Selain karya-karya dalam bidang spesialisasinya, dalam bidang kajian keislaman Syahrûr juga telah menghasilkan beberapa karya yang cukup penting dan memiliki pengaruh yang sangat luar biasa terhadap gerak perkembangan pemikiran Islam kontemporer. Bahkan, karena kajian keislaman inilah, namanya menjadi sangat populer dalam kancah pemikiran Islam kontemporer. Setidaknya ada lima buku yang telah dihasilkan Syahrûrdalam diskursus dirâsah Islâmiyyah. Berikut ini buku-buku yang telah ditulisnya:
1. Al-Kitâb wa al-Qur`ân Qirâ`ah Mu’âshirah yang diterbitkan (pertama kali) pada 1990 oleh penerbit al-Ahâlî di Damaskus. Buku ini tidak hanya memuat tulisan Syahrûr saja, namun dalam buku ini Ja’far Dakki al-Bab selaku guru linguistiknya pun juga menulis risalah yang berjudul Asrâr al-Lisân al-‘Arabî selain juga memberikan pengantar. Hasil pemikiran yang tertuang dalam al-Kitâb wa al-Qur`ân Qirâ`ah Mu’âshirah dilatar belakangi oleh kegelisahan Syahrûr melihat “penyakit kronis” yang sedang menjangkiti dunia Islam dan dinamika pemikiran Islam.
2. Dirâsah Islâmiyyah Mu'âshirah fî al-Daulah wa al-Mujtama' yang diterbitkan oleh penerbit yang sama pada tahun 1994. Dalam buku ini, diuraikannya tentang tema-tema sosial politik yang terkait dengan persoalan kemasyarakatan (al-mujtama’) dan negara (al-daulah). Dengan tetap berpijak pada tawaran metodologisnya dalam memahami al-Qur`an sebagaimana tertuang dalam buku pertamanya. Secara konsisten Syahrûr membangun konsep keluarga, masyarakat, negara dan tindakan kesewenang-wenangan atau tirani (al-istibdad) dalam perspektif Alquran. Di samping itu, dalam buku ini Syahrûr juga mengurai berbagai tanggapan dan kritikan atas buku pertamanya, seraya menegaskan bahwa ia berbeda dengan para pengkritiknya dalam hal epistemologi. Dari perbedaan ini prinspil ini maka tidak mengherankan jika hasil pemikirandan penafsirannya tidak akan pernah bisa sinkron dengan mereka (kritikus).
3. Al-Islâm wa al-Îman: Manzhûmat al-Qiyam, yang diterbitkan tahun 1996 oleh al-Ahâlî, Damaskus. Dalam buku ini, Syahrûr mencoba mengkaji ulang bahkan mencoba merekonstruksi beberapa hal mendasar dan penting dalam sistem akidah Islam. Iman dan Islam adalah dua terma yang menjadi objek kajiannya dalam karya ini. Dalam usaha menemukan kesimpulan Syahrûr menggunakan metode tematik. Ia terlebih dahulu mengelompokkan ayat yang mengandung terma iman dan Islam. Setelah itu kemudian Ia melakukan analisa dengan menggunakan pendekatan kebahasaan. Melalui pelacakannya terhadap semua ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan persoalan di atas, Syahrûr menemukan kesimpulan yang benar-benar berbeda dengan rumusan ulama-ulama terdahulu. Selain itu, buku ini juga membicarakan tentang masalah kebebasan manusia, perbudakan dan tentang ritual ibadah yang terangkum dalam konsep al-'ibâd wa al- 'âbid.
4. Nahwa Ushûl Jadîdah li al-Fiqh al-Islâmi, yang terbit pada tahun 2000. Buku ini juga diterbitkan oleh penerbit al-Ahâlî di Damaskus. Ia mengungkapkan dalam halaman “tanwih” bahwa buku ini sebagai penyempurna terhadap kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam ketiga buku-buku Syahrûr sebelumnya. Secara khusus buku ini memuat tentang metode penafsiran terhadap ayat-ayat ahkam (bagian ayat-ayat muhkamat atau yang disebut Umm al-Kitâb) dalam al-Tanzîl. Namun demikian tidak semua ayat-ayat ahkam yang ada dalam al-Tanzîl diangkat dan dianalisa. Analisa dalam buku ini sebagaimana tertulis dalam sampulnya lebih mengerucut kepada fiqh al-mar`ah (fikih berkenaan dengan perempuan). Ada kesamaan pembahasan antara buku ini dengan buku pertamanya. Setidaknya ada tiga bab (wasiat, poligami dan libâs) yang kembali dikritisi dan dianalisa dalam buku ini; hanya saja dalam buku ini lebih dipertajam dan diperdalam.
5. Tajfîf Manâbi’ al-Irhâb. Buku ini diterbitkan oleh al-Ahâli di Damaskus pada tahun 2008. Buku ini ditulis Syahrûr setelah ia mengamati banyaknyakekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang mengatasnamakan agama yang berpuncak dengan terjadinya terjadinya tragedi 11 September 2001 di Amerika. Setelah melakukan analisa pada beberapa ayat-ayat al-Tanzîl, ia menarik benang merah bahwa kejadian tersebut bukan karena kesalahan dalam al-Tanzîl, namun lebih kepada sempitnya interpretasi atas teks. Selain itu sebagai sebuah tradisi yang eksis sejak lama ternyata dalam perjalanannya Islam tidak bisa lepas dari terma-terma bernada kasar seperti perang, pembunuhan (al-qatl), syahîd dan syahâdah yang berjaminkan masuk surga secara langsung. Keadaan ini diperparah oleh fikih Islam yang selalu mengekang kebebasan seseorang dalam memeluk keyakinan tertentu. Tidak hanya itu bahkan dalam fikih Islam memposisikan pembunuhan seorang murtad dan taat kepada pemimpin (meskipun lalim) sebagai salah satu bentuk hisbah (taat) kepada Allah. Keadaan ini mulai terjadi sejak masa akhir Dinasti Umayyah dan awal dari dinasti Abbasiyyah. Setelah melakukan kritisi Syahrûr-pun melanjutkan dengan melakukan penafsiran tentang bagaimana sebenarnya maksud dari ayat-ayat yang disalah maknai tersebut.
6. Selain berkarya dalam bentuk buku sebagaimana telah diuraikan di atas Syahrûr juga produktif menulis artikel keislaman yang dimuat di beberapa media cetak.