
4.
Brainstorming : suatu cara
pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok yang peserta didiknya memiliki latar
belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda.
Dan memberikan kebebasan siswa untuk mengajukan ide-ide atau gagasan-gagasan
dari persoalan yang muncul/sengaja dimunculkan dalam pembelajaran sesuai dengan
aturan-aturan yang ada.
5.
Keaktifan : berasal dari kata
“aktif” yang berarti giat, sibuk. Yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an menjadi keaktifan yang
artinya kegiatan atau kesibukan.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan keaktifan siswa adalah kegiatan-kegiatan
siswa yang dilakukan selama proses belajar mengajar yaitu mendengar atau
memperhatikan penjelasan guru atau temannya, menyelesaikan masalah atau soal
braibstorming secara kelompok, menyampaikan pendapat atau penjelasan secara
lisan, dll.
6.
Belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
7.
Siswa adalah anak yang sedang
tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologis untuk mencapai
pendidikannya melalui lembaga pendidikan atau sekolah.
` Jadi
dalam penelitian ini yang dimaksud dengan keaktifan belajar siswa adalah
semangatnya siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Yaitu yang
diwujudkan dalam bentuk memberikan ide-ide yang baru dari permasalahan atau
soal yang diajukan dengan metode brainstorming.
8.
Proses Pembelajaran PAI adalah
suatu tahapan-tahapan dalam upaya pemberian pengetahuan kepada anak didik
supaya mempunyai ilmu pengetahuan tentang Agama Islam.
9.
Respon adalah reaksi, jawaban..
Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
respon siswa terhadap metode yang diterapkan.
10.
Pengaruh adalah daya yang ada atau
timbul dari sesuatu yang berkuasa.
G.
Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan pada skripsi
ini terdiri dari beberapa bab, diantaranya:
a.
BAB I: pada bab ini berisi tentang
pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, identifikasi variabel dan
rumusan masalah, alasan memilih judul, definisi operasional, tujuan dan
kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
b.
BAB II: berisikan tentang landasan
teori. Dengan sub pokok bahasan: Tinjauan tentang Metode brainstorming yang
didalamnya berisikan tentang pengertian metode brainstorming, tujuan, kegunaan
dan manfaat metode brainstorming, langkah-langkah penerapan metode
brainstorming, dan syarat-syarat metode brainstorming. Kemudian kemudian
tinjauan tentang Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran PAI yang berisikan
tentang pengertian keaktifan, faktor-faktor yang mendorong keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran, bentuk keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Dan yang terakhir tentang tinjauan hubungan korelasinya yang berisikan
pentingnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, peranan metode
brainstorming dalam proses pembelajaran, dan pengaruh metode brainstorming
terhadap keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran.
c.
BAB III: Metodologi Penelitian,
pada bab ini membahas tentang jenis penelitian, jenis data dan sumber data,
populasi dan sampel, rancangan penelitian, prosedur penelitian, instrumen
penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.
d.
BAB IV: laporan hasil penelitian.
Pada bab ini mencakup sejarah berdirinya SMP Negeri 1 Karangbinangun Lamongan,
struktur organisasi serta sarana dan prasarana, keadaan tenaga pengajar,
karyawan dan siswa. Pada sub berikutnya pelaksanaan pengajaran pendidikan PAI
yang meliputi ruang lingkup bahan pokok pengajaran bidang studi PAI dan
evaluasinya serta penyajian data dan analisis data.
BAB V: merupakan kesimpulan dari keseluruhan
pembahasan serta saran-saran.