Satu peristiwa yang sering dijadikan momen radikalisme di kalangan Islam adalah Revolusi Islam Iran pada 1979. Pada peristiwa tersebut Islam berhasil menjadikan syariat sebagai simbol untuk menggulingkan pemerintahan yang sedang berkuasa, Syah Reza Pahlevi. Peristiwa ini juga menjadi tonggak berdirinya negara Islam. Namun jauh sebelumnya yaitu pada masa kehancuran Negara Islam I timur tengah, telah muncul aliran wahabisme yang memiliki konsep untuk mengaplikasikan konsep syariat pada semua aspek, termasuk di antaranya idiologi Negara. Mereka berasumsi bahwa syariat Islam merupakan satu-satunya konsep yang baik untuk dijadikan landasan sebuah Negara.
Dengan berdirinya Negara Islam, secara otomatis syariat menjadi dasar negara, sistem perpolitikan juga berdasarkan syariat Islam. Artinya, semua peraturan yang meliputi segala aspek yang diberlakukan di negara tersebut secara keseluruhan berdasar atas Islam. Sehingga penerapan Islam secara kaffah dapat tercapai dengan sendirinya. Berawal dari peristiwa tersebut, kaum muslimin mencoba memperjuangkan syariat Islam untuk diterapkan ke seluruh penjuru dunia. Dari sini-lah kemudian muncul paham Islam radikal.
Muhamad Asfar dalam bukunya Islam Lunak Islam Radikal mengutarakan adanya faktor yang mengakibatkan munculnya paham Islam radikal, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari dalam ini lebih banyak berkaitan dengan penafsiran konsep jihad yang dipahami oleh sebagian penganut Islam. Penafsiran jihad yang selalu diidentikkan dengan perang menjadikan Islam memandang dunia ini dalam dua kategori. Pertama yaitu negara non muslim yang sepatutnya diperangi, dan negara-negara yang harus ditundukkan. Pada ekspansi pendudukan ini yang tak jarang disertai dengan senjata, bom dan teror terhadap perpolitikan suatu negara. Hal ini dikarenakan implementasi yang salah tentang jihad selalu diidentikkan dengan perang suci.
|
Islam Radikal |
Sedangkan faktor luar ini bisa dalam bentuk reaksi terhadap modernisasi yang dilakukan barat terhadap dunia Islam. Penolakan terhadap modernisasi biasa ditampakkan dengan penolakan penggunaan produk-produk negara yang mayoritas penduduknya beragama non muslim, seperti Amerika, Inggris dan Israel. Namun perkembangan terakhir, radikalisme didorong kondisi sosial ekonomi internasional yang dianggap tidak adil bagi kaum muslimin. Realitas ini kemudian memunculkan reaksi menolak ketidakadilan ekonomi yang cenderung dikuasai negara-negara non muslim.
Dua faktor tersebut memperjelas siapa penganut Islam radikal dan bagaimana awal mula muncul pemahaman radikal dalam Islam. Dari uraian di atas juga bisa ditarik kesimpulan bahwa pemahaman radikal muncul sebagai akibat pemahaman jihad yang kemudian menimbulkan defiasi makna, dan penolakan atas modernisasi yang dinilai tidak sesuai dengan pengalaman keagamaan (salafy).
Salafy sendiri memiliki arti dari bahasa Arab salaf yang artinya lalu atau. Akan tetapi salafi yang dimaksud di sini dilihat dari makna secara terminologi yaitu penisbatan terhadap orang-orang yang mempraktekkan Islam sebagaimana dianjurkan atau dipraktekkan olah Nabi Para penganut ajaran ini biasa ditandai dengan apa yang mereka kenakan dan perilaku mereka sehari-hari. Asumsi yang ada pada benak mereka adalah melakukan sunnah Rasul seperti memakai jubah, cadar dan lain sebagainya.
Gerakan salaf di Indonesia muncul pada tahun 1990-an, yakni ketika mulai banyak pelajar Indonesia yang dari Timur Tengah kembali ke tanah air, yang bukan saja mempunyai pengetahuan Islam yang memadai tetapi juga mempunyai concern melaksanakan Islam ‘secara. Dari sinilah paham Islam radikal mulai muncul dan masuk ke Indonesia.