Pengertian Akal
Mengenai akal, sesungguhnya tidak jelas sejak kapan menjadi kosa
kata bahasa Indonesia. Yang jelas,ia diambil dari bahasa Arab (al-a’ql)
atau (‘aqala). Kata ‘aql sendiri sudah digunakan oleh orang Arab sebelum
datangnya Islam, yaitu pada masa pra-Islam. Akal hanya berarti kecerdasan
praktis yang ditunjukkan seseorang dalam situasi yang berubah-ubah. Akal
menurut pengertian pra-Islam itu, berhubungan dengan pemecahan masalah.
1
Lafadz ‘aqlberasal dari kata ‘aqala-ya’qilun-‘aqlanyang berarti
habasa(menahan, mengikat), berarti juga ayada(mengokohkan), serta arti
lainnya fahima(memahami). Lafadz ‘aqljuga disebut dengan al-qalb(hati).
Disebut ‘aql(akal) karena akal itu mengikat pemiliknya dari kehancuran,
maka orang yang berakal (‘aqil) adalah orang-orang yang dapat menahan
amarahnya dan mengendalikan hawa nafsunya.
2
Karena dapat mengambil
sikap dan tindakan yang bijaksana dalam menghadapi persoalan yang
dihadapi.
Dalam al-Qur’an terdapat kurang lebih 49 kata yang muncul secara
variatif. Dengan bentuk kata kerja (fi’il) dan tidak pernah disebut dalam
bentuk masdar(ﻼﻘﻋ), tetapi semuanya berasal dari kata dasar ‘aql, yaitu sekali (QS. 11: 75), 24 kali (QS. II: 44, 73, 76,242; III: 66, 118; IV: 32,
151; VII: 169; X: 16; XI: 51; XII: 2,109; XXI: 10, 67; XXIII: 80; XXVI: 28;
XXVIII: 60; XXXVI: 62; XXVII: 138; XL: 67; XLIII: 3; LVII: 17), ﻮﻠﻘﻌﻧ ن
sekali (QS. LXVII: 10), ﺎﻬﻠﻘﻌﻳsekali (QS. XXIX: 43), dan تﻮﻠﻘﻌﻳ22 kali (QS. II:
164, 170, 171; V: 103; VIII: 22; X: 43, 100; XIII: 4; XVI: 12, 67; XII: 46;
XXV: 44; XXIX: 35, 63; XXX: 24, 28;XXXVI: 68; XXXIX: 43; XLV: 5;
1
XLIX: 4; LIX: 14).
3
Kata tersebut dijumpai sebanyak 49 kali yang tersebar
dalam 30 surat dan 49 ayat. Disamping itu, dalam al-Qur’an juga dikenal
dengan istilah ulul al-babyang diartikan orang-orang yang berakal. Untuk
lebih jelasnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Empat belas ayat yang dipakai dalam kaitannya dengan keimanan, antara
lain QS al-Baqarah/ 2: 76 dan 75, QS Hud/ 11: 51, QS al-Anbiya’/ 21: 67,
QS al-Qashash/ 28: 60. QS Yasin/ 36:62, QS al-Baqarah/ 2: 170, QS al-
Baqarah/ 2: 171, QS al-Maidah/ 5: 103, QS Yunus/ 10: 100, QS al-Furqan/
25: 44, QS az-Zumar/ 39: 43, QS al-Hasyr/ 59: 14.
a. Redaksi Ayat, QS. 57/ al-Hadid: 17
Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan
bumi sesudah matinya. Sesungguhnya kami telah menjelaskan
kepada kamu ayat-ayat supaya kamu memikirkanny. (QS al-
Hadid: 17).
4
b. Asbabun Nuzul
Sejauh ini penulis hanya menemukan asbabul nuzul ayat 16
yaitu dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika para sahabat Nabi
SAW. tampak sedang bersenda gurau dan tertawa, turunlah ayat ini
(QS 57/ al-Hadid:16) mengingatkan mereka agar selalu ingat kepada
Allah.
5
c. Munasabah
Adapun munasabah (hubungan) surah ini dengan surah
sebelumnya bahwa surah al-Waqi’ah diakhiri dengan perintah
bertasbih dengan menyebut nama Tuhan, Maha Pencipta lagi Maha
Pemelihara, sedang pada permulaan surat al-Hadid disebutkan bahwa
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada
Allah, kedua surat tersebut sama-sama menerangkan kekuasaan Allah.
6
d. Penjelasan Ayat
Di dalam surah al-Hadid ayat17 menjelaskan bahwa Allah
menerangkan kepada mereka orang-orang yang beriman dengan
memberikan perumpamaan, bahwa hatiitu bisa hidup dengan dzikir
dan membaca al-Qur’an sebagaimana hidupnya tanah akibat hujan.
Dalam tafsir al-Misbah ayat diatas bertujuan mengingatkan
manusia tentang perlunya memperbaharui iman dan menyuburkan
kalbu dengan dzikir. Hati diibaratkan dengan tanah, dan dzikir
diibaratkan dengan air. Apabila tanah tidak disentuh air, maka ia akan
gersang, kalbu pun jika tidak disentuh oleh dzikir akan membantu.
Karena itu, ayat di atas mengingatkan orang yang beriman.
7
Ayat
tersebut juga dapat dipahami sebagai peringatan bahwa Allah tidak
membiarkan agama Islam sebagaimana keadaan yang ada, tetapi setiap
hati membatu atau kekhusukan lenyap dari kalbu penganutnya, maka
Allah akan mendatangkan orang-orang lain yang hatinya hidup, kusyu’
dan patuh serta mengabdi kepada-Nya sebagaimana yang
dikehendakinya.
8
Dengan demikian, Orang yang berakal akan memiliki
kesanggupan untuk mengelola dirinya dengan baik, agar ia selalu
terpelihara dari mengikuti hawa nafsu, berbuat sesuatu yang dapat
memecahkan dan memberikan kemudahan bagi orang lain, dan
sekaligus orang yang tajam perasaan batinnya untuk merasakan
sesuatu di balik masalah yang dipikirkannya.
2. Lima ayat dipakai dalam kaitannya dengan Kitab Suci, diantaranya QS
Yusuf/ 12: 2, al-Baqarah/ 2: 44, ali Imran/ 3: 65, al-Anbiya’/ 21: 10, az-
Zukhruf/ 43: 3.
a. Redaksi Ayat, QS. 12/ Yusuf: 2
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahami (nya). (QS Yusuf: 2).
9
b. Asbabun Nuzul
Sejauh ini penulis hanya menemukan asbabul nuzul ayat 3
yaitu dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa setelah sekian lama
turun ayat-ayat al-Qur’an kepadaNabi SAW. dan dibacakannya
kepada para sahabat, mereka berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana jika
tuan cerita kepada kami?” Maka Allah menurunkan, Allahu nazzala
ahsanal hadits.......(Allah telah menurunkan perkataan yang paling
baik.........) sampai akhir ayat (QS az-Zumar),
10
yang menegaskan
bahwa Allah telah menurunkan sebaik-baik cerita.
Menurut riwayat lain, para sahabat itu berkata, “Ya Rasulullah,
bagaimana jika tuan mengisahkan sesuatu kepada kami?” Maka Allah
menurunkan ayat ini (QS 12/ Yusuf: 3) yang menegaskan bahwa di
dalam al-Qur’an sudah terdapat kisah-kisah yang baik sebagai teladan
bagi kaum mukmin.
11
c. Munasabah
Adapun munasabah surah ini dengan surah sebelumnya adalah
kedua surat ini sama-sama dimulai dengan aliif laam raa dan kemudian
diiringi dengan penjelasan tentang al-Qur’an. surah Yusuf
menyempurnakan penjelasan kisah para Rasul yang disebut dalam
surat Hud dan surah Yusuf, kemudiankisah itu dijadikan dalil untuk
menyatakan bahwa al-Qur’an itu adalah Wahyu Illahi; tidak ada lagi
sesudah Nabi Muhammad SAW.
12
d. Penjelasan Ayat
Dalam ayat ini Firman-Nya anzalnahuatau menurunkannya
dapat dipahami dalam arti Kalam Allah SWT. dalam konteks al-
Qur’an Allah memilih bahasa Arab untuk menjelaskan petunjuk atau
informasi yang Allah akan sampaikan,supaya dipahami oleh manusia,
karena masyarakat pertama yang ditemui al-Qur’an adalah masyarakat
berbahasa Arab.
13
Tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa, pernyataan ayat di atas
yang menjadikan tujuan dari dijadikannya al-Qur’an dalam bahasa
Arab la’allakum ta’qilun(agar mereka memahami), mengisyaratkan
bahwa sebelum kitab suci ini dijadikan berbahasa Arab, kalam Allah
itu tidak terjangkau oleh akal manusia, karena akal manusia berpotensi
untuk mengetahui segala sesuatu yang dapat dipikirkan.
14
Dengan
demikian, kitab suci ini dari segihakekat keberadaannya merupakan
sesuatu yang tidak terjangkau oleh nalar manusia.
Dengan al-Qur’an yang berbentuk bahasa Arab mendorong
manusia untuk selalu berfikir makna yang tersirat di dalamnya,
sehingga akal akan melakukan fungsinya sebagai alat untuk
memahami sesuatu dan ia akan menemukan rahasia kekuasaan Allah,
lalu ia akan tunduk dan patuh kepada-Nya. Dengan mempergunakan
akalnya, manusia dapat berbuat, memahami dan mewujudkan sesuatu.
Allah amat mencela orang yang tidak menggunakan akalnya, orang
yang terikat fikirannya dengan kepercayaan dan pemahaman yang
tidak berlandaskan kepada syariat Allah. Oleh itu, umat Islam
diwajibkan menggunakan akal untuk memikirkan ayat al-Qur’an
supaya mengerti dan memahami maknanya. Ini karena al-Qur’an
diturunkan untuk orang yang mau berfikir dan mengambil manfaatnya.
3. Enam ayat dipakai kaitannya untuk memahami tanda-tanda kebesaran
Tuhan, yaitu, QS al-Baqarah/ 2: 73, 242, al-An’am/ 6: 32, al-Ankabut/ 29:
35, ar-Rum/ 30: 28, al-Imran/3: 118.
Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri.
Apakah ada diantara hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan
kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah
kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka
dalam (hak mempergunakan) rezeki itu , kamu takut kepada
mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri?
Demikianlah kami jelaskan ayat-ayat kaum yang berakal. (QS.
Ar-Rum: 28).
15
b. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ahl syirik bertalbiyah
dengan ucapan, Allhumma labbaika labbaika la syarika laka illa
syarika huwa laka tamlikuhu wa ma malak(Ya Allah, aku menyambut
panggilan-Mu, aku menyambut panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu,
kecuali satu sekutu yang dimilikioleh-Mu dan oleh sekutu itu).
16
Maka
turunlah ayat ini (QS. 30/ ar-Rum: 28) sebagai teguran atas
kemusyrikan mereka.
c. Munasabah
Munasabah ayat ini dengan ayat sebelumnya merupakan bukti-
bukti tentang keniscayaan kebangkitan, yaitu dalam konteks
membuktikan keesaan Allah SWT serta keburukan syirik. Perlu diingat
bahwa akidah Islam seringkali hanya dilukiskan dengan kepercayaan
kepada Allah Yang Maha Esa dan kepercayaan tentang keniscayaan
hari kiamat.
17
d. Penjelasan Ayat
Dalam tafsir al-Misbah, ayat28 menyatakan: Dia membuat
perumpamaan untuk kamu tentang kepalsuan dan keburukan syirik,
yang diangkat-Nya dari diri kamu sendiri agar lebih menjadi jelas bagi
kamu, yaitu yang mempersekutukanAllah dengan sesuatu, salah
seorang diantara hamba sahaya baik laki-laki maupun perempuan yang
mereka itu pada hakekatnya adalah manusia seperti kamu juga, apakah
ada bagi mereka itu hak dan kewajaran untuk menjadi sekutu bagi
kamu dalam kepemilikan harta benda dan rezeki yang telah Allah
berikan kepada kamu; maka demikianlah dalam hal pemilikan dan
penggunaan harta dan rezeki itu memiliki hak dan wewenang yang
sama dengan mereka, sampai-sampai dengan persamaan itu kamu takut
kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada diri kamu sendiri
yakni orang lain yang merdeka seperti kamu dan kamu berserikat
dengannya dan setiap tindakan kamu harus didiskusikan bersama?
Tentu saja kamu akan berkata Tidak, jika demikian, mengapa kamu
mempersekutukan Allah dengan berhala-berhala yang sungguh sangat
remeh.
18
Dengan perumpamaan yang indah dan menyentuh sesuai
dengan ayat 28 mempunyai makna-maknayang dalam, bukan terbatas
pengertian kata-katanya. Perumpamaan yang dipaparkan di sini bukan
sekedar perumpamaan yang bertujuan sebagai hiasan-hiasan kata,
tetapi ia mengandung makna serta pembuktian yang sangat jelas
sebagai bukti dan keterangan-keterangan tentang tuntunan Allah bagi
kaum yang berakal. Dan secara tidak langsung akal inilah yang
membedakan diantara manusia dengan makhluk lain. Gunanya untuk
menilai dan merenung setiap kejadianAllah, untuk dijadikan i’tibar
dalam kehidupan.
4. Tiga ayat berkaitan dengan kehidupan akhirat, antara lain yaitu, QS al-
Mulk/ 67: 10, al-Baqarah/ 2: 32, Yunus/ 10: 16
a. Redaksi Ayat, QS. 67/ al-Mulk: 10
Dan mereka berkata: “sekiranya kami mendengarkan atau
berakal niscaya tidaklah kamitermasuk penghuni-penghuni
neraka yang menyala-nyala”. (QS al-Mulk: 10).
19
b. Munasabah
Munasabah surah ini dengan surah sebelumnya, dalam surat
sebelumnya diterangkan bahwa Allah mengetahui segala rahasia,
sedang pada surah ini ditegaskan lagi bahwa Allah mengetahui segala
rahasia karena Allah menguasai seluruh alam.
20
c. Penjelasan Ayat
Dalam tafsir al-Misbah ayat di atas merupakan penyesalan
para penghuni neraka, mereka mengatakan, “seandainya kami
mempunyai akal dan memanfaatkannya, atau kami mempunyai telinga
yang mendengarkan kebenaran yang diturunkan Allah, tentu kami
tidak akan berada dalam kekafiran terhadap Allah dan tidak tertipu
dengan kelezatan yang di dalamnya kami bergelimang ketika di dunia,
sehingga kami dipenuhi murka dan amarah Tuhan, serta tertimpa
siksa-Nya yang pedih”.
21
Mereka meniadakan pendengaran dan akal
dari diri mereka sendiri.
Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan kata na’qilterambil dari kata
‘aqalayang berarti mengikat. Potensi yang mengikat atau menghalangi
seseorang terjerumus dalam dosa atau pelanggaran dan kesalahan
dinamai akal. Jika seseorang tidak menggunakan potensi itu, maka al-
Qur’an tidak menamainya berakal. Itulah yang juga diakui oleh para
penghuni neraka sebagai terbaca di atas.
22
Dengan demikian, QS al-Mulk ayat 10 mengisyaratkan bahwa
manusia telah dianugerahi akal untuk dimanfaatkan dengan sebaik
mungkin sehingga mereka akan terhindar dari kekafiran yang dapat
menjerumuskan manusia, bisa saja seseorang memiliki daya pikir yang
sangat cemerlang, tetapi ia dinilai tidak berakal, karena ia melakukan
aneka dosa dan pelanggaran.
5. Tujuh ayat dipakai dalam kaitannyauntuk memahami proses dinamika
kehidupan manusia, antara lain yaitu, QS al-Hajj/ 22: 46, Yusuf/ 12: 109,
Ghofir/ 40: 67, al-Anfal/ 8: 22, Yasin/ 36: 68, Yunus/ 10: 42, an-Nur/ 24:
61
a. Redaksi Ayat, QS. 40/ al-Ghofir: 67
Dia yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes
air mani, sesudah itu dari ‘alaqah, kemudian dikeluarkannya
kamu sebagai seorang anak kecil, kemudian supaya kamu
mencapai masa kedewasaan, kemudian agar kamu menjadi
orang-orang tua; di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum
itu dan supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan
supaya kamu berakal.(QS Ghofir: 67).
23
b. Asbabun Nuzul
Sejauh ini penulis hanya menemukan asbabun nuzul ayat 66
yaitu dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa al-Walid bin al-
Mughirah dan Syaibah bin Rabi’ah berkata: “Hai Muhammad,
Urungkanlah ajakanmu dan peganglah agama nenek-moyangmu.”
Maka turunlah ayat 66 yang melarang menyembah selain kepada Allah
SWT.
24
c. Munasabah
Adapun munasabah ayat ini dengan ayat sebelumnya yaitu
tentang Allah SWT. kali ini yang diuraikan sebagai bukti kuasa Allah
adalah diri manusia sendiri. Ini pada hakekatnya lebih jelas karena
dapat dialami dan diketahui olehmasing-masing manusia, setelah
Allah menganugerahkan kepadanya kemampuan berfikir.
25
d. Penjelasan Ayat
Dalam tafsir al-Misbah ayat 67 dijelaskakan, bahwa Kata
ta’qilun terambil dari kata ‘aqalayang pada mulanya berarti
mengikat. Seseorang yang menggunakan akal pikirannya dengan baik,
memperoleh potensi yang memeliharanya dari kesalahan serta
kedurhakaan. Seakan-akan potensi itu menjadi pengikat baginya
sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan. Ibn ‘Asyur memahami
kalimat la’allakum ta’qilundalam arti agar kejadian manusia seperti
digambarkan ayat ini menjadi bukti tentang wujud dan sang Kholiq
Yang Maha Pencipta. Siapa yang memahami hakekat tersebut, maka
dia telah berada dalam jalan yang benar dan sesuai dengan tujuan
pencipta-Nya, sedang yang tidak memahaminya maka bagaikan tidak
memiliki akal. Karena itu menurut Ibn ‘Asyur kata ta’qiluntidak
memerlukan objek, untuk mengisyaratkan bahwa yang tidak
memahami hal di atas serupa dengan orang yang tidak memiliki akal
26
.
Thabathaba’i memahami maksud kata la’allakum ta’qilun
dalam arti agar kamu mengetahui haq(kebenaran) yang tertancap
dalam diri kamu, maksudnya adalahkeyakinan akan keesaan Allah
yang merupakan fitrah dalam diri setiap insan. Mengetahui hakekat itu
merupakan tujuan penciptaan manusia dari segi kehidupan ruhaninya,
sebagaimana sampai kepada ajal yang ditentukan merupakan tujuan
kehidupan duniawinya secara lahiriah.
27
Dalam tafsir al-Misbah , QS al-Ghofir ayat 67 menjelaskan
bahwa dengan potensi akalnya, manusia akan mengetahui hakekat
kebenaran yang akan membawanya dalam hidup yang bahagia, jauh
dari kemadharatan atau kemaksiatan, sedang yang tidak memahaminya
maka bagaikan tidak memiliki akal, sehingga akan terjerumus dalam
dosa. Potensi yang menghalangi manusia melakukan keburukan dan
kesalahan dinamai akal, karena potensi tersebut bagaikan mengikat
yang bersangkutan sehingga tidak terbawa oleh arus kedurhakaan.
6. Dua belas ayat dipakai dalam kaitannya untuk memahami alam semesta
seisinya, Yaitu QS al-Baqarah/ 2: 164, al-Mu’minun/23: 80, al-A’raf/ 7:
169, ash-Shaffat/ 37: 138, al-Jatsiyah/45: 5, asy-Syu’ara’/ 26: 28, , ar-
Ra’d/ 13: 4, an-Nahl/ 16: 12, 67, al-Ankabut/ 29: 43 dan 63, ar-Rum/ 30:
24
a. Redaksi Ayat, QS. 2/ al-Baqarah: 164
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, pergantian
malam dan siang, bahtera-bahtera yang berlayar di laut
membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air. Lalu dengan air itu Dia
hidupkan (suburkan) bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia
sebarkan di bumi ini segala jenis hewan, dan pengisaran angin
dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; (pada
semua itu) sungguh terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berakal. (QS. Al-Baqarah: 164).
28
b. Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul dari ayat di atas adalah dalam riwayat
dikemukakan bahwa kaum Quraisy berkata kepada Nabi Muhammad
SAW.: “berdo’alah kepada Allah agar ia menjadikan Bukit Shafa ini
emas, sehingga itu dapat memperkuat diri melawan musuh”. Maka
Allah menurunkan Wahyu kepada beliau (QS 5/ al-Maidah:115) untuk
menyanggupi permintaan mereka, dengan syarat apabila mereka kufur
setelah dipenuhi permintaan mereka, Allah akan memberikan siksaan
yang belum pernah diberikan kepadayang lain di alam ini. Maka
bersabdalah Nabi SAW.: “Wahai Rabb-ku, biarkanlah aku dengan
kaumku. Aku akan mendakwahi merekasehari demi sehari”. Maka
turunlah ayat tersebut di atas. Dengan turunnya ayat tersebut, Allah
menjelaskan mengapa mereka meminta Bukit Shafa dijadikan emas,
padahal mereka mengetahui banyak ayat-ayat (tanda-tanda) yang luar
biasa.
29
c. Munasabah
Adapun munasabah ayat ini dengan ayat sebelumnya berbicara
tentang keesaan Allah. Ini antara lain bertujuan perlunya mengingat
Allah atas nikmat-nikmat-Nya, beribadah kepada-Nya dan tidak
meragukan ancaman-Nya, serta mengetahui kekuasaan Allah.
30
d. Penjelasan Ayat
Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa QS al-Baqarah ayat
164 mengundang manusia untuk berfikir dan merenung tentang sekian
banyak hal: pertama, berfikir dan merenungkan tentang khalq as-
samawat wa al-ardh, yakni penciptaan langit dan bumi. Kedua
merenungkan pergantian malam dan siang, yakni perputaran bumi dan
porosnya yang melahirkan malam dan siang serta perbedaannya, baik
dalam masa maupun dalam panjang serta pendek siang dan malam.
Ketiga merenungkan tentang bahtera-bahtera yang berlayar di laut,
membawa apa yang berguna bagi manusia. Ini mengisyaratkan sarana
transportasi yang hanya mengandalkanangin dengan segala akibatnya.
Keempatmerenungkan tentang apa yang Allah turunkan dari langit
berupa air yang kesemuanya merupakan kebutuhan bagi kelangsungan
dan kenyamanan hidup manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Kelima, berfikir tentang aneka binatang yang diciptakan Allah. Semua
itu menjadi obyek atau sasaran dimana akal memikirkan dan
mengingatnya terdapat tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah bagi
kaum yang berakal.
31
Dari penjelasan di atas dapat penulis pahami bahwa ada dua
karakter dari orang-orang yang berakal yaitu, Pertama, memahami;
bahwa sesungguhnya alam luas yang menggambar di atas dan di
bawah dengan segala isinya adalah untuk kemakmuran manusia.
Langit dan bumi begitu luas, langit yang memancarkan air hujan ke
bumi dengan begitu, suburlah bumi ini dengan tumbuh-tumbuhan yang
beraneka macam yang dibawa kapal-kapal untuk diperdagangkan
melewati bahtera yang berjalan denganangin atas izin Allah. Semua
itu sungguh merupakan kekuasaan Allah. Kedua, mengerti; bahwa
semua kenikmatan itu haruslah disyukuri baik dengan lisan atau
dengan perbuatan manusia sepatutnya menjaga kelestarian juga
memanfaatkan dengan akal yang dimilikinya.
Kata “akal” mempunyai hubungan yang erat dengan kata nafs, qalb,
fu’ad, bashirah dan ruh, dengan bentuk korelasi bahwa manusia mempunyai
dimensi ruhani terdiri dari nafs, ‘aql, qalb, fu’ad, bashirah dan ruh. Nafs
diibaratkan sebagai ruangan yang luas dalam alam ruhani manusia dari alam
nafs itulah manusia digerakkan untuk menangkap fenomena yang dijumpai,
menganalisanya dan mengambil keputusan. Kerja nafs dilakukan melalui
jaringan qalbu,’aql, fu’ad, bashirah dan ruh, tetapi semua itu baru berfungsi
ketika ruh dalam jasad dan fungsi kejiwaan telah sempurna.
46
Dari penjelasan di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud akal adalah potensi ruhaniahmanusia sebagai daya berfikir yang
terdapat dalam jiwa yang mempunyai kemampuan ilmu pengetahuan dan
keahlian dengan cara berfikir, menyadari dan memahami hakekat sesuatu yang
dimaksud dan dapat juga mendayagunakan potensi akliahnya untuk mengatasi
berbagai problem kehidupan.
Kemuliaan akal itu tidak lain karena kemampuan mengerti,
memahami dan berfikir tentang hakekat sesuatu, memberi kekuatan mental,
beradaptasi dengan alam realitas, dapat menghasilkan pemikiran, inovatif
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dengan kemampuan dan
kecerdasan akal yang dimiliki manusia, maka dapat digunakan untuk
merencanakan sebuah kurikulum pendidikan, khususnya pendidikan Islam
yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan kecerdasan akal pula
manusia dapat menentukan cita-cita hidupnya dengan optimis dan
bertanggung jawab.
Jadi, dalam pandangan Islam yang dimaksud dengan akal bukanlah
otak, tetapi merupakan daya pikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya
yang digambarkan oleh al-Qur’an memperoleh pengetahuan dengan
memperhatikan fenomena-fenomena alam sekitarnya.