Para filosof muslim yang menyatakan secara umum bahwa tujuan
manusia adalah mengenal Tuhan melalui pengetahuannya. Jalan pengetahuan
itu dapat dilalui manusia dengan mempergunakan akal atau kecerdasan. Jika
pendidikan yang dimaksudkan sebagai jalan pencapaian maksud hidup
manusia, maka pendidikan haruslah merupakan jalan pengetahuan. Sejalan
dengan pandangan demikian, maka sasaran utama pendidikan adalah akal atau
kecerdasan manusia. Pernyataan ini relevan dengan kekuasaan Allah yang
telah menciptakan manusia lengkap dengan potensinya berupa akal dan
kemampuan belajar. Sebagaimana firman-Nya dalam QS 29/ al-Ankabut:43
sebagai berikut:
1. Redaksi Ayat
Demikian itulah perumpamaan-perumpamaan yang kamu berikan
kepada manusia, tetapi tidak ada yang memahaminya kecuali
orang-orang ‘alim (berpengetahuan). (QS. Al-‘Ankabut: 43).
23
2. Asbabul Nuzul
Penulis hanya menemukan asbabun nuzul ayat 51, yaitu dalam
suatu riwayat dikemukakan bahwa orang-orang Muslimin menghadap
kepada Nabi SAW dengan membawa kitab berisi tulisan yang mereka
dengar dari kaum Yahudi. Bersabdalah Nabi SAW: “Cukuplah kesesatan
kaum itu yang tidak menyukai kitab yang diturunkan kepada Nabinya dan
mengajak orang lain untuk mengikuti apa yang dibawa oleh selain
Nabinya”. Ayat ini (QS. 29/ al-Ankabut: 51) turun berkenaan dengan
peristiwa tersebut di atas sebagai teguran Kaum Muslimin untuk tidak
menirunya.
24
3. Munasabah
Adapun munasabah surah ini dengan surah yang lalu, bahwa
surah sebelumnya mengemukakan kelemahan kepercayaan orang-orang
yang menyembah berhala dengan menerangkan keadaan penyembah-
penyembah berhala dengan berhala itu sendiri di hari kiamat, sedang surah
ini menyatakan kesalahan kepercayaan mereka pula dengan
membandingkannya dengan laba-laba yang percaya akan kekuatan
sarangnya yang sangat lemah.
25
4. Penjelasan Ayat
Ayat di atas menegaskan bahwa jangan heran atau keberatan
dengan perumpamaan ini. Karenamemang demikianlah hakekat
sembahan-sembahan kaum musyrikin. Berhala-berhala itu hanya diberi
nama “tuhan” atau “pelindung”. Semua amat lemah, bahkan berhala-
berhala itu adalah benda mati yangtidak mengenal dirinya sendiri. Dan
semua itu menjadi perumpamaan bagi manusia, dan tidak seorangpun yang
memahaminya secara baik dan sempurna kecualiorang yang ‘alim yakni
yang dalam ilmunya.
Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa : “Tiada ada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang ‘alim” mengisyaratkan bahwa
perumpamaan-perumpamaan dalam al-Qur’an mempunyai makna-makna
yang dalam, bukan terbatas pengertian kata-katanya. Masing-masing orang
sesuai kemampuan ilmiahnya. Perumpamaan yang dipaparkan di sini
bukan sekedar perumpamaan yang bertujuan sebagai hiasan-hiasan kata,
tetapi ia mengandung makna serta pembuktian yang sangat jelas.
Sebagaimana ayat 43 dapat dipahami, bahwa siapa yang memiliki
pengetahuan, apapun pengetahuan itu pasti tidak sama dengan yang tidak
memilikinya. Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang
bermanfaat, yang menjadikan seseorang mengetahui hakikat sesuatu lalu
menyesuaikan diri dan amalnya dengan pengetahuannya itu. Dan orang-
orang yang berakal yang dapat memperoleh semua pelajaran. Dengan
kemampuan menggunakan akal inilah manusia baru dapat dikatakan
manusia, karena Berfikir adalah cara akal bekerja, sementara apa yang
dibutuhkan oleh akal untuk berfikir tidak lain adalah ilmu. Ilmulah yang
membuat manusia menjadi bisa menaklukkan alam semesta, dan dengan
ilmu manusia mampu mengendalikan ruh dan jasadnya, sehingga manusia
bisa menjadi manusia yang seutuhnya. Ilmu adalah buah dari hasil
pendidikan dan prosespendidikan harus menggunakan akal.
Dengan menggunakan akalnya untuk berfikir, merenung serta
menghayati manusia akan mampu mengembangkan gagasan, konsep dan ide-
ide cemerlang, sehingga tujuan dari pendidikan Islam akan tercapai yaitu
untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta
didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus
berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara.
Pengembangan itu harus dilakukan seoptimal mungkin untuk dapat
difungsikan sebagai sarana bagi pemecahan masalah hidup dan kehidupan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya dan
pengembangan sikap iman dan taqwa kepada Allah. Kalau akal itu tidak
dikembangkan, niscaya ia akan kurang bermakna dalam kehidupan.
29
Oleh
karena itu perlu dikembangkan dan pengembangan itu senantiasa dalam usaha
dan kegiatan pendidikan. Dengan pendidikan dan pengajaran potensi itu dapat
berkembang bagi manusia. Namun perkembangan itu tidak akan maju, kalau
tidak melalui pendidikan.
Pendidikan Islam harus bersifat elastis dan selalu mengedepankan
akal manusia. Pintunya terbuka lebar-lebar bagi setiap orang yang ingin
belajar dan sanggup untuk memahami pengetahuan, mendorong siswa untuk
terus menerus belajar dan melakukan penyelidikan (pemeliharaan), tanpa
melihat batas umur.
30
Karena tujuan utama pendidikan Islam adalah
membentuk moral dan akhlak yang tinggi serta melakukan yang mulia.
Pendidikan Islam harus dinamis dan menjadi obor dalam berpacu dan
menghadapi perubahan sosial. Konservasi budaya yang selektif mengharuskan
pendidikan untuk menumbuhkan pemahaman yang benar tentang kebutuhan
dan tantangan masa depan manusia. Peradaban modern telah mengekspresikan
berbagai kekhawatiran akan masa depannya. Munculnya penemuan-penemuan
baru dan teknologi yang semakin canggih telah membuat manusia semakin
pesimistik. Untuk menanggulangi semua itu, pendidikan Islam perlu
membangun kecerdasan dan memperkuat wawasan kepada peserta didiknya
agar dapat mendayagunakan alam seisinya dan sesama manusia dalam rangka
membangun peradaban .
Pertama, Allah memerintahkan agar manusia senantiasa berfikir dan
mendayagunakan pikirannya dalam memecahkan persoalan-persoalan hidup
yang dihadapi, seperti dalam bidang pendidikan, politik, ekonomi dan lain
sebagainya.
Kedua, Allah telah melakukan liberalisasi dalam bidang ilmu. Semua
manusia khususnya kaum muslimin dan muslimat, baik laki-laki maupun
perempuan diwajibkan mencari ilmu kepada siapa saja, kapan saja dan di
mana saja.
Keempat, manusia diperintahkan untuk Fantasyiru fi ardl
(mengembara di muka bumi) dalam rangkamencari ilmu pengetahuan. Karena
setiap bangsa oleh Allah diberikan keistimewaan sendiri-sendiri. Dan ilmu
pengetahuan atau perkembangan pemikiran umat manusia tidak berhenti,
apalagi mundur, melainkan berputar dan berpindah dari suatu bangsa pada
kurun waktu yang berbeda. Karena itu,kalau suatu bangsa ingin bangkit
menguasai ilmu pengetahuan, maka perlu melakukan pengembaraan ke
berbagai bangsa.
Kelima, kecintaan terhadap informasi atau pengetahuan yang
akhirnya akan menumbuhkan kecintaan kepada kegiatan belajar.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa al-Qur’an yang pertama kali turun adalah
perintah untuk membaca (iqra’), yaitu mengkaji tentang hakekat Tuhan,
manusia, alam hubungan antar ketiganya serta fungsi masing-masing.
Dari uraian di atas, pendidikan Islam dalam mengarungi dan
menghadapi era globalisasi ini perlu mencakup visi dasar di atas. Hal ini
semakin bermakna jika para pendidik lebih mampu mendasarinya dengan
nilai-nilai agama.
Dengan demikian, pendidikan Islam harus mempertimbangkan
manusia yang merupakan sasarannya sebagai makhluk yang memiliki akal
dengan berbagai fungsinya yang amat variatif. Bertolak dari pertimbangan ini,
maka materi atau mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum juga harus
berisi mata pelajaran yang dapat merangsang pertumbuhan fungsi akal pikiran
tersebut, seperti mata pelajaran matematika, sejarah, logika, atau tata bahasa
dan sebagainya. Tujuannya mata pelajaran sejarah misalnya tidak hanya
melatih ingatan terhadap berbagai peristiwa masa lalu lengkap dengan tahun,
tempat, pelaku, sebab-sebab dan orang yang melakukannya, melainkan juga
untuk membangun rasa kebanggaan, penghargaan dan sekaligus mengambil
pelajaran yang berguna bagi dirinya dan masa mendatang.
Pendidikan juga harus mengarahkan dan mengingatkan manusia agar
tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merangsang dorongan hawa
nafsu, seperti berpakaian mini yang membuka aurat, berjudi, minum-minuman
keras dan sebagainya. Pendidikan Islam harus menekankan larangan terhadap
perbuatan-perbuatan yang dapat mengundang manusia melakukan perbuatan
yang hina dan keji sesuai dengan QS. 6/ al-An-An’am: 151 yang telah
dijelaskan pada bab yang lalu.
Orang yang terbina akalnya dan bisa
mengendalikan hawa nafsunya, maka ia akan menjadi orang yang tangguh
mentalnya, tahan uji dalam ujian, karena dengan akal pikirannya manusia
menemukan berbagai rahasia dan hikmahnya dibalik kesulitan yang dihadapi.
Pemakaian akal dalam Islam diperintahkan dalam al-Qur’an karena
al-Qur’an sendiri dapat dipahami, dihayati dan dipraktekkan oleh orang-orang
yang berakal. Begitu juga dalam pendidikan Islam. Selanjutnya seluruh aturan
ibadah dan aturan lainnya dalam ajaran Islam baru diwajibkan apabila
manusia itu memiliki akal yang sudah berfungsi (baligh).
Jadi, implikasi pendidikan dari pemahaman terhadap uraian tersebut
adalah pendidikan yang baik adalah pendidikan yang harus
mempertimbangkan potensi akal.
Pendidikan harus membina, mengarahkan
dan mengembangkan potensi akal pikiran manusia (peserta didik), sehingga ia
terampil dalam memecahkan berbagai masalah, diisi dengan berbagai konsep-
konsep dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki pemahaman tentang
yang baik dan benar. Berbagai materiyang terdapat dalam kurikulum harus
memuat mata pelajaran yang bertujuan membina akal tersebut. Demikian pula
metode dan pendekatan yang merangsang akal pikiran harus dipergunakan.
Fenomena alam raya dengan segala isinya dapat digunakan untuk
melatih akal agar mampu merenungkan dan menangkap pesan ajaran yang
terdapat di dalamnya. Berbagai fungsi akal yang terdapat dalam diri manusia
harus dijadikan sebagai titik tolak dalam merumuskan tujuan dan mata
pelajaran yang terdapat dalam kegiatan pendidikan.