Al-Qur’an merupakan kalam Allah. Sastra bahasanya tidak diragukan lagi memiliki daya eksotis ersendiri, yang tidak dimiliki oleh kitab suci agama lain selain Islam. Oleh Sayyid Qutub, kalimat perdana dalam tafsirnya (Fi Dhilal al-Qur’an) “hidup di bawah naungan al-Qur’an adalah suatu kenikmatan, kenikmatan yang hanya diketahui oleh orang-orang yang telah merasakannya.” Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Isi kandungan al-Qur’an secara global dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok isi. Kandungan isi yang pertama menyangkut syari’at kehidupan manusia sebagai hamba Allah (‘abd) atau keimanan. Ada dua hal pokok berkaitan dengan keimanan yang mengambil tepat tidak sedikit dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Pertama, adalah uraian serta pembuktian tentang keesaan Allah SWT, dan kedua adalah uraian dan pembuktian tentang hari akhir, alam akhirat dan penciptaan manusia merupakan dua fenomena gaib. Menurut Al-Qur’an seperti dikemukakan oleh M. Abdul Halim, kehidupan di dunia ini merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah kontinum, antara kehidupan dan kematian.
Kandungan isi kedua berhubungan dengan syari’at manusia sebagai khalifah di muka bumi. Intisari dari isi kandungan ini adalah tentang tatacara manusia memperlakukan sesama makhluk ciptaan Allah, baik yang berwujud benda mati maupun benda hidup, demi keberlangsungan kehidupan dunia.
Kandungan isi ketiga berhubungan dengan ilmu pengetahuan alam yang berguna dalam kehidupan manusia. Mengenai kandungan tentang ilmu pengetahuan ini banyak terkandung dalam beberapa surat dalam al-Qur’an seperti pada :
1. Surat Adh-Dhuhaa ayat 1-2, al-Lail ayat 1-2, dan asy-Syams ayat 1-4 yang menjelaskan tentang keberadaan malam dan siang akibat adanya matahari dan bulan yang merupakan ilmu pengetahuan tentang rotasi bumi.
2. Surat Asy-Syams ayat 7 yang menjelaskan tentang ilmu jiwa, di mana disebutkan bahwa jiwa manusia dapat berkembang sesuai dengan pengembangan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri, baik dalam konteks positif maupun negatif.
3. Surat an-Nahl ayat 4, al-Kahfi ayat 37, al-Mukminuun ayat 13-14, al-Hajj ayat 5, al-Fathir ayat 11, al-Mukmin ayat 67, al-Qiyamah ayat 38, dan beberapa ayat lain yang menjelaskan tentang ilmu pengetahuan terkait dengan kejadian manusia secara keilmuan biologi.
4. Surat al-Hadiid ayat 25 tentang keberadaan besi, sebagai zat maupun benda, yang diciptakan Allah untuk dimanfaatkan dalam kehidupan umat manusia.
5. Surat an-Nahl ayat 69 yang menerangkan tentang keberadaan madu sebagai obat yang berguna bagi manusia, dan lain sebagainya.
Hal tersebut semakin mempertegas bahwasanya al-Qur’an tidak hanya menjadi petunjuk terjalinnya hubungan antara manusia dengan Allah semata, namun juga menjadi petunjuk ilmu pengetahuan yang akan sangat berguna dalam kehidupan umat manusia. Keberadaan ilmu pengetahuan itu sendiri tidak terlepas dari tugas manusia sebagai khalifah yang cukup berat dan sempat mendapatkan keraguan dari para malaikat sebagaimana tersebut dalam salah satu firman Allah surat al-Baqarah ayat 30:
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. al-Baqarah : 30)
|
Potensi Diri Manusia |
Selain ilmu pengetahuan, Allah juga melengkapi manusia dengan potensi-potensi positif dalam diri umat manusia. Hal itu terbukti pada saat Adam – sebagai khalifah pertama – mampu memenangi kompetisi dengan para malaikat dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan Allah seperti termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 31-33.
Dalam surat tersebut dijelaskan bahwasanya manusia memiliki potensi berfikir dan menjawab permasalahan yang berkaitan dengan kehidupannya yang mana salah satunya adalah permasalahan ilmu pengetahuan. Selain potensi berfikir, sebagai akibat dari terbentuknya manusia oleh badan, akal, dan ruh, manusia juga memiliki potensi positif yang berkaitan dengan pertumbuhan fisiknya, seperti dari bayi, menjadi lebih tinggi, dan berkembang tinggi lagi sampai pada batas usia tertentu; pertumbuhan rambut, dan lain sebagainya.
Potensi yang ada dalam setiap manusia menurut para ilmuan itu sungguh tak terbatas, akan tetapi hingga tingkat peradaban sekarang ini yang digunakan hanya satu persen dari seluruh potensi tersebut. Potensi diri manusia secara utuh adalah keseluruhan badan atau tubuh manusia sebagai suatu sistem yang sempurna dan paling sempurna bila dibandingkan dengan sistem makhluk ciptaan Allah lainnya. Ini sesuai dengan Firman Allah surat at Tin ayat 4:
Sesungguhnya kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya. (QS. al-Tin: 4)
Jenis atau bentuk potensi itu sangat beragam. Menurut Hasan Langgulung Allah memberi manusia beberapa potensi atau kebolehan berkenaan dengan sifat-sifat Allah yaitu Asmaul Husna yang berjumlah 99.
Sedangkan apabila diidentifikasi secara garis besarnya manusia dibekali tiga potensi dasar yaitu:
a. Roh; Potensi ini lebih cenderung pada potensi tauhid dalam bentuk adanya kecenderungan untuk mengabdi pada penciptanya.
b. Potensi jasmani berupa bentuk fisik dan faalnya serta konstitusi biokimia yang teramu dalam bentuk materi.
c. Potensi Rohani, berupa konstitusi non materi yang terintegrasi dalam komponen-komponen yang terintegrasi.
Pertumbuhan pada diri manusia dan proses interaksi dengan sesamanya pada akhirnya akan membentuk berbagai sikap dan perilaku sebagai wujud pengembangan potensi diri manusia. Dalam pengertian umum sikap dipandang sebagai perangkat reaksi-reaksi afektif terhadap obyek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan individu. Dengan demikian sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman dari seseorang tetapi bukan pengaruh bawaan serta tergantung pada obyek tertentu.
Menurut Mar’at sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin terdapat beberapa rumusan umum mengenai sikap seseorang yang meliputi :
1. Sikap merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi seseorang dengan lingkungan. Lingkungan ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Lingkungan fisik, yaitu lingkungan yang berupa alam
b. Lingkungan sosial, yaitu lingkungan dalam masyarakat.
2. Sikap diperoleh dalam berinteraksi dengan manusia lain, baik di rumah, sekolah, tempat ibadah ataupun tempat lainnya melalui nasehat atau percakapan.
3. Sikap sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap obyek.
4. Sikap tergantung kepada situasi dan waktu.
Asas-asas perubahan perilaku manusia yang diamalkan dalam kegiatan sehari-hari meliputi : pendidikan, psikoterapi, perubahan sikap dan penertiban sosial melalui :
1. Classical conditioning (pembiasaan klasik) : suatu rangsang (netral) akan menimbulkan pola reaksi tertentu apabila rangsang itu sering diberikan bersamaan dengan rangsang lain yang secara alamiah tidak memuaskan cenderung akan dihentikan.
2. Law of effect (hukum akibat) yaitu perilaku yang menimbulkan akibat-akibat yang memuaskan si pelaku cenderung akan diulangi, sebaliknya perilaku yang menimbulkan akibat-akibat yang tidak memuaskan cenderung akan dihentikan.
3. Operant conditioning (pembiasaan operan), yaitu suatu pola perilaku akan menjadi mantap apabila dengan perilaku itu berhasil diperoleh hal yang diinginkan si pelaku.
4. Modelling (peneladanan), yaitu dalam kehidupan sosial perubahan perilaku terjadi karena proses dan peneladanan terhadap perilaku prang lain yang disenangi dan dikagumi.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa manusia pada hakikatnya adalah netral, baik buruknya terpengaruh dari pengaruh situasi yang dialaminya, sehingga secara tidak langsung juga dapat disimpulkan bahwasanya potensi diri manusia juga memiliki sifat netral yang mana dapat berkembang sesuai dengan kondisi yang dialami oleh manusia selama hidupnya.
Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian terkait dengan pemikiran salah satu tokoh dakwah yakni Toto Tasmara. Pemilihan terhadap tokoh ini dikarenakan pemikiran Toto Tasmara memiliki relevansi dengan keilmuan bidang dakwah. Hal ini dibuktikan dengan beberapa karyanya yang banyak membahas tentang keilmuan dakwah yang meliputi komunikasi dakwah maupun penyuluhan dakwah.
Salah satu karya Toto Tasmara, yang akan dijadikan sebagai obyek penelitian, adalah buah karya yang berjudul Menuju Muslim Kaffah: Menggali Potensi Diri Manusia. Melalui buku tersebut, Toto Tasmara mengajak pembaca untuk membahas mengenai potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia.
Pandangan yang diberikan oleh Toto Tasmara dalam bukunya Menuju Muslim Kaffah : Menggali Potensi Diri Manusia (2000) didasarkan pada penelusuran hakekat potensi diri manusia yang terkandung dalam al-Qur’an. Kodrat diri manusia yang memiliki dua sisi kemungkinan, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Adam ketika menjawab pertanyaan Allah mengenai nama benda dan ketika Adam dan Hawa terbujuk oleh rayuan syaithan untuk memetik dan memakan buah yang terlarang (Khuldi), paling tidak menjadi dasar dalam mengembangkan teori tentang bagaimana menggali potensi diri manusia menuju kepribadian muslim yang kaffah.
Pembahasan mengenai potensi diri manusia manusia dalam islam merupakan kajian yang memiliki hubungan dengan kajian ilmu psikologi, termasuk juga kajian bimbingan penyuluhan Islam. Hal ini dapat dijelaskan bahwa masalah potensi diri manusia memiliki hubungan dengan persoalan-persoalan diri manusia karena pembicaraan potensi diri manusia akan meliputi ruang lingkup potensi diri manusia bidang psikis dan fisik. Dan, permasalahan fisik dan khususnya psikis manusia merupakan kajian pokok dalam ilmu-ilmu psikologi.