Dalam organisasi kesehatan (rumah sakit) di Indonesia, sistem akuntansi biaya yang telah diterapkan adalah :
1. Activity Costing System (Sistem Pembiayaan Berdasarkan Aktivitas Kesehatan)
ACS (Activity Costing System) adalah suatu pembiayaan yang diberikan oleh pihak rumah sakit berdasarkan aktivitas yang diterima oleh pasien. Pihak rumah sakit akan memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan diagnosis pasien. Bastian mengungkapkan bahwa dalam penerapan ACS, biaya pasien dialokasikan ke kategori jenis biaya berdasarkan aktivitas yang diterima dari pihak rumah sakit.
Contoh penerapan Activity Costing System:
Seorang pasien terkena penyakit stroke yang dirawat inap di sebuah rumah sakit dengan ACS. Asumsi biaya kamar Rp325.000,00 per hari. Biaya yang harus ditanggung oleh pasien tersebut adalah:
|
Activity Costing System |
2. DRG (Diagnosis Related Groups) System
Konsep DRG’s berkembang di Yale-New Haven Hospital oleh Robert Fetter dan John Thompson yang semula dimaksudkan untuk mempelajari dan mengembangkan penilaian atas proses utilisasi (utilization review process) sejak tahun 1970. Pengelompokkan DRG’s semula mempergunakan klasifikasi ICD-8-CM (International Classification of Disease, Eight Edition Revision-Clinical Modification). Dengan menggunakan data medik (medical record) dari New Jersey, Conneticut dan South Carolina, diagnosis klinik dikelompokkan sesuai dengan tiga prinsip yang ditetapkan yaitu, pertama bahwa diagnosis disesuaikan dengan pengelompokan anatomi dan fisiologis; kedua, bahwa jumlah kasus cukup besar, sehingga dapat mewakili kasus tersebut; dan ketiga dapat mencakup seluruh ICD-8-CM dengan tidak saling tumpang tindih. Hasilnya, sejumlah 83 pengelompokan diagnosis.
Perkembangan berikutnya adalah bahwa ternyata dari group yang telah ditetapkan perlu diperluas lagi, untuk menghindari variasi yang sangat besar dalam angka rawat inap RS. Perkembangan itu telah membuka kategori untuk diagnosis berikutnya (secondary diagnosis), operasi, usia penderita dan lain-lainnya. Hasilnya menjadi 383 DRG’s.Generasi kedua DRG’s berkembang sejak tahun 1981, sehubungan dengan terbitnya ICD-9-CM (International Classification of Disease, Ninth Revision-Clinical Modification). Sebuah panel para ahli membagi ICD-9-CM menjadi 23 diagnosis besar (Major Diagnosis) berdasarkan organ tubuh. Diagnosis besar itu kemudian diklasifikasikan kembali sesuai dengan tindakan operasi yang dilakukan, komplikasi yang dialami, umur pasien, kelamin dan status pasien pada saat keluar RS. Hasilnya 467 DRG’s.
DRG adalah suatu sistem pemberian imbalan jasa pelayanan kesehatan pada penyedia pelayanan kesehatan (PPK) yang ditetapkan berdasarkan pengelompokkan diagnosa penyakit. Diagnosis dalam DRG sesuai dengan ICD-9-CM (International Classification Disease Ninth Edition Clinical Modification) dan ICD-10. Dengan adanya ICD memudahkan dalam pengelompokkan penyakit agar tidak terjadi tumpang tindih.
Alasan perlu adanya klasifikasi penyakit adalah bahwa rumah sakit memiliki banyak produk pelayanan kesehatan sehingga dengan adanya klasifikasi tersebut dapat menerangkan dari berbagai produk tersebut. Selain itu, dapat juga membantu klinisi dalam meningkatkan pelayanan, membantu dalam memahami pemakaian sumberdaya dan menciptakan alokasi sumberdaya yang lebih adil, meningkatkan efisiensi dalam melayani pasien serta menyediakan informasi yang komparatif antar rumah sakit.
Manfaat Diagnostic Related Group:
a. Penyedia layanan kesehatan terhindar dari godaan penggunaan yang berlebihan, tidak terencana dan salah sehingga biaya kesehatan dapat lebih terkendali.
b. Sistem dan beban administrasi pengelola dana serta penyelenggara pelayanan kesehatan akan lebih sederhana dan tidak merepotkan, sehingga biaya pengelolaan turun.
c. Dalam sistem pengelolaan perawatan, dokter dibantu dalam mengidentifikasi bagian mana yang membutuhkan peningkatan kualitas.
d. Tidak menurunkan kualitas pelayanan.
Beberapa keuntungan dari pengimplementasian metode DRG yaitu :
a. Bagi rumah sakit yaitu sebagai salah satu cara untuk meningkatkan mutu standar pelayanan kesehatan, memantau pelaksanaan program ”Quality Assurance”, memudahkan mendapatkan informasi mengenai variasi pelayanan kesehatan, dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan kesehatan, dapat mempelajari proses pelayanan pasien, adanya rencana pelayanan pasien yang tepat, dan dapat dijadikan sebagai alat perencanaan anggaran rumah sakit.
b. Bagi pasien, yaitu memberikan prioritas pelayanan kesehatan berdasarkan tingkat keparahan penyakit, pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang baik, mengurangi/meminimalkan risiko y ang dihadapi pasien, dan mempercepat pemulihan dan meminimalkan kecacatan.
c. Bagi institusi kesehatan, yaitu dapat mengevaluasi dan membandingkan kinerja rumah sakit, benchmarking, area untuk audit klinis, mengembangkan kerangka kerja klinis dan alur pelayanan kesehatan (SOP), dan menstandardisasi proses pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Pada pedoman Daftar Penggolongan Penyakit dan Tindakan serta Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin di Rumah Sakit Tahun 2008 yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI terdapat penggolongan 23 Major Diagnostic Categories (MDC) yang terbagi dalam 1077 diagnosis penyakit. Tarif pelayanan askes ini meliputi tarif pelayanan rawat inap (Inpatient Procedure) dan rawat jalan (Ambulatory Procedure) untuk rumah sakit tipe A, B, C, D, RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita, RSJP Harapan Kita, dan RS Kanker Dharmais. Komponen biaya yang ada dalam tarif INA-DRG meliputi jasa pelayanan, biaya pemeriksaan penunjang, biaya obat dan alat habis pakai, biaya akomodasi, dan biaya administrasi.