Perbincangan tentang manusia atau hakekat manusia, pada dasarnya
tidak akan pernah berakhir sampai kapanpun. Seiring perkembangan
pemikiran manusia. Pemikiran tentang manusia memunculkan berbagai sudut
pandang atau ilmu dalam melihat manusia. Seperti antropologi fisik,
antropologi budaya, antropologi filsafat dan lain-lain.
Dalam pandangan Islam bahwa hakekat manusia adalah manusia
merupakan perkaitan antara badan dan ruh. Badan dan ruh masing-masing
merupakan substansi yang berdiri sendiriyang tidak bergantung adanya oleh
orang lain.
Atau dalam bahasa Al Qur’an manusia terdiri dari jiwa dan raga
yang keduanya saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Artinya
manusia bukanlah seekor binatang yang habis riwayatnya setelah ia mati dan
bukanlah seekor binatang yang wujudnya tidak berbeda dengan binatang lain.
Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam
Sebagaimana dijelaskan dalam al Qur’an Surat Shad ayat 71-72:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat : "Sesungguhnya
Aku akan menciptakan manusia dari tanah". Maka apabila telah Ku
sempurnakan kejadiannya dan Ku tiupkan kepadanya roh ciptaan-Ku
; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.
(Shad,71-71)
Atau dalam penjelasan Madyo Eko Susilo, hakekat manusia adalah
monodualisme. Sedangkan menurut O.At Taomy Assaebani yang dikutip oleh
Marasudin Siregar menerangkan bahwa manusia terdiri dari tiga dimensi yaitu
badan, akal dan ruh. Tetapi beberapatokoh yang lain berpendapat bahwa
nyatanya manusia hanya dua dimensi yaitu badan dan ruh. Sedangkan akal
dikaitkan dengan jiwa dan ruh.(Shad,71-71)
Ruh menurut imam Al Ghazali mempunyai dua pengertian. 1. Ruh yang bersifat jasmaniah,
suatu zat yang paling halus bersumber dari ruang hati (jantung) menjadi pusat dari semua urat
(pembuluh darah) dan terserak keseluruh badan. Sehingga karena manusia dapat hidup dan bergerak,
merasakan susah, senang, sedih, haus, lapar, matadapat melihat, telinga dapat mendengar, hidung
dapat mencium, otak dapat berfikir. Ini yang disebut dengan jiwa. 2. Ruh yang bersifat rohani, halus
atau ghaib. Dengan ruh itu manusia dapat mengenal dirinya sendiri. Mengenal Tuhannya, mencapai
ilmu-ilmu yang bermacam-macam, berperikemanusiaan, berakhlak yang baik, berbeda dengan
binatang. Dikutip dari Marasudin Siregar, Manusia menurut Ibnu Kholdun, Habib Thoha, Fatah
Syukur, Priyono (penyunting), Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Bekerjasama
Pustaka Pelajar dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang) , 1996. hlm 125
5
Ibid, hlm 123-124
Manusia adalah makhluk yang istimewa atau makhluk yang sangat
unik, dibandingkan makhluk ciptaan Allah SWT yang lain. Seperti hewan,
Jin dan lain-lain. Keunikan manusia menurut Munir Mulkhan antara lain
ditandai dengan kemampuannya berbicara tentang dirinya yang sekaligus
merupakan bukti lain dari martabat manusia dibanding makhluk lainnya.
(Shad,71-71) Di menjalankan kehidupannya manusia dianugerahi oleh Allah SWT dua
fungsi atau identitas sekaligus. Pertama sebagai Abdullahdan kedua
sebagai khalifatullah di muka bumi ini.
Sebagai abdullahmanusia berkewajiban untuk melaksanakan
ibadah
(Shad,71-71)kepada Allah SWT. Artinya manusia hanya bertanggung jawab kepada Allah. Karena hal ini merupakan inti tujuan hidup manusia atau
tujuan diciptakannya manusia yaitu beribadah kepada Allah.
Dalam al Qur’an secara tegas disebutkan sebagai berikut:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya
mereka beribadah kepada- Ku( Adz-Dzariyat: 56)
Khalifah di muka ini menurut Machasin adalah penguasa atau pengelola yang dapat
mandat oleh Allah untuk mengelola bumi dengan segala yang ada. Atau khalifah sebagai pemegang
mandat yang akan menjalakannya dengan sebaik-baiknya sesuai perintah pemberi mandat itu. Lihat,
Machasin, menyelami kebebasan Manusia; telaah kritis terhadap konsepsi Al-Qur’an, INHIS
bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 1996. hlm.10
Atau Kata khalifah diambil dari
kata kerja khalafa, yang berati “mengganti dan melanjutkan“. Dalam hal ini yang dimaksud dengan
khalifahadalah person yang menggantikan person lain. Ini menjelaskan bagaimana kepemimpinan
dalam rumusan Islam diberi titel khalifah.Para ahli (baca; mufassir) berbeda ketika mencoba
mendefinisikan pandangan mereka tentang khalifahdengan makna pengganti atau pemimpin, maka
kita berhadapan dengan tiga pandangan berbeda-beda. Pandangan pertama,mengatakan, manusia
sebagai speciestelah menggantikan specieslain yang sejak itu manusia bertempat tinggal dimuka
bumi. Karena diakui bahwa Jin mendahului manusia, maka manusia sebagai pengganti Jin. Pandangan
kedua, tidak perlu mempertimbangkan pendahulu-pendahulu manusia, atau siapa makhluk sebelum
manusia di muka bumi ini. Kata khalifahsecara sederhana menunjuk kepada sekelompok masyarakat
yang menggantikan kelompok lainnya. Pandangan ketiga,memberi tekanan kepada proses istihlaf itu
lebih penting. Dinyatakan bahwa khalifahtidak secara sederhana menggantikan yang lainnya, yang
secara nyata memang benar-benar khalifahAllah. Allah pertama kali menjadikan khalifahyang
berjalan dan bertingkah laku mengikuti ajaran Allah. Penafsiran seperti ini disetujui oleh Razi, Thabari
dan Qurtubi. Lihat Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an,
(Jakarta: Rineka Cipta), 1990, hlm 46-47. Lihat pula Q.S. Al-Baqoroh (2): 30
sebagai mahkota khalifatullah.
Secara jelas digambarkan dalam firman
Allah surat Al Baqarah ayat 30 sebagai berikut:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat :
“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang Khalifah di
muka” (Al-Baqarah: 30)
12
Kalau dipahami secara tekstual, ayat diatas tidak menyentuh
manusia tetapi tidak ada lain fungsi khalifah dirujukkan kecuali kepada
manusia yaitu Adam dan semua anak keturunannya. Hal ini oleh A Yusuf
Ali yang dikutip Djamaludin Darwis disebutkan karena manusia dijadikan
sebagai “ahsanitaqwiim” (The best Mould) yaitu sebaik-baik bentuk dan
dengan bentuk yang baik ini dalam arti makhluk Allah yang paling
sempurna manusia akan dapat memerankan fungsi kekhalifahannya.
Dalam penciptaannya tidak dijumpai cacat dan kekurangan, dan dengan
kesempurnaan ciptaan ini agar dapat menjaga fungsi kemanusiaannya
sendiri sesuai dengan yang dipolakan oleh Allah.
13
Lebih lanjut H.A.R
Tilaar menegaskan bahwa manusiadikaruniai kecerdasan dan
pengetahuan yang merupakan karunia Illahi terbesar, oleh sebab itu
dengan mendayagunakan karunia ini manusia harus berbakti kepada-Nya
dan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan kepada sang pencipta.
Sebagai Khalifah manusia berfungsi Pertama, fungsi manusia
terhadap diri sendiri. Fungsi ini mengharuskan manusia untuk memenuhi
kebutuhan unsur-unsur jasmani dan rohani manusia secara seimbang.
Kedua, fungsi manusia terhadap masyarakat. Fungsi ini didasarkan
pada kekeluargaan kemanusiaan. Manusia berasal dari satu keturunan
kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling
mengenal dan tolong menolong dalam berbuat kebajikan dan ketaqwaan.
Manusia mempunyai derajat yang sama dalam kemanusiaan. Perbedaan
derajat di sisi Allah adalah dalam hal ketaqwaan.
Ketiga, fungsi manusia terhadap alam. Fungsi ini menuntut
manusia untuk memanfaatkan, memelihara, dan mengembangkan potensi
alam untuk mencukupkan kebutuhan manusia.
Disamping itu juga
memelihara kelangsungan hidup manusia.
Keempat, fungsi manusia terhadap Allah. Fungsi ini menuntut
manusia untuk patuh dan taat kepada Allah. Patuh dan taat kepada Allah
meliputi bidang akidah, ibadah, ritual, akhlak, kemasyarakatan, dan
menganut agama yang diridhoi Allah.
Kedua Fungsi tersebut tidak bisaberjalan secara timpang atau
berat sebelah. Artinya kesadaran manusia atas dirinya sebagai “Abdullah”
dan manusia sebagai “khalifatullah” harus berjalan secara seimbang atau
simultan. Karena dengan itu manusia dapat menjalankan hak dan
kewajibannya. Baik terhadap dirinya sendiri, Tuhan, sesama manusia,
maupun terhadap seluruh alam semesta.
Sebagai Khalifah di muka bumi ini, selain bertanggung jawab
kepada Tuhan, juga manusia bertanggung jawab terhadap seluruh alam ini.
Di dalam konvensi Pendidikan Islam pertama yang diselenggarakan di
Universitas King Abdul Aziz di Mekkah pada tahun 1997 sebagaimana
yang dikutip H.A.R Tilaar menjelaskan bahwa gambaran manusia sesuai
al Qur’an yaitu manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya yang utama atau