A. PERKEMBANGAN AGAMA PADA ANAK-ANAK
Perkembangan agama pada seseorang sebenarnya sudah dimulai sejak mereka masih dalam kandungan dan naluri beragama pada setiap individu telah tertanam kuat sebelum kelahirannya di dunia, karena manusia diciptakan atas fitrahnya.
Pada periode bayi, perkembangan agamanya belum dapat diketahui secara jelas karena anak bersifat pasif terutama bila yang dimaksud melakukan perbuatan-perbuatan keagamaan. Anak masih sangat tidak berdaya, aktivitasnya sebatas tidur, menyusu, menangis, bermain, belajar duduk, merangkak, berdiri, dan berjalan. Walaupun pada periode ini anak bersifat pasif dalam amaliah agama, namun anak selalu aktif mencari, mendapatkan dan mengenal sesuatu yang serba baru atau asing baginya. Dalam kaitan inilah, jangan sampai agama terlewatkan untuk dikenalkan pada anak, sehingga dalam perkembangan selanjutnya agama bukan lagi menjadi sesuatu yang asing yang tidak dikenal sama sekali oleh anak.
Oleh karena itulah, pembenihan rahim yang nanti akan menumbuhkan seorang anak manusia tidak boleh dilakukan sembarangan. Dari situlah dimulai proses penghargaan kepada si mungil, penghargaan yang bersinar dalam diri orang tuanya itulah modal pertama bagi proses pendidikan selanjutnya. Demikian juga selama anak dikandung, ayah dan ibunya meneruskan prose situ dalam bentuk sikap si ibu terhadap benih yang dikandungnya; namun juga dari pihak ayah maupun keluarga. Sehingga perkembangan si anak memperoleh segala unsure yang seindah mungkin dari mereka yang paling dekat dengan calon anak manusia itu.
Tentulah proses pendidikan awal itu akan berlanjut terus sesudah bayi lahir, selama pertumbuhannya menjadi kanak-kanak mungil, menjadi anak yang semakin besar dan semoga semakin cerdas, berbudi dan berselera religius.
Kerangka dasar pendidikan sikap religius anak-anak adalah suasana kepercayaan dalam dialog antara orang tua dan anak.. itulah struktur pertulangan seluruh usaha pendidikan religius terhadap anak. Anak belajar dan memperoleh banyak kesan pertama dari orang tua atau wali, ataupun mereka yang dalam masa kanak-kanak nya factual paling dekat dengan si mungil, maka hubungan orang tua dengan anak sangatlah vital. Dan hubungan ini selalu terkerangka dalam situasi serta proses dialog, wawancara,, artinya: bertanya dan menjawab, beromong disusul reaksi omongan tadi yang menanggapi. Dalam bentuk gurauan, sanjungan, nasihat, cerita. Bahkan juga bila anak membantah, membual dan seterusnya. Hubungan dialog itu mati-matian harus dipertahankan dan ditingkatkan oleh orang tua, karena ini mutlak menentukan jalan atau tidak jalannya pendidikan.
Kejujuran dan tingkah laku moralitas lainnya yang diperlihatkan seorang anak tidak ditentukan oleh bagaimana pandainya dia atau oleh pengertian dan pengetahuan keagamaan yang dimiliki si anak, melainkan bergantung sepenuhnya pada penghayatan dari nilai-nilai keagamaan dan perwujudannya dalam tingkah laku-tingkah laku dan dalam hubungannya dengan orang lain. Dalam perkembangannya, seorang anak mula-mula takut untuk berbuat sesuatu yang tidak baik, seperti berbohong, karena larangan-larangan orang tua atau guru agama, bahwa perbuatan yang tidak baik akan dihukum oleh penguasa yang tertinggi yakni: Tuhan.
Anak membutuhkan dialog terus menerus dengan orang tua. Baik mengenai uang sekolah, pakaian, piknik, maupun mengenai hal-hal yang pelik dan rumit seperti tentang Tuhan, makhluk, alam semesta, agama, dan sebagainya.
Dialog bukan khotbah, melainkan penghantaran iman yang alami, penyampaian keyakinan secara spontan, penguatan sendi-sendi moral yang sederhana melalui perkara-perkara yang biasa dan sehari-hari. Anak harus mengalami tentang dunia religius dan dunia sehari-hari, sehingga akhirnya ia ditanami suatu sikap spontanitas keutuhan hidup yang tanpa dualisme aneh-aneh.
Dan dalam penyampaian tentang Tuhan dan juga keagamaan, orang tua harus benar-benar capable dalam mendeskripsikan apa yang akan disampaikan nya, sehingga tidak membuat si anak menjadi bingung. Bagaimana orang tua menjelaskan tentang Tuhan, dan agama?, dalam penyampaiannya orang tua harus mampu menarik simpati terhadap si anak sehingga anak tidak menjadi lekas bosan dan juga tidak salah dalam mendeskripsikan tentang apa yang disampaikan oleh orang tua.
B. FUNGSI DAN PENGARUH DARI PEMBINAAN AGAMA TERHADAP ANAK.
Pembinaan agama yang dilakukan orang tua terhadap anak mempunyai banyak sekali kegunaan bagi kehidupan mereka, dan juga dari situ anak akan mulai beranjak untuk mandiri meski usianya belum beranjak dewasa.
Diantara manfaat dari pembinaan agama ialah:
1. mereka akan mempunyai loyalitas tinggi dalam mengabdikan diri kepada Tuhan dengan indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan.
2. mampu menerapkan nilai-nilai agama dalam kegiatan bermasyarakat, seperti berakhlak mulia dalam pergaulan, disiplin dalam menjalankan norma-norma agama dalam kaitannya dengan orang lain.
3. mampu mengelola dan memelihara, serta menyesuaikan diri dengan alam sekitar, apakah akan merusak lingkungan hidup atau sebaliknya mampu mengubah lingkungan hidup sekitar menjadi bermakna bagi kehidupan diri dan masyarakat.
4. mempunyai pandangan yang tepat dalam memandang dirinya sendiri sebagai orang yang beriman dan yang harus hidup menghadapi kenyataan dalam masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku, dan agama.
C. KESIMPULAN.
Dari pembahasan diatas, dapatlah kami ambil kesimpulan sebagai berikut:
1. perkembangan keagamaan pada anak usia balita menunjukkan suatu tingkat yang mengagumkan. Keberagamaan kedua orang tua sangat berpengaruh langsung pada keberagamaan seorang anak.
2. peranan orang tua dalam perkembangan jiwa anak sangat menentukan sekali. Apabila mereka bersikap baik, dalam arti memberi kesempatan positif bagi perkembangan anak, maka anak akan tumbuh dengan kepribadian yang baik pula, begitu pula sebaliknya apabila orang tua bersikap emosi, egois, dan kasar dalam menghadapi tingkah laku anak, maka yang bersangkutan akan tumbuh dengan sifat-sifat yang kurang baik dan memiliki kepribadian yang buruk pula
.
DAFTAR PUSTAKA
Gunarsa D, Singgih, Psikologi perkembangan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia))), 1972
Mangunwijaya, Menumbuhkan sikap religius anak-anak, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), 1991
Bawani, Imam, Perkembangan Jiwa anak usia balita, (Surabaya: PT Bna Ilmu), 1997