Oliver Williamson memperkenalkan konsep transaction cost of economics(TCE atau ekonomi biaya transaksi dan sering disebut biaya transaksi saja) yang merupakan perpaduan dari beberapa disiplin ilmu yang terdiri dari ilmu hukum, ilmu ekonomi, dan ilmu organisasi. Pada dasarnya, biaya transaksi adalah biaya yang harus ditanggung oleh pihak-pihak yang melakukan pertukaran dalam dunia yang informasinya tidaksempurna, banyak aktor yang berperilaku opportunistic, dan rasionalitas para pelakunya terbatas.
Dalam hal ini, loopholes atau celah dalam suatu peraturan perundang-undangan (atau institutional arrangement) dapat menimbulkan beda persepsi yang selanjutnya akan meningkatkan biaya transaksi. Sebagai contoh, loopholes atau celah dalam salah satu pasal atau ayatdalam peraturan perundang-undangan perpajakan (sebagai akibat dari bounded rationalitypenyusun peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut) dapat menimbulkan beda persepsi (asymmetric information) antara wajib pajak dan petugas pajak (fiskus). Selanjutnya, beda persepsi antara wajib pajak dan fiskus tersebut memancing perilaku opportunisticfiskus untuk melakukan pressure terhadap wajib pajak untuk memberikan sejumlah imbalan (semacam dana ucapan terimakasih) sebagai biaya transaksi atas tidak diungkapkannya temuan hasil pemeriksaan berdasarkan celah dalam pasal atau ayat tersebut (Adapun, dalam rangka meminimalisasi biaya transaksi tersebut, wajib pajak dapat melakukan upaya, antara lain, dengan mengajukan surat permohonan penjelasan atas permasalahan yang timbul dari perbedaan persepsi tersebut ke Direktorat Jenderal Perpajakan).
Dalam rangka memberikan gambaran adanya bedapersepsi antara wajib pajak dan fiskus, Sri Rahayu menguraikan beberapa masalah yang dihadapidalam pemenuhan kewajiban perpajakan bidang usaha perkebunan, seperti masalah penyusutan/amortisasi atas hak guna usaha, masalah biaya perusahaan induk (atau biaya kantorpusat), masalah fasilitas perpajakan, masalah biaya penyusutan kendaraan, masalah hubungan istimewa, dan masalah biaya bunga pinjaman afiliasi. Persoalan-persoalan di atas timbul akibat adanya beda persepsi antara wajib pajak dan fiskus yang disebabkan oleh lemahnya ‘institutional arrangement” yang ada. Selanjutnya, adanya informasi tidak sempurna (imperfect information) pada peraturan perundang-undangan pajak tersebut (sebagai suatu institutional arrangement) memicu perilaku opportunisticfiskus untuk melakukan koreksi pajak dan memicu perilaku opportunisticwajib pajak untuk melakukan kompromi dengan fiskus. Jika dalam hal ini dicarikan kesepakatan bersama antara fiskus dan wajib pajak, maka fiskus dapat menawarkan bantuannya dengan suatu pengharapan tertentu yang berpotensi mengurangi kewibawaan fiskus yang bersangkutan dan menimbulkan keraguan terhadap sistem perpajakan nasional.
Adapun, rumusan biaya transaksi pertama kali dikemukakan oleh Ronald H. Coase pada tahun 1937 sebagai kerangka pemikiran baru untuk menganalisis transaksi dalam perusahaan. Namun, setelah itu para ekonom gagal mengoperasionalisasikan konsep tersebut, sampai akhirnya dikembangkan oleh Williamson yang menyebut upaya yang dilakukannya sebagai “the new institutional economics” yang berasal dan merupakan cabang dari transaction costs. TCE mengasumsikan bahwa perusahaan cenderung untuk mencari biaya transaksi yang paling murah, antara lain membandingkan biaya transaksi melalui pasar (market transaction) dengan biaya transaksi di dalam perusahaan sendiri (hierarchical transaction) atau dikenal dengan istilah “make or buy”. Timbulnya TCE, menurut Williamson, disebabkan oleh kegagalan pasar (market failure) sebagai konsekuensi dari perilaku opportunisticdan bounded rationalitypihak-pihak yang berinteraksi.
Sebagaimana telah disinggung di atas, terdapat, antara lain dua key concepts TCE yang terdiri dari opportunismdan bounded rationalitydengan perilaku yang cenderung self-interested. Mengingat bahwa manusiacenderung berperilaku opportunistic dan self-interested, maka semua pertukaran ekonomi (economic exchange) akan lebih efisien apabila diorganisir dalam suatu kontrak. Namun, mengingat keterbatasan rasional manusia (bounded rationality), sangat tidak mungkin untuk memasukkan semua hal-hal kompleks yang berkaitan dengan kontrak dan menyebabkan kontrak yang dihasilkan menjadi tidak sempurna.