Dalam kasus jual beli software,
memang microsoft termasuk software yang paling banyak dibajak diIndonesia.
Bahkan bisa jadi jumlah software bajakannya melebihi aslinya. Hal ini karena
didukung oleh lemahnya pengawasan masalah pembajakan dan kurangnya kesadaran
hukum para pengguna komputer di Indonesia.
Jual beli produk software tanpa
lisensi termasuk hal yang tidak dibenarkan. Karena biar bagaimana pun hak ciptanya ada pada perusahaan tersebut. Kalau
ingin menggunakannya, maka satu-satunya jalan adalah dengan membeli aslinya
(original) baik FPP (Full Package Product) maupun OEM (Original Equipment
Manufacturer). Harganya tentu
lumayan mahal bisa mencapai ratusan dollar atau sekian juta rupiah. Bahkan
mungkin bisa melebihi harga hardwarenya.
Hal ini dibenarkan oleh Saudara Hantoro selaku salah satu pimpinan toko
komputer di kota Semarang yang mengatakan: “untuk satu buah komputer paling
tidak ada dua buahsoftware yang dibutuhkan yaitu windows dan office itupun
hanya sebatas untuk bekerja atau hanya sekedar buat mengetik belum untuk grafis
ataupun anti virusnya seperti software CorelDraw, Adobe Photoshop, anti virus
Mcafee VirusScan, Norman Anti Virus Norton Anti Virus. Bisa kitalihat untuk dua
buah software aja dibutuhkan uang sebesar dua juta lebih tak sebanding dengan
harga komputer yang relatif lebih murah. Padahal bila menggunakan software
tanpa lisensi cukup membayar dengan Rp. 25 s/d 50 ribu saja, itupun sudah
lengkap Windows dengan Office-nya. Bahkan setiap pembelian hardware
komputer, biasanya sudah diinstallkan sekalian dengan windows dan office-nya.
Seolah software itu tidak ada harganya”.
Di lain waktu hal berbeda
diungkapkan salah seorang penjual atau toko komputer di daerah Tembalang yang
mengatakan bahwa “sudah lama kita tidak menerima jasa instal khususnya instal
windowsterkait dengan adanya aturan tentang HAKIkecuali kalau memakai windows
originalmungkin kita bisa bantu”. Ketika ditanya tentang alasan tidak menjual
software ilegalia mengatakan bahwa hal tersebut terkait dengan masalah
pelanggaran yaitu pelanggaran HAKI.
Salah satu pemilik toko komputer
di kota Semarang juga mengatakan bahwa dalam sehari rata-rata ia mendapatkan
3-4 unit komputer untuk diservis (instal ulang)bahkan bila dapat dari
perkantoran bisa lebih banyak lagi. Bapak Iwan juga mengatakan “tidak semua
komputer yang diservis kesini memakai software ilegalada juga yang berlisensi
bahkan ada yang beli softwarelisensi dari sini”
Banyaknya toko komputer yang
sudah tidak menerima instalsoftwarekhususnya windowstampaknya membuat
masyarakat menjadi kesulitan dalam memperbaiki komputernya, dikarenakan ia
tidak dapat memperbaiki sendiri maka ia meminta tolong salah seorang saudaranya
yang lumayan tahu tentang komputer untuk memperbaiki komputernya. Padahal dia
dengan mudah dapat mereparasi (menginstal)komputernya ke salah satu tempat
servis komputer.
Dari beberapa responden yang
penulis dapatkan bahwa dalam satu hari jumlah penjualan software ilegalsetiap toko komputer rata-rata mencapai
Rp. 150.000,- padahal di kota Semarang sendiri terdapat puluhan bahkan ratusan
toko komputer.Sedangkan untuk software yang berlisensi dalam satu minggu
rata-rata hanya mampu menjual 1 buah cd software windowsyang harganya berkisar
antara Rp. 900.000,- itupun hanya beberapa toko komputeryang menjual
(menyediakan) software
legal.
Secara ringkas faktor yang
menyebabkan terjadinya jual beli softwaretanpa lisensi dapat disebabkan antara
lain yaitu pada dasarnya memang berkisar pada keinginan untuk mencari
keuntungan finansial secara cepat dengan mengabaikan kepentingan para pemegang
hak cipta. Dampak dari Bagi pelaku, keadaan yang berlarut-larut tanpa ada
tindakan, akan semakin menimbulkan sikap bahwa praktek tersebut sudah merupakan
hal yang biasa dan tidaklagi merupakan tindakan yang melanggar hukum. Jadi
secara ringkas faktor yang menyebabkan terjadinya praktek jual beli softwaretanpa lisensi adalah karena
peluangnya lebih banyak dan memberikan keuntungan yang tidak kecil, dan masih
lemahnya sistem pengawasan dan pemantauan tindak pidana hak cipta. Upaya
pencegahan dan penindakan terhadap para pelaku pembajakan belum mampu menangkal
si pembajak untuk jera.
Gunawan Suryomurcito, Ketua
Perhimpunan Masyarakat HaKI mengakui bahwa harga softwareilegal jauh lebih
murah dari produk resmi. Tapi, tegasnya, jangan lupa banyak juga ruginya
menggunakan produk tidak resmi. “Softwarebajakan tidak dapat dilakukan
updating, kalau ada kesulitan terhadap softwaremaka tidak ada after sales
service-nya. Ini hendaknya menjadi perhatian juga bagi perusahaan”, katanya
Selain itu, menurut dia, maraknya penggunaan software ilegal juga berdampak
negatif terhadap perkembangan industri tersebut di dalam negeri. "Orang
akan malas berkreasi untuk menciptakan suatu hasil karya karena kurangaya perlindungan
hukum terhadap para penciptanya,"
tambahnya.
Pemberlakuan Undang-Undang (UU) Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
pada bulan Juni2003 dipastikan memukul penjualan komputer di Semarang. Dengan
diberlakukannya UU itu, penjual komputer yang menyertakan sistem operasi
Windows dalam komputer yang mereka jual akan terancam dikenai tuntutan hukum
kalau sistem operasi tersebut hanya dengan membajak atau mengopi. Akibatnya,
karena harus membeli sistem operasi Windows 200-300 dollar Amerika Serikat (AS)
per paket, harga komputer akanmeningkat Rp 2 juta-Rp 3 juta per unit.
Demikian diungkapkan Ketua
Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo) Jawa Tengah (Jateng) Lukas
Lukmana, Senin (24/2), di sela-sela pertemuan
anggota Apkomindo Jateng di Hotel Santika, Semarang. "Kenaikan harga komputer ini otomatis pasti
akan memukul penjualan komputer di Semarang. Lukas menjelaskan, 85 persen
komputer yang terjual di Semarang adalah komputer rakitan. Padahal, konsumen
komputer rakitan justru konsumen yang sangat rentan terhadap kenaikan harga
komputer. "Harga komputer rakitan dengan spesifikasi Pentium IV berkisar
Rp 4 juta-Rp 6 juta per unit. Kalau harga itu harus naik lagi Rp 2 juta-Rp 3
juta per unit, saya yakin konsumen akan memilih menunda pembelian komputer,"
ujar Lukas.
Meski demikian, menurut dia, untuk menyiasati pemberlakukan UU HAKI,
penjual komputer di Semarang yang mencapai 400-an perusahaan dapat menjadi agen
penjualan sistem operasi Windows. Sehingga, kalaupun terjadi penurunan
penjualan komputer, penjualan sistem operasi Windows dapat menutupi pendapatan
mereka yang menurun. "Pemberlakuan UU HAKI memang memberatkan pedagang dan konsumen. Namun, UU
HAKI bagaimanapun memiliki sisi positif, yaitu memicu orang Indonesia untuk
berkreasi membuat sistem operasi serupa," papar Lukas.
Oleh karena itu rezim hak cipta mendapat tantangan baru setelah adanya
teknologi informasi. Saat ini beberapa persoalan yang muncul adalah menyangkut
perlindungan terhadap program komputer, dan obyek hak cipta lainnya yangada
dalam aktivitas cyber. Persoalan tersebut di atas terdapat dalam pasal 24 Rancangan Undang-Undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronikversi 20 Agustus 2004 menyatakan bahwa informasi elektronik
yang disusun menjadi karya intelektual, desain situs internet dan karya-karya
intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak atas Kekayaan
Intelektual berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.