Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga
KDRT merupakan singkatan dari kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya identik dengan suami menganiaya istri tetapi bisa juga penganiayaan terhadap pembantu, kekerasan terhadap anak, perselingkuhan, sampai dengan pemalsuan surat agar suami bisa menikah lagi, itu termasuk dalam kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam tangga adalah sebuah bentuk inhibiting authority yang destruktif. Dalam kasus ini korban bisa selamanya menderita tanpa mempunyai kesempatan keluar dari situasinya. Korban adalah siapa pun yang dikuasai oleh pemilik otoritas, bisa suami oleh istrinya, bisa istri oleh suaminya, bisa anak oleh olek orang tuanya, bisa para pembantu rumah tangga yang “dimilki” oleh majikannya. Ini semua terjadi dalam rumah tangga , dan jika tanpa kesempatan bebes, akhirnya membuat korban, kaum tertindas menumpuk perasaan benci dan bersikap bermusuhan, tetapi adakalanya mereka mengganti dengan perasaan bangga, kebanggaan semua yang irasional.
Sampai saat ini mekanisme kontrol dengan kekerasan masih umum dilakukan untuk melegitimasi kekuasaan. Selama patriarki ‘disepakati’ sebagai keniscayaan alamiah, sejauh itu pula kekerasan terhadap kaum perempuan akan terus berlangsung. Karena bersifat otonom, laki-laki berhak melakukan apa yang dikehendakinya tanpa campur tangan dari luar. Oleh karenanya kekerasan dalam rumah tangga atau sering disebut domestic violence dalam spesifik lagi wife abase menjadi rahasia tanpa dapat tersentuh oleh hukum manapun.
Kekerasan pada umumnya terjadi adalah kekerasan pada perempuan dan anak, dan pelaku kekerasan dalam rumah tangga biasanya adalah pihak yang kuat, menindas yang lemah yang dalam pembahasan ini peneliti mengkhususkan kekerasan suami terhadap istri.
|
Kekerasan Dalam Rumah Tangga |
Penyebab kekerasan dalam rumah tangga
Adapun penyebab kekerasan dalam rumah tangga sebagai berikut:
a. Faktor Eksternal
Kekerasan dalam rumah tangga terjadi akibat adanya pihak yang kuat dan pihak yang lemah. Keadaan seperti ini terjadi dalam kebudayaan patriarki dimana keyakinan bahwa laki-lakilah yang harus menjadi pemimpin, pencari nafkah, dominan dan berhak dilayani istrinya merupakan cerminan bagaimana nilai-nilai masyarakat tentang peran laki-laki dan perempuan.
Herusanseno dalam artikel di web kompas yang berjudul “Menyoroti Kekerasan Dalam Rumah Tangga” menyebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga yang dialami karena masih kuatnya budaya paternalistik dan pemahaman budaya jawa yang keliru dimana seorang istri diharuskan “tunduk dan patuh” terhadap suaminya.
Dari penjelasan tesebut maka dapat dikatakan bahwa sistem budaya patriarkhi menyebabkan bias gender yang dapat menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga.
b. Faktor Internal
Ketidakseimbangan emosi seseorang dapat memunculkan perilaku agresif dalam diri seseorang. Karena ketidakseimbangan emosi akan memunculkan dorongan-dorongan dari dalam tubuh individu untuk menjadi agresif, sehingga menimbulkan perilaku yang menyimpang, seperti kekerasan dalam rumah tangga.
Selain itu kelainan psikologis yang termanifestasikan dalam bentuk kekerasan seksual seperti kelainan seksual yang bernama “sadistis” dapat juga memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Sadistis yaitu kelainan seksual yang mana kepuasan seksual diasosiasikan dengan penderitaan, kesakitan, dan hukuman.