Masalah kekerasan dalam rumah tangga, sekarang sudah menjadi isu publik, karena sudah diundangkan, masih membutuhkan proses-proses kelanjutan agar Undang-undang ini dapat menjamah seluruh lapisan masyarakat. Mengenai kekerasan dalam rumah tangga tersebut, kendala yang masih ada adalah keengganan korban untuk melapor dan menutup-nutupi kejadian yang dialami dalam rumah tangganya. Korban kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah pribadi yang sangat tabu dibawa keluar rumah tangganya, karaena ikatan budaya patriarkal yang menjadi belenggu bagi perempuan dalam menangani permasalahannya. Dari sini, maka upaya-upaya penanganan kekerasan dalam rumah tangga sangat diperlukan, demi terciptanya iklim humaniora dalam masyarakat Indonesia. Upaya tersebut antara lain meliputi:
1. Pendidikan
Pendidikan memegang peran kunci dalam mengangkat permasalahan kekerasan dalam rumah tangga dari masalah privat menjadi masalah umum, jadi penurunan kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi bila anggota masyarakat sendiri bertanggungjawab untuk mendidik lingkungannya, yaitu melalui pendidikan yang sensitif gender. Pendidikan di sekolah-sekolah adalah jalur yang efektif dalam upaya ini, misalnya dengan memasukkan tema-tema sensitif gender dalam kurikulum di sekolah. Hal tersebut merupakan salah satu contoh bagaimana pendidikan dapat mempengaruhi pembentukan self.
Upaya-upaya rekonstruksi budaya melalui pendidikan, baik di level formal maupun non-formal, terutama pendidikan dalam keluarga. Pendidikan yang dapat mengubah budaya patriarki menjadi budaya yang menghargai kesetaraan, perbedaan dan kemajemukan; mengubah budaya kekerasan menjadi budaya toleransi. Upaya ini diharapkan dapat membantu lahirnya iklim demokrasi yang memungkinkan partisipasi perempuan secara luas dalam berbagai perumusan kebijakan publik.
|
Stop KDRT |
2. Hukum
Dalam hal hukum harus pula diperhatikan dalam masalah kekerasan dalam rumah tangga ini, karena semua bentuk kekerasan merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Kekerasan tersebut adalah kejahatan terhadap martabat kemanusiaan dan juga perbuatan yang mengakibatkan tidak terciptanya keluarga yang bahagia. Itulah sebabnya negara memberikan perlindungan kepada masyarakat, khususnya korban, agar terhindar dan terbebas dari kekerasan, serta pemulihan terhadap korban kekerasan.
Agar para korban merasa aman dalam proses hukum maka diperlukan advokasi dan pendampingan. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa percaya diri korban dan pemulihan kondisi psikis korban, sehingga dalam menjalankan proses-proses hukum dengan sehat dan tanpa adanya tekanan apapun.
3. Kesehatan
Dalam menangani kekerasan jalur kesehatan ini, dibedakan atas penanganan fisik, psikis, dan seksual. Penanganan korban secara fisik: yaitu dengan memberikan pelayanan khusus di rumah sakit. Pelayanan tersebut berupa membantu menyembuhkan memar-memar dan luka-luka akibat kekerasan dalam rumah tangga, secara berkesinambungan, dan dalam pelayanannya tidak membedakan status sosialnya.
Sedangkan untuk korban kekerasan psikis, dapat ditangani dengan segala aspek misalnya wawancara konseling dan rumah aman. Wawancara konseling diharapkan dapat terpecahkan masalah korban yang ditangani oleh orang yang ahli, melalui percakapan itu akan tercapai pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang tepat untuk bersikap dan bertindak. Penanganan rumah aman yang didirikan oleh pemerintah maupun swasta pemerhati perempuan, yaitu dengan adanya konsultan dan psikolog untuk menangani korban yang mengalami kekerasan psikis, dan apabila kondisi psikis korban hanya ringan, korban dapat tinggal di rumahnya dengan sesekali mendatangi rumah aman tersebut. Untuk menangani korban kekerasan seksual upaya penanganannya hampir sama dengan korban kekerasan fisik, yaitu melalui rumah sakit dan instansi terkait yang memberikan pelayanan, menjamin penegakan dan perwujudan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, akan tetapi lebih menekankan pada aspek seksual dan reproduksi perempuan.