Pengertian Konsumen - Dalam peraturan perundang-undanganIndonesia, istilah konsumen sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK meyatakan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Sebelum muncul UUPK praktis hanyasedikit pengertian normatif yang tegas tentang konsumen dalam hukum positif di Indonesia. Dalam garis-garis besar haluan negara (Ketetapan MPR No. II/MPR/1993) disebutkan kata konsumen dalam rangkamembicarakan tentang sasaran bidang perdagangan. Sama sekali tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang pengertian istilah ini dalam ketetapan tersebut.
Diantara ketentuan normatif tersebut terdapat Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang LaranganPraktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. UU ini memuat definisi tentang konsumen, yaitu setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain. Batasan tersebut mirip dan garis besar maknanya diambil alih oleh UUPK.
Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah “pembeli” (koper). Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang hukum Perdata. Pengertian konsumen lebih luas daripada pembeli. Luasnya pengertian konsumen dilukiskan secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy dengan mengatakan “consumers by definition include us all”.
|
Pengertian Konsumen |
Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijke gebruiker van goederen en diensten).Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen antara dan konsumen pemakai terakhir.
Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria, sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir.
Di Perancis, berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang, konsumen diartikan sebagai “The person who obtains goods or services for personal or family purpose.”Dari definisi itu terkandung duaunsur, yaitu (1) konsumen hanya orang, dan (2) barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarganya. Sekalipun demikian, makna kata “memperoleh” (to obtain)masih kabur.
Di Spanyol, konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.
Hal yang berbeda dianut oleh Republik rakyat Cina, istilah konsumen mengacu kepada “Units and individuals who obtain, by paying the value consumer goods (hereafteras commodities) and commercial services (hereafter as services) for the needs of living.”
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen India diyatakan, “Konsumen adalah setiap orang (pembeli) atas barang yang disepakati, menyangkut harga dan cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial.”
Beragamnya pengertian konsumen, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu, dengan mempelajari perbandingan rumusan konsumen, dalam Pasal 1 angka (2) UUPK, dapat diberikan unsur-unsur definisi konsumen. Konsumen adalah:
1. Setiap orang
Subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah orang sebetulnya menimbulkan keraguan apakah hanya, orang individual (natuurlijke person) atau termasuk juga badan hukum(rechtpersoon). Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk pelaku usaha dalam pasal 1 angka (3) yang secara eksplisit membedakan kedua pengertian persoon di atas, dengan menyebutkan kata-kata “orang perseorangan atau badan usaha”. Tentu yang paling tidak tepat membatasi pengertian konsumen sebatas pada orang perseorangan, namun harus mencakup juga badan usaha dengan makna lebih luas daripada badan hukum.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, kata “orang” tidak digunakan. Dalam undang-undang itu hanya ditemukan kata “pemakai” yang dapat diinterpretasikan baik sebagai orang perseorangan maupun badan usaha.
UUPK tampaknya berusaha menghindari penggunaan kata produsen sebagai lawan kata dari konsumen. Untuk itu digunakan kata pelaku usaha yang bermakna lebih luas. Istilah terakhir dipilih untuk memberi arti sekaligus bagi kreditur (penyedia dana), produsen, penyalur, penjual dan terminologilain yang lazim diberikan.
2. Pemakai
Sesuai dengan bunyi penjelasanPasal 1 angka (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kata pemakai menekankan, konsumen adalah konsumen akhir. Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan barang dan/ atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu.
Konsumen memang tidak sekedar pembeli, tetapi semua orang (orang perseorangan atau badan usaha) yang mengkonsumsi jasa dan/atau barang. Jadi yang paling penting terjadinya suatu transaksi konsumen berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.
Transaksi konsumen memiliki banyak sekali metode. Sudah lazim terjadi sebelum suatu produk dipasarkan. terlebih dulu dilakukan pengenalan produk kepada konsumen atau product knowledge. Untuk itu dibagikan sampel yang diproduksi khusus dan sengaja tidak diperjualbelikan. Orang yang mengkonsumsi produk sampel juga merupakan konsumen, oleh karena itu wajib dilindungi hak-haknya.
Mengartikan konsumen secara sempit, seprti halnya sebagai orang yang mempunyai hubungan kontraktual pribadi (in privity of contract) dengan produsen atau penjual adalah cara pendefinisian konsumen yang paling sederhana. Konsumen tidak lagi diartikan sebagai pembeli dari suatu barang dan/atau jasa, tetapi termasuk bukan pemakai langsung, asalkan ia memang dirugikan akibat penggunaan suatu produk.
3. Barang dan/atau jasa
Berkaitan dengan barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata “produk”. Saat ini produk sudah berkonotasi barang atau jasa. Semulakata produk hanya mengacu pada pengertian barang. Dalam dunia perbankan misalnya, istilah produk dipakai juga untuk menamakan jenis-jenis layanan perbankan.
UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai,dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Sementara itu jasa diartikan sebagai layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian disediakan bagi masyarakat menunjukkan, jasa itu harus ditawarkan kepada masyarakat. Artinya, pihak yang ditawarkan harus lebih dari satu orang. Jika demikian halnya, layanan yang bersifat khusus dan individual, tidak tercakup dalam pengertian tersebut.
Kata-kata ditawarkan kepada masyarakat itu harus ditafsirkan sebagai bagian dari suatu transaksi konsumen. Artinya, seseorang yang karena kebutuhan mendadak lalu menjual rumahnya kepada orang lain, tidak dapat dikatakan perbuatannya itusebagai transaksi konsumen. Si pembeli tidak dapat dikatakan konsumen menurut UUPK
4. Yang tersedia dalam masyarakat
Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran (pasal 9 ayat (1) huruf (e) UUPK. Dalam perdagangan yang maikn kompleks dewasa ini syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya perusahaan pengembang (developer) perumahan sudah bisa mengadakan transaksi dahulu sebelum bangunannya jadi.
5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga , orang lain, dan makhluk hidup orang lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa diperuntukkan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan keluarga), bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan. Dan sisi teori kepentingan setiap tindakan manusia adalah bagian dari kepentingannya. Oleh sebab itu, penguraian unsur itu tidak menambah makna apa-apa, karena pada dasarnya tindakan memakai suatu barang dan/atau jasa juga tidak terlepas darikepentingan pribadi.
6. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas seperti itu.